Sidang Kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu persatu mereka mulai keluar dari lift. Sekarang posisi mereka menempati lingkaran yang akan di jadikan tempat sidang kedua.

"Fufufu... Saatnya sidang kedua di mulai..." ucap Kumatobi dengan menyeringai lebar dan hawa pembunuhan mengelilingi dirinya.

Tok! Tok!

Kumatobi duduk di singgahsananya. Ia pun mengetuk palu. Saatnya mereka menentukan siapa pelaku pembunuhan kedua.
.
.
.
.

"Sekarang kalian akan kuberikan waktu satu jam untuk berdiskusi dan menebak pelaku pembunuhan Kaguhiro Aldo dan Chinatsu Lusian." Kata Kumatobi.

Suasana menjadi hening dan menegangkan. Karena tak ada yang memulai pembicaraan. Huda melontarkan sebuah informasi yang di dapatkannya.

"Ehmm..." semua mata kini tertuju padanya.

"Kami telah memeriksa luka yang berada di kedua kepala korban. Korban pertama, Aldo terkena hantaman benda keras di kepalanya. Diperkirakan sekitar 2 pukulan yang ia dapatkan hingga dia tewas terbunuh dan langsung di ceburkan tubuh Aldo ke dalam kolam renang." Jelas Huda. Ia melirik ke arah Seila untuk melanjutkannya.

"Korban kedua, Lusian terkena hantaman juga di kepalanya. Ia telah dipukul dengan menggunakan gelas kimia berukuran besar. Pasti kalian berpikir kenapa tidak adanya serpihan kaca yang bersekaran di lantai.

Itu karena pelaku telah membersihkannya dan kami mengetahui benda itu saat memeriksa tubuh Lusian. Terdapat satu serpihan kaca kecil yang tertinggal di bajunya. Mungkin sang pelaku terburu-buru hingga tidak membersihkannya secara teliti." Lanjut Seila, lalu mengambil napas.

"Apakah ada yang ingin bertanya atau menemukan sebuah petunjuk yang lain?" Tanya Huda memperhatikan semua orang yang berada di lingkaran itu.
.
.
.
.

Posisi mereka berdiri yaitu Huda, Karin, Diane, Aldo, Nico, Teguh, Seila, Fiki, Novi, Vero, Oriza, Uli, Opick, Lusian, Rifki. Khusus untuk Aldo, Novi, Opick dan Lusian. Di tempat mereka hanya di pasang foto wajah mereka dan terdapat garis silang X di foto itu.

"Aku..." ucap Uli mengacungkan tangan.

"Iya, kau ingin bertanya apa Uli-chan? Tanya Seila tersenyum.

"Aku menemukan sebuah benda yang sepertinya di pakai oleh pelaku." Jawab Uli gugup.

"Apa itu?" Tanya Fiki penasaran.

"Ini..." jawab Teguh. Semua menatap heran dan terkejut melihat Teguh menunjukkan sebuah benda berat yang terdapat noda darah kering.

"Sebuah barbel..." ujar Fiki.

"Iya, aku menemukan ini di gudang. Lalu aku menyimpan benda ini dan memberitahukan kepada Teguh." Balas Uli.

"Kenapa kau malah memberitahukan hal itu kepadanya?" Tanya Nico heran.

"Karena aku percaya padanya." Jawab Uli yakin.

"Hah! Omong kosong! Bisa saja dialah pelakunya." Tuduh Nico.

"Apa kau bilang?!" Geram Teguh. Ia sudah menyiapkan kepalan tangan untuk memukul wajah Nico.

Fiki segera menahan Teguh. Seila mencoba menenangkannya. "Lepaskan!" Teriak Teguh melepas pegangan Fiki.

"Aku percaya dia bukanlah pembunuhnya!" Seru Uli.

"Apa yang membuatmu percaya?" Tanya Nico menatap tajam.

"Karena dia memang bukan pelakunya." Jawab Vero tiba-tiba.

"Bisa kau buktikan!" Tantang Nico.

"Gampang saja. Saat aku berjalan di pagi hari, aku melihat Aldo tengah menuju ke kolam renang. Dan aku melihat ia bertemu dengan seseorang." Ucap Vero tenang.

"Dan orang itu adalah kau!" Lanjutnya. Ia menujuk ke arah Nico.

"Tak mungkin!" Seru Diane terkejut.
.
.
.
.

"Bisa saja, karena Lusian sendiri bilang kepada aku dan Seila bahwa Aldo ingin bertemu dengan orang yang akan membantunya." Ujar Huda.

"Tapi aku curiga dengan Rifki. Kenapa ia hanya diam saja daritadi?" Tanya Karin melirik ke arah Rifki.

"Pasti dialah pelakunya!" Tuduh Nico.

"Kau ini!" Geram Oriza. Ia mengambil napas sejenak. "Dia itu bukanlah pelakunya karena aku bersama dia daritadi. Jelas, ia berada di sampingku dan tak mungkin membunuh Lusian juga." Ungkap Oriza.

Suasana semakin menengangkan. Kumatobi menyaksikan itu dengan memakan sebuah coklat. "Fufufu... waktu kalian tinggal 30 menit lagi. Cepatlah mengambil keputusan siapa pelaku kali ini." Katanya menyeringai kecil.

"Tch! Berisik kau!" Teriak Rifki. Akhirnya ia mengeluarkan suaranya.

"Maaf aku merepotkan dan menyusahkan kalian. Aku hanya ingin memimpin kelompok ini agar tidak terpecah belah dan saling membunuh satu sama lain." Kata Rifki lega karena telah mengeluarkan isi hatinya.

"Itulah kau," ucap Vero. "Kau memang sudah melakukan yang terbaik." Lanjutnya memberi pujian.

Kedua pipi Rifki sedikit bersemu merah. Suasana jadi lebih menakutkan saat Vero memberikan sebuah pujian.
.
.
.
.

"Ehem!" Seru Huda. "Mari kita lanjutkan lagi."

"Maaf, aku hanya memberitahukan. Sepertinya memang benar pelaku menggunakan barbel sebagai senjatanya. Aku dan Karin memeriksa tempat fitness." Ucap Diane.

"Setelah memeriksa kedua ruangan fitness, salah satu barbel yang ada di tempat fitness pria telah menghilang." Lanjut Karin.

"Terima kasih atas informasi kalian." Sahut Seila tersenyum.

"Tch! Memuakkan sekali senyumannya itu!" Batin Diane kesal.

"Selanjutnya..." tanya Fiki.

"Oh iya. Sebelum Lusian di temukan tewas ia memberitahukan juga isi dari kertas rahasia milik Aldo." Terang Huda.

"Apa tulisannya?" Tanya Rifki yang kembali semangat.

"Tulisannya yaitu 'Aku sangat lemah dalam olahraga'. Itulah yang tertulis di kertas ini." Jawab Huda.

"Jadi itu sebabnya ia mati di kolam renang. Mungkin saja ia akan belajar renang dengan seseorang yang jago berenang." Sahut Fiki.

"Hmm... tapi aku juga menemukan sesuatu yaitu secarik kertas di dekat tempat duduk kolam renang." Tambah Seila.

"Entah kenapa aku sangat penasaran? Apakah itu kertas milik korban?" Tanya Uli antusias.

"Aku tidak tahu. Tapi tulisan itu berbunyi 'Menjebak orang hilang mengalami trauma berat'." Jawab Seila.

"Sungguh menakutkan," komen Karin. Tubuhnya seakan mengigil setelah mendengar kalimat itu.

"Apa kau tidak apa-apa, Karin-chan?" Tanya Diane khawatir. Karin sendiri hanya menggelekan kepala saja.

"Menurutku itu mungkin rahasia kelam milik korban." Analisis Oriza.

"Iya, aku setuju dengan analisis Oriza." Sahut Rifki.

Semuanya kini terdiam memikirkan pelaku pembunuhan kali ini yang memakan dua korban sekaligus. "Ayo berpikirlah!" Gumam Fiki. Ia selalu begitu saat berpikir tentang hal yang menyulitkan.

"Anu... apa kalian merasakan kehilangan secarik kertas rahasia kelam kalian." Tanya Uli sedikit ragu. Mereka pun memeriksa kertas milik masing-masing.

"Aku ada," sahut Diane. Karin cuma mengganggukan kepala saja.

"Punyaku masih tersimpan dengan aman," ujar Oriza.

"Iya aku juga." Tambah Rifki dan Fiki berbarengan.

"Bagaimana dengan kalian?" Tanya Fiki melirik ke arah Huda, Seila, Nico, Teguh serta Vero.

Vero dan Teguh hanya menunjukkan kertas milik mereka. "Tentu saja ada." Seru Huda.

"Aku pun masih ada." Lanjut Seila.

Kini tersisa Nico saja yang belum menunjukkan kertas miliknya. "Anoo... punyaku menghilang." Ucapnya gugup. Biji-biji keringat menempel di dahinya.

"Apakah ini milikumu?" Tanya Uli menunjukkan secarik kertas yang agak lecek.

"Mungkin..." jawab Nico ragu.

"Coba kau baca isi dari kertas itu!" Seru Teguh memancing.

"Iya, aku jadi penasaran dengan isi tulisannya." Tambah Vero menyeringai tipis.

"Ja-jangan!" Teriak Nico panik. Ia langsung merebut kertas yang berada di tangan Uli. Namun, itu bisa dihentikan dengan mudah oleh Teguh.

"Aku mulai paham," ucap Huda tiba-tiba. Semua mata melirik padanya.

"Iya, aku jadi paham dan curiga kepada seseorang." Kata Seila.

"Sepertinya diskusi kali ini selesai." Lanjut Fiki.

Nico memberontak dari dekapan Teguh yang erat. Walaupun tubuh Nico gemuk, tetapi ia memiliki tenaga yang cukup kuat. Jadi ia bisa terlepas dari Teguh.

Oriza dan Rifki menghalangi Nico dengan menutup jalan ke tempat Uli. "Cepat menyingkir kalian!" Bentak Nico penuh amarah.

"Menakutkan!" Seru Karin memeluk tubuh Diane. "Tenanglah," ujar Diane pelan.

Tanpa di duga Fiki telah berhasil mengambil kertas itu dari Uli. Ia membuka dan sedikit tercegang melihat isi dari tulisan itu.

"Ayo cepat di baca!" Teriak Vero tak sabaran.

Fiki acuh dengan teriakan Vero. Ia pun mulai membacanya. "Baiklah, dengarkan kalian semua baik-baik--" Jeda Fiki. "--- 'Membalaskan dendam kepada seseorang yang membuat orang tersayang menderita'." Lanjutnya.
.
.
.
.

"Fufufu... waktu kalian tinggal 2 menit lagi. Aku sarankan untuk segera memilih siapakah pelaku pembunuhan kali ini. Aku rasa kalian sudah mengetahuinya dengan jelas." Kata Kumatobi.

Suasana kian memanas. Setelah Fiki membaca isi dari secarik kertas yang merupakan rahasia kelam dari seseorang kini telah terbongkar.

Nico pun diam. Ia tak berusaha memberontak atau membuat kericuhan lagi. "Hahahaha...." tawa Nico putus asa.

"Ke-kenapa dia tertawa?" Tanya Uli heran.

"Pelaku pembunuhan Kaguhiro Aldo dan Chinatsu Lusian adalah kau... Matsuda Nico!" Kata Huda menunjuk sang pelaku yaitu Nico.

"Hahahaha.... Kau memang jenius." Puji Nico.

"Fufufu... waktu kalian sudah habis. Saatnya pemilihan sang pelaku di mulai." Kata Kumatobi memotong pembicaraan mereka.

Kini mereka telah memilih satu nama yang merupakan pelaku pembunuhan kali ini. Layar monitor di atas singgahsana Kumatobi berputar dan terhenti. Layar itu menampakkan wajah Matsuda Nico. Walaupun Nico tak memilih, ia telah pasrah akan hasilnya.

"Tepat sekali! Pembunuh Kaguhiro Aldo dan Chinatsu Lusian adalah... Matsuda Nico, Super Akja Gamers." Ucap Kumatobi.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

Wah pelaku pembunuhan kedua kali ini sudah di ketahui. Bagaimana pengakuan sang pelaku dan hukuman yang akan diberikan oleh Kumatobi? Saksikan di chapter selanjutnya! 😀😉😁

Selamat membaca! 😎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro