• 1 •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Astaga, apa aku kedengaran seperti haus perhatiannya? Tessa menghentikan gerakan liar tangannya yang sedari tadi sibuk menari di atas scratch book yang dihiasi dengan dedauan kering-buku yang selama ini bertugas untuk menampung segala keluh kesahnya-lantas memutuskan untuk menyelipkan pena yang baru saja digunakannya sebelum menutup buku dan menyelipkannya ke dalam tas.

"Sudah bisa jalan?" Gadis yang baru lima menit yang lalu dinyatakan sebagai penumpang Tessa malam ini menginterupsi dari kabin belakang.

"Oh, Bisa. Kita jalan sekarang, Bu." Cekatan, Tessa menggeser porsneling ke posisi D dan melajukan mobil sport keluaran Eropa milik bos-nya. Tessa sebenarnya geli harus memanggil "ibu" pada wanita yang jelas-jelas tampak lebih muda darinya. Tapi mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi tuntutan pekerjaannya, untuk selalu sopan, kepada calon teman tidur atasannya sekalipun.

Gadis itu sendiri tampak tidak terganggu dengan sebutan 'ibu' dari Tessa, entahlah karena dia merasa sudah cukup pantas dipanggil dengan sebutan ibu, atau justru dia merasa dihormati dengan panggilan itu. Terserah, Tessa tidak mau ambil pusing.

Melalui rear-vision mirror, Tessa mulai menilai calon teman tidur atasannya kali ini. Tidak biasanya atasannya itu memilih perempuan yang lebih mirip ABG labil seperti Julia-Julia ini. Lihat saja cara pakaiannya; dia hanya mengenakan crop tee yang memperlihatkan perut, juga celana super pendek yang tidak bisa menutupi bongkahan bokongnya, penampilan itu hanya terselamatkan sebuah sepatu boot tinggi yang membuat kakinya tampak jenjang.

Iseng, Tessa bertanya, "Apa perlu saya naikkan suhu AC-nya?" takutnya kamu masuk angin, tambahnya dalam hati.

"Boleh, dikit."

Tuh, kan. Udah tahu malem-malem begini, pakai pakaian minim bahan segala, cela Tessa dalam hati, tapi hanya disampaikannya melalui senyum tipis.

Tidak lupa Tessa menyentuh tanda pengendali suhu di monitor yang tertanam di dashboard, menghangatkan. Biarpun masuk anginnya Julia bukan urusannya, tapi dia merasa perlu untuk membuat kegiatan malam Julia dengan bosnya berjalan lancar, supaya dirinya tidak diganggu hanya untuk urusan mengobati sakit perut Julia nanti.

Tidak lebih dari tiga puluh menit, mobil yang mereka tumpangi tiba di apartemen tempat tinggal Bastian. Apartemen yang merupakan milik keluarga Prasraya---nama belakang bosnya itu. Secara khusus bungsu keluarga konglomerat itu meminta setengah bagian rooftop pada salah satu tower sebagai tempat tinggalnya, dan di-desain sesuai kemauannya. Permintaan yang tergolong sepele itu, langsung dikabulkan ayahnya, karena dia merupakan salah satu penerus.

Baru saja lift yang mereka tumpangi berhenti di lantai puncak, Bastian langsung menyambut dengan telanjang dada, seperti tidak sabar untuk memulai percintaan panasnya dengan gadis muda itu.

Selagi Bastian mencumbui gadisnya dari depan pintu untuk digeret ke kamar, Tessa buru-buru meraih jaket yang ditinggalkannya tersampir di meja bar, kemudian meraih kunci sepeda motor yang disangkutkannya di antara gantungan kunci di dekat pintu keluar, tidak lupa menukar sandal rumah dengan high heels. Saat melakukan kegiatan menukar sepatu, pasangan mesum itu sudah berpindah ke sofa.

"Buru-buru amat. Mau ke mana?" Suara Bastian tiba-tiba terdengar mendekati pintu tempat Tessa sedang sibuk dengan tali sepatunya.

Bukannya kamu yang buru-buru? Adalah kalimat yang ingin dilontarkan, tapi Tessa malah menjawab dengan, "Pulang, Pak. Sudah malam," dengan sopan.

"Kenapa kamu nggak nginap di sini aja? Tuh, kamar kamu kan udah saya sediain dari kapan hari," Bastian mengedikkan dagunya pada salah satu sudut apartemen, menunjukkan sebuah pintu kamar yang sudah sering kali ditawarkannya sebagai tempat tinggal sang asisten.

Tessa tersenyum ringan, "Hm, saya sudah cukup nyaman tinggal di kamar kos saya, Pak."

"Kalau gitu kamu bawa salah satu mobil saya deh, masa pulang naik motor? Nanti diculik begal gimana?"

Kalau memang kamu seperhatian itu, kenapa justru memanggilku malam-malam begini hanya untuk menjemput teman tidurmu, Bastian!!! kesal Tessa dalam hati. Tapi seperti biasa, dia tidak akan mengeluh langsung di depan Bastian. Tidak ingin kehilangan pekerjaan, dia memutuskan untuk tersenyum sopan sekali lagi, "Aman. Saya bisa beladiri, Pak."

Bastian berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aneh, di mana-mana pekerja itu minta difasilitasi. Nah kamu, ditawarin fasilitas malah nolak."

Auto-senyum! Perintah dari otak Tessa. "Kalau gitu saya permisi, Pak."

"Tunggu!" cegah Bastian lagi. Kali ini pria itu melipir ke buffet di dekat televisi untuk mengambil dompetnya, mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan, kemudian menyodorkan uang tersebut pada Tessa, "Buat isi bensin!" katanya.

Terbiasa dengan siatuasi seperti ini, Tessa tahu tidak ada gunanya menolak. Dia hanya akan berakhir pulang lebih lama karena bosnya itu akan berkeras menawarkan apa saja yang penting ada untuk dibawa pulang, maka dia menerimanya.

"Terimakasih, Pak," ucap Tessa saat menyelipkan uang pemberian Bastian di dalam saku celana kulot panjang-nya.

Baru saja Tessa memutar tubuhnya untuk meraih gagang pintu, Bastian sudah mengoceh lagi, "Jam segini ada penjual nasi goreng kambing nggak sih?"

Heh! Dasar kambing! ML aja sonoh! Pake nanya nasi goreng kambing segala lagi!!! Kepala Tessa mulai terbakar.

Untunglah Julia datang menolong. Gadis muda itu melompat saat menjatuhkan tubuhnya di punggung Bastian, membuat kening pria itu berkerut menahan bobot tubuh wanita itu.

"Aku udah nggak tahan liat kamu telanjang dada gini," bisik Julia, yang bisa didengar Tessa dengan jelas.

"Selamat bersenang-senang. Saya permisi." Kali ini tanpa menoleh lagi, Tessa langsung memanjangkan langkahnya keluar, meninggalkan apartemen Bastian.

**

"Kok nggak semangat gitu makannya, Bro? Bukannya semalam baru dapat jatah?" Gio-sahabat kental Bastian-mengomentari nafsu makan pria yang duduk lemas di hadapannya. Tidak biasanya Bastian hanya memandangi potongan ikan salmon yang selalu menjadi favoritnya karena dipercaya berguna untuk meningkatkan libido.

"Heran gue, belakangan ini seks rasanya hambar," curhat Bastian sambil menancapkan pisaunya pada potongan ikan.

"Kan gue bilang juga apa? Makanya pake perasaan. Jangan asal colok-colok aja!" kontras dengan cara makan Bastian, Gio justru tampak sangat bersemangat malam ini.

"Asal colok gimana maksud lo? Kayak lo nggak tahu aja gue selalu ngecek latar belakang calon pacar-pacar gue. Gue nggak bakal jadian sama Julia kalau dia nggak aman," protes Bastian. Kekesalannya disalurkan dengan cara mengiris-iris potongan ikan di atas piringnya dengan brutal. Bastian lantas meletakkan pisaunya dengan kasar sebelum melanjutkan curhatnya. "Ada yang aneh dengan gue. Belakangan gue merasa hampa. Kosong. Gue pikir mungkin dengan pacaran dengan ABG bisa membuat hidup gue lebih menggairahkan. Tapi ternyata sama aja. Gue malah udah bosan sama dia."

Gio menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar curahan hati sang sahabat, "Makanya nyari cewek untuk dinikahin, Bro. Bukan sekadar untuk ditidurin."

"Maksud lo?" kening Bastian berkerut, tak suka.

"Maksud gue, bukan sekadar ngecek latar belakang, tapi lo kudu ngecek perasaan dia juga. Bener-bener sayang sama elo, apa sekadar buat have fun aja?" Gio tampak mulai serius saat melanjutkan pertanyaannya, "Lo sendiri, kapan bener-bener pacaran karena sayang?"

"Menurut lo gue nggak bener-bener sayang sama pacar gue? Kalau gue nggak sayang, mana mungkin gue rela menghabiskan limit kartu kredit platinum gue dalam sehari cuma buat belanjain dia?"

Gio mulai menggaruk keningnya yang tidak gatal, tidak habis pikir. Sejak kapan ukuran perasaan sejalan dengan limit kartu kredit? Sahabatnya yang satu ini memang sudah tergolong dewasa dari segi usia. 28 tahun. Tapi sikapnya lebih kekanak-kanakan daripada siswa SMA. Bukan hal baru kalau Bastian suka gonta-ganti pacar, tapi Gio pun paham kalau tidak satu pun dari pacar Bastian pernah benar-benar memiliki hati sang sahabat.

Mencoba membuktikan keyakinannya, Gio bertanya, "Jadi lo bersedia untuk nikah sama Julia besok?"

"HA?!" Bastian tersentak, "Gila lo! Dia masih ABG. Kuliahnya aja masih belum kelar!"

"Tuh kan, lo nggak cukup yakin Julia sebagai teman hidup lo. Kalau lo udah seyakin itu, lo nggak bakal mikir dua kali buat nikahin dia."

Dengan kesal Bastian menarik napkin dari pangkuannya dan melemparkannya ke atas meja, "Banyak bacot lo. Mentang-mentang sebentar lagi mau nikahin Lara!"

PRANG!!!

Bastian dan Gio serempak menoleh pada arah suara.

Di dekat pintu masuk, Tessa yang baru saja akan menyuguhkan minuman untuk bosnya tidak sengaja menjatuhkan nampan yang sedang dipeganginya saat mendengar celetukan Bastian.

Gio akan menikahi Lara ...?

Pikiran itu terus menari-nari dalam pikiran Tessa, membuat suaranya saat meminta maaf terdengar terbata-bata, "Ma-maaf ... saya ... saya akan minta pelayan untuk membereskannya dan membuat minuman yang baru."

**

Akibat sifat impulsifku, akhirnya aku menjadi bagian dari project #MadamRose yang diselenggarakan sama karospublisher ini guys... 😝

Selain aku, ada byk penulis kece yang juga ikutan project ini lhoo, kamu boleh liat di lapak karospublisher yang judulnya MADAM ROSE. Kali aja, salah satunya bakal jadi favoritmu..

Beneran deh, aku sama sekali ga berniat numpukin draf,
Makanya aku bakal usahain bgt cerita ini update 1x dalam seminggu. Mungkin di hari Jumat atau Sabtu yaa...

And... Happy new year semuanya...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro