Bab 50: Cinta Surga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy Reading, Kawan 😍

***

"Ahhh, ternyata gini rasanya hidup tanpa istri. Harus sambil ngurus anak pula." Kale asyik menggerutu setelah bajunya terkena cairan kemih dari bayi yang sekarang menjadi anaknya ketika mengganti popok. "Lagian Adek kenapa harus pergi, sih? Mas mana bisa ngurusin ini bayi sendirian."

Mungkin bayi yang berada di hadapannya tahu jika dirinya sedang menjadi objek kekesalan sehingga senyum kecilnya mengembang meski matanya terpejam. "Idih, malah senyum-senyum! Ngeledek aku, ya!" Kale tentu sana tidak terima ditertawakan oleh bayi yang baru berusia tujuh hari. Ulangi lagi, ya, TUJUH HARI. Gila, gak tuh, sekecil itu aja sudah bisa mengejek orang tua, entah bagaimana jika besar nanti.

Dari pada makin dibuat emosi oleh seorang bayi, Kale memilih untuk segera berganti baju. Dibukanya lemari pakaian miliknya kemudian menarik asal kaos putih di tengah tumpukan. Alhasil, susunan baju-baju itu rusak dan beberapa jatuh ke luar lemari. Bahkan tumpukan di sebelah baju yang diambilnya juga ikut jatuh. "Elah, nambah-nambahin kerjaan aja." Kale masih saja menggerutu. Namun kali ini objeknya adalah pakaian.

Kale mengambil semua pakaian yang berhamburan itu satu persatu. Beberapa potong baju sudah kembalikan ke dalam lemari ketika ia melihat sebuah buku tabungan. Begitu dibuka, ia segera memindai kolom pemilik pemilik rekening. Tertulis nama Athena Lesha. "Adek punya rekening baru? Kok aku gak tahu, ya?" Kale tidak pernah sekadar tahu jika istrinya itu membuat buku tabungan baru.

Mencoba memutar ingatan kembali, Kale mengira-ngira kapan rekening itu dibuat. Hingga ingatannya jatuh pada momen awal kehamilan Lesha yang penuh drama. "Dari Linda kalo gak salah? Eh, bukan tapi Lina? Lena? Ahhh Liliana." Akhirnya ingat juga Kale akan si pemberi buku rekening ini.

Buku kecil itu terus Kale buka hingga berhenti pada transaksi terakhir yang tercatat. Nominal yang tertera sebagai saldo akhir begitu besar. Bahkan lebih besar jika tabungan yang ia dan Lesha miliki digabung. Jika digabung dengan tabungan Jiddan juga masih kalah jumlah sepertinya.

"Liliana kalo gak salah memperkenalkan diri sebagai sepupu Zami. Zami itu ... " Tatapan Kale kembali mengarah pada bayi yang masih memejamkan mata itu. "Bapaknya itu bocah. Berarti ini hak dia dong."

Kale kemudian menimbang-nimbang antara memberikan menyimpan kembali buku ini ke tempat semula atau ia sembunyikan saja. Lagi pula, ia merasa lebih dari mampu untuk menghidupi seorang bayi tanpa perlu menggunakan uang dari rekening tersebut. Tanpa disangka, secarik kertas terjatuh.

Tanpa bermaksud buruk, Liliana hanya ingin memberi tahu jika Kak Zami dimakamkan di kota ini atas keinginannya. Ini lokasi persisnya.

Itu yang tertulis di balik kertas bertuliskan alamat tersebut. "Apa pentingnya orang itu mau dimakamkan di mana?" Belum habis kekesalan Kale terhadap bayi itu, ini ditambah Bapak bayinya yang sudah almarhum ikut berbuat ulah. Emosinya semakin memuncak tatkala bayi laki-laki berumur tujuh hari itu kembali tersenyum dalam tidurnya. "Seneng, ya, ketawain orang tua! Jangan harap hidupmu bisa tenang." Kale menatap tajam makhluk tidak berdosa itu.

"Mas ngapain, sih, marah-marah sama bayi?" Kale yang mendengar suara perempuan yang begitu dicintainya langsung membalikkan badan menghadap sumber suara. Kale hanya mampu memasang senyum kuda.

"Adek ke mana saja? Kenapa biarin Mas sendirian? Mas dikencingi bayi itu tahu gak." Lesha hanya menghela napas mendengar aduan sang suami. Sedari tadi ia memperhatikan tingkah suaminya yang asyik menggerutu dari ambang pintu kamar. Semenjak pulang dari rumah sakit, suaminya itu memang kerap mencari-cari perhatian. Ada saja tingkahnya, terutama ketika ia asyik bermain bersama anaknya.

"Mas, kita kan udah sepakat untuk merawat yang kamu sebut 'bayi itu' sama-sama. Katanya Mas mau jadi ayah yang baik, gak kalah sama Abang. Jadi panggilannya yang betul dong, kan dia juga punya nama." Lesha mencoba memberi pengertian. Ia sadar jika tingkah yang Kale lakukan semata-mata karena tidak ingin perhatain yang sebelumnya hanya tertuju padanya kini berkurang. Ia harus lebih pandai mengatur waktu agar suaminya itu tidak terus-menerus cemburu.

Kale yang kini berada dalam dekapan sang Istri mencoba mengatur napas dan emosinya. Memang tidak seharusnya cemburu pada orang yang sudah tidak bernyawa ataupun bayi yang tidak tahu apa-apa. “Iya, Adek. Maaf, ya, Mas jadi sering ngomel. Harusnya Mas bantu Adek urus Dedeknya. Mas juga inget banget gimana Adek tutup mata abis lahiran. Mas udah panik banget. Eh, tahunya Adek cuma tidur karena kecapean.”

"Maafin Adek juga kalau bikin Mas merasa diabaikan. Adek bakal berusaha lagi supaya Adek bisa membagi waktu dengan baik." Lesha mengelus punggung sang suami sembari menenggelamkan diri dalam dekapannya  hangatnya. Wajahnya mengulas senyum dengan netra memaku tatapan Kale.

Kale membalas tatapan Istrinya itu. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya dengan sang Istri. Ia berniat mengambil barang satu dua kecupan. Sayangnya, keinginan tersebut tidak terlaksana sebab bayi yang sedari tadi terlelap dengan tenang kini sudah membuka mata dengan tangis menggelegar. Mau tidak mau ia harus melepaskan istrinya yang mulai memberontak dari pelukannya.

"Ya Allah Adek ... Dedek ... " Kale mengusap kasar wajahnya dan menghela napas frustasi.

***
"Mas, ayolah, kita pergi ke alamat itu. Sekali ini aja gak apa-apa, kok," bujuk Lesha.

"Ngapain lag, sih, Dek? Yang udah pergi ya udah gak usah dicari lagi." Kale membalikkan badan hendak menjauhkan dari sang istri.

Pasangan suami istri ini baru saja selesai makan malam. Lesha sedari tadi sedang membujuk suaminya itu agar bisa ziarah ke makam Zami. Kale tidak ingin pergi karena menganggap tidak ada keuntungan yang bisa didapat setelah mengunjungi nama itu. Sebelumnya, ia tidak berniat memberi tahu kertas yang ditemukannya dalam rekening pemberian Liliana kepada istrinya. Sayangnya, sang istri sudah keburu tahu, entah dari mana.

"Mas, sekali ini aja, Adek janji, deh. Adek cuma pengen melepas semua kenangan buruk yang ada di masa lalu. Adek pengen kita memulai semuanya dengan tenang. Gak ada lagi ganjalan dari masa lalu." Kalau rayuannya kali ini ditolak lagi, Lesha pasrah saja. Tidak akan berusaha membujuk suaminya lagi untuk memenuhi keinginan tersebut.

"Ya sudah, kali ini aja. Gak boleh lama juga dan harus Mas antar." Kale menyerah. Ia todak boleh egois. Keinginan istrinya bukan sesuatu yang berat sebetulnya. Niatnya juga baik, demi masa depan pernikahan mereka juga.

***
"Kalian mau ke mana? Kenapa butuh mobil segala? Bayi umur seminggu masa mau kalian bawa jalan-jalan?" Jiddan heran ketika Adiknya itu menghubungi. Katanya hendak meminjam mobil karena mau pergi bersama anaknya. "Kamu juga, Kal. Beli mobil sendiri kenapa. Kayak orang gak mampu aja. Udah ada anak juga."

"Santai, Bang. Mobilnya masih dalam proses, kok," sahut Kale yang langsung mendapat pelototan dari Lesha. "Ya udah, Bang, pamit dulu, ya. Assalamualaikum." Kale langsung mengarahkan istrinya itu untuk segera masuk mobil. Meninggal Jiddan di teras rumah dengan kunci motor tergeletak di atas meja. Sekaligus menghindari omelan istrinya perihal rencananya membeli mobil tanpa diskusi terlebih dahulu.

Kale membawa mobil membelah jalan sore hari. Jalanan masih lengang sebab belum masuk waktu pulang kerja. Beberapa menit berlalu dengan cepat. Sepasang suami istri yang membawa seorang bayi ini tiba di tempat pemakaman umum.

Melangkah perlahan menyusuri beberapa deret makam menuju blok sesuai yang ditulis dalam kertas pemberian Liliana. Akhirnya mereka tiba disebuah makam yang mulai ditumbuhi rumput. Pasangan itu berjongkok di sisi makam dan mulai berdoa. Selesai berdoa, Kale dan Lesha saling menatap.

"Kak Zami, terima kasih sudah pernah hadir. Maaf kalau aku banyak salah." Lesha mengalihkan pandangan lebih dahulu dari suaminya.

Semilir angin sore terasa lembut menyentuh kulit. Cahaya matahari keorenan mulai tampak. Lesha sedikit teringat momen kebersamaannya dengan Zami.

"Terima kasih sudah membantu aku mencari jawaban tentang perubahan sikap suamiku selama ini. Sekarang aku sudah mendapat jawabannya.

"Terima kasih juga memberikan hadiah luar biasa dalam hidupku. Sudah membantu terkabulnya doaku tentang anak. Meski cara yang kamu gunakan tidak mudah dimaafkan, tapi baik aku dan Mas Kale akan berusaha memaafkan dan mengikhlaskan apa yang sudah berlalu." Lesha mengatakan semua itu dengan terbata. Dadanya terasa begitu sesak ketika mengingat momen malam itu. Air mata sudah mulai menggenangi sudut mata.

Kale juga ikut merasakan sesak di dadanya. Ia merangkul sang istri dengan satu tangan. Sementara tangannya yang lain menggendong bayi.

Lesha yang mendapat dekapan dari suaminya menoleh. Mereka bertatalan sejenak. Ia bisa merasakan kekhawatiran sang Suami. Seulas senyum coba ia keluarkan untuk menenangkan Kale.

Masih dengan menatap Kale, Lesha kembali mengeluarkan suara. "Aku dan Mas Kale, mau ngenalin ... " jeda sejenak dalam ucapannya untuk kembali menatap nisan yang bertuliskan Zami Az Zayyan itu. "Anak kita," lanjutnya.

Kata 'kita' yang diucapkan Lesha bukan hanya merujuk pada ia dan Kale saja, tapi Zami juga termasuk kedalamnya. "Bayi ini aku kasih nama ... "

Lesha dan Kale kembali saling menatap sembari mengulas senyum. Sebelum akhirnya mereka kembali memandang nisan Zami dan bersama-sama mengucapkan, "Darya Rayyan Elvano yang artinya laki-laki berbudi pekerti luhur, yang diharapkan bisa membawa keluarganya menuju gerbang surga, dan merupakan hadiah terindah dari Tuhan."


Tamat

Alhamdulillah, akhirnya cerita ini berhasil tamat.

Terima kasih banyak buat kamu yang sudah mengikuti perjalanan kisah Kale-Lesha sampai sejauh ini. Aku juga minta maaf ada kalau kesalahan kata maupun kesalahan-kesalahan lain yang mungkin enggak aku sadari.

Bagaimana kesan kamu terhadap cerita ini?
Kamu boleh menyampaikan apa saja terkait cerita ini di kolom komentar. Aku tunggu.

Oh, iya, aku juga punya cerita baru, judulnya "Laire Badar". Ceritanya itu tentang mahasiswi semester tiga yang dipaksa menikah dengan asisten dosennya. Padahal mahasiswi ini lagi dekat sama kakak tingkatnya.

Buat baca kisah lengkapnya kamu bisa cek profil aku.

With Love,
Laeli minu ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro