Peristiwa Mengejutkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidak mungkin..." ucap Fiki mendadak diam seribu bahasa. Pandangannya tertuju tepat di lantai ruang lab yang dingin.

Di dalam Lab, terdapat sosok tubuh perempuan yang tergeletak di lantai. Terlihat kepala yang berdarah dan genangan darah yang berada di lantai dekat sosok itu.

Pom! Pom!

"Fufufu... telah ditemukan korban baru di dalam lab." Kata Kumatobi.

Mereka yang mendengar informasi tersebut langsung mengarah ke tempat kejadian. Huda dan Seila yang pertama datang. Lalu disusul oleh Nico, Karin, Diane, Oriza, Rifki. Selanjutnya Teguh, Vero dan Uli.

"Lusian..." gumam Seila menutup wajahnya yang sudah di basahi air mata.

"Padahal aku baru saja bertemu dengannya. Tapi dia... telah... tewas." Ujar Huda terkejut. Semua mata mengarah ke Fiki yang masih berdiri mematung di depan.

"Apa yang telah kau lakukan?" Tanya Diane emosi.

Fiki membalikan badannya ke arah mereka. "Aku bukanlah pembunuh!" Seru Fiki menatap tajam Diane.

"Lalu kenapa kau bisa ada di sini?" Tanya Karin.

"Lebih baik kita biarkan Fiki tenang dulu," ucap Oriza.

"Ya sudah!" Sahut Diane. Ia melangkah keluar lab dan Karin menemaninya.

Ting!

Sebuah bunyi pemberitahuan dari masing-masing kartu identitas mereka. Rifki membaca isi pesan itu beserta lainnya.

To : Murid Berbakat

"Telah ditemukan korban baru yaitu Lusian, Super Akja Traditional Dancer. Dia tewas dalam keadaan luka di kepala akibat benda tajam. Diperkirakan korban tewas pada pukul 9 pagi dan ditemukan pada pukul 09:15 pagi.

From : Kepala Sekolah 😊

Pom! Pom!

"Karena muncul korban selanjutnya. Saya akan menambahkan waktu 1 jam bagi kalian untuk menyelidiki kedua kasus ini. Sampai jumpa," kata Kumatobi.

"Sial! Siapakah pelaku pembunuhan ini?" Geram Teguh. Ia meninju tembol hingga tangannya terluka.

"Sebaiknya, kita pergi untuk mencari petunjuk dengan berdua atau tidak  berkelompok saja." Usul Uli.

"Hmm... aku setuju dengan usulmu itu." Komen Oriza.

"Maaf aku keberatan!" Sanggah Vero.

"Memang kenapa?" Tanya Nico.

"Aku tidak suka berkelompok. Lebih baik aku sendiri, sampai jumpa." Jawab Vero tegas. Ia pun pergi meninggalkan mereka.

"Tch! Aku curiga dengannya!" Ujar Teguh.

"Baiklah, kita mulai mencari petunjuk sekarang kelompok mulai dari sekarang. Waktu kita hanya tinggal 1,5 jam lagi." Ucap Huda mengingatkan.

"Ya!" Balas Rifki singkat. Ia pergi di temani oleh Oriza dan Uli yang mengikuti. Teguh dan Nico berjalan ke arah kanan. "Kenapa aku harus dengannya?" Batin Nico lirih.
.
.
.
.

Tersisa Huda, Seila dan Fiki. Huda sengaja menahan Fiki karena ingin menanyakan sesuatu.

"Fiki..." panggil Huda pelan. Fiki menoleh ke arah Huda. "Ada apa?" Tanya Fiki acuh.

"Aku ingin bertanya padamu," ucap Huda pelan.

"Kubilang aku bukanlah pembunuhnya!" Teriak Fiki emosi.

"Hei, kami tidak menuduhmu. Kami percaya padamu." Sahut Seila tersenyum tulus.

"Benarkah?" Tanya Fiki ragu. Ia memandang kedua mata Huda dan Seila bergantian. Ia tak menemukan adanya kebohongan di sana.

"Iya.." jawab Huda yakin.

"Baiklah aku percaya," seru Fiki. "Apa yang ingin kalian tanyakan?" Tanyanya.

"Kami hanya ingin tahu, kenapa kau bisa berada di sini?" Tanya balik Huda.

"Saat itu aku ingin pergi ke lab untuk mencari petunjuk. Tapi, aku melihat setetes darah di lantai. Jadi aku mengikutinya, tanpa kusadari ternyata sampai di lab. Setelah itu kalian tahulah bagaimana kelanjutannya." Jawab Fiki memberikan pengakuan.

"Hmm... apa kau sudah memahaminya?" Tanya Huda ke Seila.

"Sedikit... Padahal sebelum Lusian terbunuh, kami masih berbicang-bicang. Tapi dia telah tewas terbunuh." Jawab Seila.

"Aku pikir pelakunya sama." Ucap Huda.

"Tapi kenapa dia membunuh Lusian juga?" Tanya Seila.

"Mungkin Lusian menemukan suatu petunjuk. Dan kebetulan ia bertemu dengan pelaku. Lalu sang pelaku membunuhnya untuk menghilangkan barang bukti itu." Jawab Huda menganalisis.

"Hmm... Apa kalian sudah menemukan suatu benda yang digunakan untuk membunuh?" Tanya Fiki penasaran. Huda dan Seila mengelengkan kepala.

"Mungkin kita bisa mencarinya di lab ini." Usul Seila.

"Iya, aku juga sudah memeriksa keadaan tubuh korban. Dia terkena suatu benturan keras di kepalanya-" Jeda Huda.

"Tapi aku menemukan suatu benda yang bisa menjadi petunjuk." Lanjutnya.

"Apa itu?" Tanya Seila dan Fiki kompak.

"Serpihan kaca. Ini seperti tabung kimia yang ada di lab." Jawab Huda tenang.

"Ahh!! Coba lihat di sana!" Seru Fiki menunjuk salah satu meja di lab.

Mereka mendekati meja tersebut. Di sana terdapat berbagai macam tabung kimia dengan berbagai bentuk. "Salah satu tabung menghilang." Kata Seila.

"Iya, berarti benar dia membunuh Lusian menggunakan tabung kimia." Ucap Huda.

"Lalu dimana ia menyembunyikan pecahan tabung kimia yang lain?" Tanya Fiki berpikir.

"Kita chek saja tempat ini." Ide Seilam

"Oke! Sang pelaku telah ceroboh dalam menghilangkan barang bukti." Gumam Huda.

Ketiganya pun mencari barang bukti berupa pecahan tabung kimia yang digunakan oleh pelaku membunuh Lusian.
.
.
.
.

Di tempat lain...

Rifki masih saja termenung. Ia berjalan dengan tatapan kosong. Oriza yang daritadi hanya diam menahan emosi. Kini ia berbalik arah dan langsung memukul perut Rifki.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Rifki tajam.

"Kau itu seperti mayat hidup. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?" Oriza balik bertanya. Ia menatap tajam sosok Rifki di depannya.

"Aku..." jawab Rifki ragu-ragu.

"Baiklah, kalau kau tidak ingin menceritakannya. Sebaiknya kau ke kamar saja." Seru Oriza. Ia pergi meninggalkan Rifki yang berdiri terdiam.

"Maafkan aku," ucap Rifki lirih.
.
.
.
.

Di lorong kamar...

Nico sudah masuk ke dalam kamar. Tersisa Uli dan Teguh yang hanya terdiam saja.

"Teguh..." panggil Uli ragu.

"Hmm..." gumam Teguh.

"Aa--"

"Cepat katakan!" Bentak Teguh. Ia geram melihat Uli yang ragu.

Uli menarik napas sejenak. "Aku menemukan barang bukti yang penting." Ungkap Uli pelan.

Teguh menatap Uli dengan rasa penasaran. "Perlihatkan!" Seru Teguh.

Uli berjalan terlebih dahulu menuju kamar. Ia keluarkan kartu identitas miliknya.

Srek!

Mereka pun masuk ke dalam. Uli segera memperlihatkan secarik kertas dan sebuah benda bernoda merah.

"I-inikan..." ujar Teguh terkejut. "Darimana kau menemukan ini?" Tanyanya.

"Aku menemukannya di dalam gudang yang ada di kolam renang." Jawab Uli tenang.

"Kenapa kau memberitahukan ini kepadaku? Bisa jadi akulah pembunuhnya itu." Kata Teguh heran.

"Entahlah, aku merasa kau bisa dipercaya." Balas Uli yakin.

"Hmm... baiklah. Sebaiknya kita tidak memberitahukan ini dulu kepada yang lain." Ujar Teguh. Uli hanya menganggukan kepala tanda setuju. Teguh pun keluar kamar dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di otak.

"Fiuh! Aku merasa lega." Ucap Uli.
.
.
.
.

Di kelas...

Vero duduk termenung. Ia seperti memikirkan sesuatu hal yang penting. "Ini sedikit membingungkan," gumam Vero.

"Aldo... lalu Lusian..." lanjutnya.

"Keduanya tewas terbunuh oleh satu pelaku yang sama. Kurasa pelakunya lelaki." Kata Vero.

Vero menganalisa menurut yang ia tahu. Ia sebenarnya bertemu Aldo pukul 5 pagi. "Dia terlihat mencurigakan pada saat itu. Dan aku juga melilah seseorang walaupun sedikit sama. Aku yakin pasti dia pelakunya." Analisis Vero.

"Semoga kalian cepat kemari," ucapnya.
.
.
.
.

Di Ruang Fitness...

Diane dan Karin memeriksa ruangan itu. Keduanya memiliki pemikiran yang sama atas benda yang di pakai korban untuk membunuh Aldo.

"Apa kau sudah menemukan hal mencurigakan, Diane?" Tanya Karin.

"Belum. Kau sendiri?" Diane balik bertanya.

"Sama sepertimu.. Tapi aku yakin sekali pelaku menggunakan salah satu benda peralatan fitness di sini." Jawab Karin yakin.

"Hmm... Barbel di sini jumlahnya ada di ruang fitness wanita." Gumam Diane.

"Kita periksa juga ruangn fitness laki-laki." Ucap Karin.

"Ehh!! Kita kan tak boleh ke sana." Sahut Diane terkejut.

"Tenang saja, selama penyelidikian ruangan apapun terbuka tanpa kartu identitas." Balas Karin tersenyum.

Keduanya segera menuju ke ruang fitness laki-laki. Mereka melihat barbel yang berada di pojok kanan ruangan.

"Jumlahnya hanya 3. Jadi kemungkinan pelaku adalah..." kata Karin

"Adalah laki-laki!" Tambah Diane.

"Ini penemuan yang mengejutkan!" Seru keduanya senang.

"Ayo kita beritahukan kepada Huda." Ajak Diane.

"Hmmm.... aku tak mau. Bisa jadi dia pelakunya," ucap Karin menolak.

Diane menarik napas lalu menghempaskannya. "Baiklah," sahut Diane.
.
.
.
.

Pom! Pom!

"Waktu kalian sudah habis. Saatnya sidang kedua di mulai." Kata Kumatobi melalui speaker.

Semuanya pun berkumpul di pintu misterius. Perasaan takut, cemas, terkejut dan penasaran telah bercampur menjadi satu.

Srekk!! Ting!

Pintu misterius terbuka. Kesebelas murid berbakat lainnya telah memasuki lift. Dan turun menuju lantai paling bawah.

Ting!

Satu persatu mereka mulai keluar dari lift. Sekarang posisi mereka menempati lingkaran yang akan di jadikan tempat sidang kedua.

"Fufufu... Saatnya sidang kedua di mulai..." ucap Kumatobi dengan menyeringai lebar dan hawa pembunuhan mengelilingi dirinya.

Tok! Tok!

Kumatobi duduk di singgah sananya. Ia pun mengetuk palu. Saatnya mereka menentukan siapa pelaku pembunuhan kedua.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

Maaf baru bisa update 😀

Selamat membaca! 😎😊😉

#11 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro