Sidang Pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sidang pertama di mulai..."

Semua telah berada di posisi masing-masing. Posisinya itu : Huda, Karin, Diane, Aldo, Nico, Teguh, Seila, Fiki, Novi, Vero, Oriza, Uli, Opick, Lusian, Rifki.

Setelah mendengar ucapan Kumatobi. Mereka memasang wajah bingung dan penasaran.

"Mengapa harus ada wajah Novi di sini?" Tanya Lusian bingung. Terdapat foto Novi yang disilang dengan warna merah.

"Fufufu... Biar dia ikut merasakan sidang pertama ini," jawab Kumatobi.

"Dasar boneka gila!" Cibir Teguh.

"Baiklah. Sebelum sidang pertama di mulai. Aku akan memberikan beberapa peraturan untuk kalian:

1. Kalian wajib mengeluarkan semua pendapat dan hasil penemuan tak ada yang boleh di sembunyikan.

2. Kalian akan di beri waktu selama 30 menit selama mengeluarkan pendapat.

3. Kalian akan memilih siapakah pelaku pembunuhan itu.

4. Bila kalian salah menebak pelaku, semuanya akan terkena hukuman. Namun, jika tebakan kalian benar. Maka pelaku yang akan mendapatkan hukuman.

Itulah beberapa peraturan yang aku buat. Aku tak sabar ingin melihat kalian tersiksa... fufufu..." kata Kumatobi memberikan penjelasan.

"Setengah jam saja," gumam Huda. Ia sedang berpikir bagaimana untuk memulai sidang pertama ini.

"Apa yang kalian temukan selama penyelidikan?" Tanya Rifki memulai.

"Cepat! Kita tak punya banyak waktu!" Hardik Vero.

"Aku dan Diane menemukan secarik kertas dan potongan tali tambang di kamar Novi." Ucap Karin. Ia menunjukkan kedua benda itu.

"Apa isi dari secarik kertas itu?" Tanya Oriza.

"Kau akan mati! Itulah yang tertulis dari kertas ini," jawab Diane mewakili.

"Kenapa ada tambang di kamar Novi dan untuk siapa surat ancaman itu?" Pikir Huda. Ia memukul-mukul pelan jari telunjuk di keningnya.

"Berikutnya siapa?" Tanya Fiki.

"Aku dan Uli memeriksa ruang auditorium untuk melihat video dalam CD milik Novi," jelas Rifki.

"Isinya sangat mengerikan." Lanjut Uli.

"Selanjutnya giliranku," kata Huda. Semua mata tertuju padanya.

"Aku juga menemukan secarik kertas lusuh saat memeriksa kondisi mayat Novi. Ini berada di dalam genggaman nya. Tulisan itu berisi 'Temui aku di kantin'." Tambah Huda.

Huda menarik napas sejenak. "Dan Aldo mendapatkan secarik kertas yang berisi sama dengan ini." Ungkap Huda menunjukkan kertas lainnya. Sekarang tatapan tertuju pada Aldo. Aldo yang merasa di tatap langsung bergetar hebat.

"Benarkah itu, Aldo?" Tanya Lusian memastikan.

"I-iiyaa..." jawab Aldo pelan.

"Siapa yang memberikan surat itu?" Tanya Oriza penasaran.

"Aku tak tahu." Jawab Aldo kembali. Kini ia merasa ketakutan.

"Berarti kaulah pembunuhnya!" Tuduh Nico menunjuk ke arah Aldo.

"Bukan aku pembunuhnya!" Sanggah Aldo tak terima.

"Semuanya tenang," ujar Rifki.

"Yang dikatakan oleh Aldo memang benar. Sepertinya ia telah dijadikan tumbal oleh si pelaku. Jadi semua orang bisa menuduh dirinya." Jelas Huda. Aldo tersenyum tipis kepadanya.

"Darimana kau tahu dia bukanlah pelakunya?" Tanya Nico tak terima.

"Sudah jelas ialah pelakunya. Menurut keterangan Vero, ia berjalan tengah malam menuju ke kantin. Pasti ialah yang membunuh Novi pada malam itu." Terang Opick.
.
.
.
.

"Waktu kalian tinggal 20 menit lagi. Fufufu... suasana disini sangat menyenangkan." Ucap Kumatobi riang.

"Tch! Aku tahu siapa pelaku sebenarnya!" Kata Teguh bernada tinggi. Kini semua menatap Teguh dengan pandangan penasaran dan tak percaya.

"Siapa memang pelakunya?" Tanya Diane tak sabaran.

Teguh menyeringai tipis. "Aku akan memberitahu pada kalian. Tapi tanyakan dulu kepada Vero, Huda dan Seila." Ucapnya menantang.

"Kenapa harus bertanya kepada mereka?" Tanya Oriza bingung.

"Iya kenapa? Ini hanya menjadi bertele-tele dan membuang waktu saja!" Elak Lusian pedas.

"Ehmm... Aku tahu maksud dari Teguh. Sebenarnya kami mengetahui beberapa hal terkait dengan Aldo dan sang pelaku." Kata Seila akhirnya. Ia melirik Huda sejenak. Huda memberikan anggukan pelan.

Seila kembali berbicara. "Tentang Aldo, sepertinya ia telah dijebak oleh sang pelaku dan juga korban."

"Pelaku dan... korban..." sahut Karin terkejut. Begitu juga dengan yang lainnya. "Maksudmu?"

"Korban dan pelaku mungkin telah bekerja sama untuk membunuh Aldo. Namun, yang terbunuh adalah Novi." Lanjutnya.

"Aku tak mengerti." Ujar Rifki.

"Maksud dari perkataan Seila adalah korban dan pelaku membuat surat ancaman untuk menyuruh Aldo ke kantin. Tetapi sang pelaku sepertinya mengkhianati si korban karena entah apa masalahnya." Sambung Huda.

"Kau tahu darimana hal itu?" Tanya Fiki penasaran.

"Aku tahu dari bau obat tidur yang berada di tubuh korban dan Aldo sendiri." Jawab Seila. "Bukankah begitu, Aldo?" Tanyanya melirik ke arah Aldo.

"I-iyaa... Setelah aku mendapatkan surat ancaman itu. Aku ragu harus pergi ke sana atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk ke sana dan-"

"Kau bertemu dengan Novi. Kalian berbincang sejenak dan meminum teh yang telah disiapkan oleh pelaku." Potong Vero.

Semua tercengang akan kesaksian dari Aldo dan ucapan Vero. "Ta-tapi ke-kenapa pelaku malah membunuh temannya sendiri?" Tanya Uli tergagap.

"Entahlah... Yang jelas korban dan Aldo pingsan setelah meminum teh itu. Apa kalian ingat kenapa Aldo datang telat saat ditemukan mayat Novi?" Tanya Huda menatap mereka satu persatu.

"Iya, aku mengingatnya," Jawab Rifki tak semangat.

"Aku mencium bau obat tidur pada mulut Aldo yang kita temukan di tempat pembuangan limbah." Tambah Huda.

"Sial! Mereka mulai mengetahui banyak hal! Aku harus membuat mereka menghentikan ini!" Batin salah satu dari mereka kesal.
.
.
.
.

"Yaa, aku boleh jujur kepada kalian." Ucap Oriza menghela napas sejenak. "Aku juga mencium bau obat tidur pada tubuh korban. Dan sebelum di gantung sepertinya korban telah ditusuk sebanyak 2x di tempat berbeda namun berdekatan." Lanjutnya. Ia merasa telah puas mengucapakan hal itu.

"Kenapa kau tidak memberitahu kami saat di aula?!!" Geram Rifki. Ia merasa telah dibohongi.

"Maaf, aku belum siap untuk mengatakannya pada saat itu." Jawab Oriza membela diri.

Pok! Pok! Pok!

"Hahaha... ternyata bukan aku saja yang kurang mempercayaimu." Sahut Vero.

"Apa maksud perkataamu itu, wanita menyebalkan?" Tanya Opick emosi.

"Kau si Super Akja Leadership! Aku kurang suka dengan sikap memimpinmu yang terkadang memaksa dan munafik!" Hardik Vero menatap sinis Rifki.

"Aku hanya ingin menjadi pemimpin kelompok ini. Aku bukanlah pemaksa apalagi munafik sepertimu!" Sanggah Rifki tak terima dikatakan munafik oleh Vero.

"Hentikan! Kita disini sedang membahas kasus pembunuhan, bukanlah masalah pribadi!" Bentak Teguh.

Semua terdiam. Huda tak suka suasana hening seperti ini. Mereka harus cepat menentukkan siapa pelaku sebenarnya. Ia jadi ingat satu kalimat yang dibisikkan oleh Vero di dalam kelas.

"Aku melihat seseorang selain dia."

Itulah yang dibisikkan oleh Vero kepadanya.

"Ah iya! Kalau tak salah Lusian menemukan sebuah benda tajam di dalam dapur." Kata Diane memecah keheningan.

Lusian segera menunjukkan benda tajam itu kepada yang lain. Ternyata benda itu adalah senjata tajam berupa katana khas Jepang.

"Aku menemukannya saat memeriksa bagian di dapur. Tanpa sengaja aku menemukan benda ini di bawah meja dapur." Ungkap Lusian. "Ehh! Aku lupa satu hal. Pisau yang terpajang di dinding dapur telah menghilang satu." Lanjutnya memberikan keterangan.

"Kemungkinan pisau yang hilang di gunakan oleh korban untuk membunuh. Tetapi malah korban yang terbunuh dengan sebilah pisau." Ucap Seila menyimpulkan.

"Itu sungguh mengerikan," ujar Uli lirih.

"Waktu tinggal 10 menit lagi. Ayo cepat tentukan siapa pelakunya... fufufu..." seru Kumatobi.
.
.
.
.

"Ayo berpikir!!!" Umpat Fiki geram.

Satu persatu fakta telah terkuang. Namun, mereka belum bisa menemukan pelaku pembunuhan ini.

"Tadi kau berkata pada kami, bahwa kau mengetahui siapa pelakunya." Terang Opick

"Iya, aku memang mengetahuinya." Ungkap Teguh tenang.

"Cepat beritahukan kepada kami siapa pelaku itu!" Sahut Oriza mulai cemas.

"Hmm... baiklah.." ujar Teguh. Suasana seketika menjadi mencekam. Mereka ingin mengetahui segera siapa pelaku yang telah membunuh Novi.

"Pelakunya adalah..." jeda Teguh.

"Aku penasaran, cepatlah!" Seru Aldo. Ia tak sabar ingin mengetahui siapa yang beraninya telah menjebaknya.

"Pelakunya adalah ini," lanjut Teguh. Ia menunjukkan suatu botol kecil yang bertuliskan sesuatu.

"Itukan obat tidur..." tebak Opick.

"Iya, kau benar sekali." Balas Teguh. Ia menyeringai tipis.

"Jangan bercanda kau!" Geram Fiki.

"Aku tak bercanda," elak Teguh tetap tenang.

"Obat tidur..." gumam Huda. Ia berpikir sejenak. "Apa maksud dari obat tidur itu... Ahh! Aku sekarang mengetahuinya!" Batin Huda senang.

"Sepertinya kau telah mengetahui sesuatu," ucap Vero.

"Aku yakin kalian juga mengetahuinya kan Seila dan Vero..." kata Huda tersenyum tipis.

"Iya, aku sudah tahu siapa pelakunya," sahut Seila senang.

"Hahaha... kau hebat juga, penulis." Puji Vero.

"Hei... hei... kami masih ada disini," ucap Lusian merasa diabaikan.

"Ayo cepat katakan. Waktu kita tak banyak." Komen Karin.

"Bolehkah aku menyebutkan nama pelaku itu?" Tanya Huda menatap Teguh.

"Silahkan! Aku tak keberatan." Jawab Teguh menyeringai tipis.

"Ayolah aku sudah kelaparan ini," kata Nico tak tahu keadaan.

"Dasar gendut! Kau berisik sekali!" Decak Diane kesal. Nico langsung bungkam.

"Waktu tersisa tiga menit lagi... Sepertinya sebagian dari kalian sudah menemukan siapa pelakunya." Kata Kumatobi.

"Huda, aku menunggu jawabanmu..." seru Uli.

"Iya, aku tak sabar ingin mengetahui siapa pelakunya itu." Tambah Rifki.

"Pelakunya adalah kau..." ucap lantang Huda menunjuk seseorang yang merupakan pelaku pembunuhan itu.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

WoW! Semakin menegangkan saja. Hayoo tebak siapa pelaku pembunuhan Novi? Next chapter... 😊😀

Selamat membaca! 😎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro