Mencari Petunjuk (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Waktu 1 jam telah berlalu. Keempat belas anak berbakat sedang mencari sebuah petunjuk untuk menemukan siapa pelaku pembunuhan itu.

Mereka kini berkumpul di ruang aula. Tetapi sebelumnya menyempatkan untuk sarapan sekedarnya.

"Maaf aku telat..." ucap Fiki. Ia melihat semua orang menatapnya dengan berbagai ekspresi.

"Oke! Karena semua telah berkumpul. Kita akan mengeluarkan pendapat dan petunjuk yang telah ditemukan oleh kalian." Ucap Rifki memimpin forum.

"Kenapa tak kita bicarakan di tempat yang ditentukan Kumatobi?" Pendapat Opick.

"Kalau dipikir-pikir aku setuju dengan pendapatnya," komen Vero cuek.

"Kami tak butuh komentarmu!" Protes Lusian tajam.

"Oh iya?" Tantang Vero sinis.

"Kau!!!" Emosi Lusian.

"Jangan bertengkar disini!" Bentak Rifki.

"Kalau yang tak setuju membahas apa  yang kalian dapatkan. Kalian boleh pergi dari sini!" Lanjutnya membuat pilihan. Semua terdiam membisu.

Vero yang pertama melangkah pergi dari gedung aula. Lalu di susul Opick dan Aldo.

Mereka sampai melirik satu sama lain. Hingga... "Aku pergi," ucap Huda. Ia melangkahkan kakinya menjauhi gedung. Mereka terkejut mendengar ucapannya.

"Tu-tunggu!" Seru Seila. Huda terhenti melangkah. Ia menoleh ke arah Seila dan menatap dalam maksud dari ucapannya itu. Seila yang terpaku mengerti maksud dari Huda. "Aku ikut denganmu," ucapnya. Ia pun melangkah pergi di belakang Huda yang kembali menjauhi ruangan.

"Ke-kenapa menjadi seperti ini?" Tanya Diane gemetaran.

"Kita harus menghargai keputusannya," jawab Karin tenang.

"Baik! Apa ada yang ingin pergi lagi dari sini?" Tanya Rifki melihat satu persatu teman-temannya.

"Maaf... aku pergi," ucap Uli tiba-tiba. Rifki menoleh ke Uli yang berdiri di sampingnya. Uli melangkah pergi tanpa melihat ke arah Rifki. Lalu di susul oleh Nico yang berada di belakangnya.

Kini tersisa Rifki, Fiki, Diane, Karin, Lusian serta Oriza. Dimanakah sosok Teguh? Ia adalah orang terakhir yang meninggalkan gedung aula.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" Tanya Diane ragu.

"Kita akan tetap membahas hal-hal yang telah kalian temukan selama penyelidikan." Jawab Fiki mewakili yang lain.

"Hmm... baiklah," balas Diane.

"Aku menemukan serbuk obat tidur di pembuangan limbah." Ucap Fiki pertama. Lalu selanjutnya Diane dan Karin yang memeriksa kamar Novi yang sudah dalam keadaan berantakan. "Kami menemukan potongan tali tambang dan secarik kertas," ucap Karin. Ia menyerahkan surat itu kepada Rifki.

Berikutnya, Rifki yang telah menonton cuplikan video dari CD milik Novi. Dan terakhir Lusian yang menemukan sebuah benda tajam di dapur.

"Apa kau membawa benda tajam itu?" Tanya Rifki penasaran. "Ehmm tidak, aku menyimpannya di kamarku." Jawab Lusian sedikit takut.

"Oh tidak apa-apa," ucap Rifki tak enak hati. "Nanti kau bisa mengambil saat kita berkumpul." Lanjutnya.

"Siap!" Balas Lusian tersenyum.

"Maaf aku tidak menemukan apapun selama penyelidikan," ujar Oriza.

"Santai saja, yang penting kita sudah menemukan banyak petunjuk." Sahut Karin.

"Terima kasih," ucap Oriza.

"Oke, kita akan menuju ke tempat pertemuan yang telah ditentukan Kumatobi." Kata Fiki. Diane melihat handphone atau kartu identitas miliknya. "Saat ini waktu menunjukkan pukul 08:50 pagi." Serunya. Mereka pun memutuskan untuk ke tempat pertemuan. Tetapi sebelum itu menemani Lusian mengambil barang bukti lain di kamarnya.
.
.
.
.

Di ruang kelas...

Vero sedang duduk di salah satu bangku di kelas yang tak terpakai. Suasana disana sunyi dan hening. "Entah kenapa... aku jadi ingin belajar di sekolah biasa saja." Gumam Vero lirih.

Srek!

Pintu kelas tiba-tiba terbuka lebar. Di sana menampakkan dua sosok beda jenis kelamin berdiri di depan pintu. Keduanya lalu masuk ke dalam kelas.

Krekk!!

Suara decitan kursi menggema di kelas. Vero hendak pergi meninggalkan kelas. Namun, Huda menghalangi Vero untuk pergi.

"Ada apa, hah?!" Tanya Vero tajam.

"Kami hanya ini menanyakan satu hal penting padamu," jawab Huda.

Vero menatap tajam Huda dan Seila. "Seorang penulis muda terkenal menemuiku? Aku merasa tersanjung." Ucap Vero tersenyum sinis.

"Hahaha... kau lucu juga." Huda terkekeh kecil. "Bolehkah aku bertanya?" Tanya Huda sekali lagi.

"Cepat katakan! Aku tak ada waktu!" Bentak Vero. Ia menyilangkan kedua tangan di dadanya.

"Ehm! Aku juga ada disini!" Seru Seila  kesal karena merasa diabaikan mereka. Vero hanya melirik Seila acuh.

"Saat malam hari, kau mengatakan melihat Aldo menuju kantin. Apakah dia terlihat mencurigakan?" Tanya Huda to the point.

"Iya. Aku bukannya sudah mengatakan kepada kalian bahwa ia menghilang saat aku mengikutinya." Jawab Vero malas.

"Tetapi kau tidak melihat hal yang mencurigakan padanya?" Kali ini Seila yang bertanya. Ia mengerti arti tatapan Huda saat di aula tadi sebelum meninggalkan gedung itu.

"Hmm... ia terlihat ketakutan dan membawa sebuah benda. Aku tidak melihatnya jelas karena terlalu gelap saat itu." Jawab Vero tenang.

"Terima kasih atas jawabanmu itu. Aku dan Seila sudah mulai mengerti." Ucap Huda senang. Ia mengulurkan sebelah tangannya kepada Vero. Tapi Vero menepisnya kasar.

Vero melangkahkan kakinya pergi. Namun sebelum itu, ia berbisik kepada Huda. Dan Huda yang mendengar ucapan Vero tersentak kaget. "Sampai jumpa," ucap Vero pergi berjalan dengan seringai tipis.

"Hei Huda, apa yang ia bisikkan kepadamu?" Tanya Seila penasaran. Huda memberikan senyum terbaiknya. "Aku akan memberitahu saat pertemuan nanti," jawab Huda. Ia mendahului Seila pergi meninggalkan kelas.

Seila terdiam cukup lama, hingga ia menyusul Huda. "Entah kenapa aku merasa penasaran sekali." batin Seila.
.
.
.
.

Di lorong kamar...

Aldo terlihat ketakutan. Ia berjalan gontai sambil melirik ke kanan dan ke kiri tanpa henti. Hingga satu tepukan dipundaknya membuat tubuh ia gemetar hebat. "Ahh!!" Teriaknya kencang.

"Berisik sekali!" Bentak suara berat di belakang tubuhnya. Aldo menoleh pelan-pelan kepalanya ke arah belakang.

"Huh!" Ia menghela napas berat. "Kau membuatku takut saja," ucapnya mulai tenang.

"Hahahaha... aku ini memang menyeramkan!" Sahutnya memasang wajah mengerikan. "Kenapa kau ketakutan seperti itu?" Tanya Teguh penuh selidik.

"Tak apa-apa..." jawab Aldo cepat. Ia pun mengambil langkah seribu meninggalkan Teguh sendirian di sana.

Teguh menyeringai lebar. "Aku tahu apa yang telah kau sembunyikan," kata Teguh pelan. Ia melangkah pergi menuju ke sebuah kamar.
.
.
.
.

Pom! Pom! Pom!

Suara speaker telah berbunyi. Waktu 2 jam untuk menyelidiki kasus pembunuhan Novi telah berakhir. Keempat belas murid berbakat tengah berkumpul di samping tangga yang telah ditentukan oleh Kumatobi.

"Waktu kalian telah habis. Saatnya sidang pertama di mulai..." ucapnya di balik speaker.

Sebuah dinding di samping tangga terbuka dengan sendirinya. Dinding itu terbela menjadi dua dan muncullah gerbang besi misterius.

"Kenapa bisa ada pintu misterius itu di sekolah ini?" Tanya Opick penasaran.

"Ini terlihat sangat menyeramkan," komen Uli.

"Iya, aku setuju denganmu." Sahut Nico. Ia membawa game PSP miliknya.

"Kita harus menyiapkan diri..." kata Huda. Semua menghela napas berat.

Srek!! Trang!!!

Pintu misterius telah terbuka.

"Kalian harus masuk ke dalam dan berhati-hatilah..." ujar Kumatobi.

Mereka mulai memasuki pintu itu satu persatu. Berbagai macam ekspresi dan perasaan bercampur aduk menjadi satu.

Setelah semuanya masuk. Pintu itu terbuka dengan sendirinya. Di dalamnya ternyata adalah sebuah lift dengan besi terpasang sebagai dinding lift. Layar monitor lift menunjukkan angka S. Lift itu pun mulai berjalan membawa semuanya turun ke bawah.
.
.
.
.

Di ruangan tersembunyi...

Ting!

Pintu lift telah terbuka. Keempat belas anak berbakat keluar secara perlahan dari dalam lift. Mereka melihat ruangan tersembunyi itu dengan takjub.

Dinding yang dimoninasi warna merah kehitaman. Terdapat pintu terbuat dari besi di sebelah kanan ruangan yang dihiasi oleh gorden berwarna merah kehitaman pula.

Di tengah-tengah ruangan terdapat lingkaran yang cukup besar. Lingkaran itu dikelilingi oleh 15 ruang yang disekat oleh kayu yang mengitari lingkaran. Di depan mereka terdapat singgah sana terbuat dari emas. Di sampingnya ada sebuah bel merah besar. Dan di atasnya tertempel monitor sedang seperti game zaman dahulu.

Suasana yang dingin dan sunyi membuat sebagian dari mereka merinding ketakutan. "Tempat ini menyeramkan tapi juga menakjubkan," komen Diane.

"Fufufu... Welcome to the my room." Ucap Kumatobi menyeringai.

"Sekarang kalian menempati tempat yang di telah disiapkan. Tak perlu bingung, karena sudah kuukir nama kalian di sisi sekat." Lanjutnya.

Semua pun mengikuti instruksi yang telah diberikan oleh Kumatobi secara terpaksa. Satu persatu telah berdiri di masing-masing tempat mereka. Rasa gugup serta ketakutan menghiasi perasaan mereka.

"Sidang pertama di mulai..."
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

Oke, sidang pertama akan di laksanakan. Bagaimana mereka menghadapi hal ini? Siapakah pelaku pembunuhan itu? 😁😊

Selamat membaca! 😎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro