• 22 •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tian sepertinya benar-benar memiliki kemampuan untuk melakukan keajaiban. Buktinya, baru semalam pria itu bersabda, "tenang saja, besok nggak akan ada yang berani menggosipkan kamu lagi. Percaya pada saya!" Dan, benar saja! Sepanjang hari ini, hidup Tessa benar-benar jauh dari badai gosip. Karyawan lainnya bahkan menjadi lebih ramah dari hari-hari sebelumnya.

Sebagai rasa terima kasih, dia harus mengirim pesan pada pria itu.

"Hey there, thankyou so much for the magic spell."

Tessa menunggu sampai pesan itu dibalas, tapi sampai satu jam kemudian, tak ada balasan sama sekali. Aneh, padahal biasanya Tian selalu fast respond. Berusaha maklum—-bahwa Tian mungkin punya kesibukan lain yang tidak bisa diganggu--Tessa menyibukkan dirinya sendiri. Dia akan mandi, membantu ibunya menyiapkan makan malam, makan, lalu mencuci piring. Sembari mengerjakan itu semua mungkin balasan dari Tian akan datang.

Namun setelah semua niat Tessa benar-benar tuntas dikerjakannya, ponselnya tetap sepi dari notifikasi. Anehnya, Tessa malah khawatir.

"Mr. Tian, are you okay?"

Akhirnya ponselnya berbunyi. Tapi tidak ada hubungannya dengan Tian. Karena nama yang muncul pada layar pipih dalam genggamannya adalah nama seseorang yang selalu berhasil mengacaukan hidupnya. Bastian.

"Saya sakit, Sa," adalah sapaan yang terdengar saat pertama kali Tessa menerima panggilan itu. Nada suaranya terdengar lemah. Tessa sebenarnya khawatir, juga penasaran. Siapa yang mendampingi saat dia sedang sakit? Bastian kan, biasanya paling rewel dan banyak maunya kalau sedang sakit.

Tessa menghela napas panjang, sepertinya dia memang tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Iya, Mas. Bu Mila bilang Mas Bas demam, ya? Sekarang, gimana? Udah baikan? Siapa yang nemenin, Mas?"

"Kenapa baru tanya kabar saya hari ini, sih?" Bastian mendengkus. Meski terdengar lemah, nada sinis terdengar kental dari nada bicaranya. Dia bergumam pelan, nyaris membuat Tessa tidak bisa mendengar. "Kamu malah nanyain kabar orang lain."

"Gimana, Mas?"

"Kayaknya saya memang nggak akan bisa menarik perhatian kamu, ya?"

Entah bagaimanca caranya, nada sedih dari pertanyaan itu mendadak membuat Tessa jadi tak enak hati. "Air hangat udah disiapin belum, Mas? Jangan lupa minum yang banyak. Nggak pa-pa bolak-balik ke kamar mandi, yang penting demamnya turun dulu. Jangan makan dan minum yang aneh-aneh dulu, ya."

"Kamu sedang memberi perhatian karena kamu ingin memberi perhatian, atau sekadar basa-basi, Sa?" Bastian masih terdengar lesu.

"Semalam Bu Mila terdengar sedang bahagia saat mengabari saya tentang kondisi Mas, makanya saya pikir Mas Bas cuma demam biasa.."

Bastian mendengkus lagi. "Tapi kenyataan tentang saya sedang sakit sama sekali nggak penting buat kamu, kan? Itu artinya kamu memang nggak peduli, Sa."

"Maksudnya, Mas...?"

"Iya, saya ngerti. Saya memang masih tersesat. Biar saya pikirkan jalan lainnya. Mudah-mudahan saya sampai pada tujuan saya secepatnya."

Tessa malah jadi semakin bingung. "Kayaknya demamnya masih tinggi, ya, Mas? Mas Bas ngomong aja sampai ngelantur gitu."

Pada akhirnya pembicaraan itu berhenti, dengan Tessa memberi nasihat agar Bastian istirahat dan tidur. Baru lima menit pembicaraan usai, notifikasi yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul.

"Hai, Sa. How was your day?"

Nah! Akhirnya Tian membalas juga! Tapi, kenapa malah dibalas dengan pertanyaan juga? Baiklah, akan Tessa jawab!

"Very gooooodddd!!! Semua yang kamu bilang semalam beneran kejadian! Hidup saya benar-benar bebas dari gosip dan perlakuan nggak wajar hari ini. Well, meskipun masih ada beberapa yang terlihat sedikit memaksakan diri untuk akrab dengan saya, tapi rasanya jauh lebih baik daripada hari-hari kemarin. And, I just want to thank you, Mr. Tian. Kamu ini beneran manusia apa jin, sih? Hayo, coba ngaku!"

"Oh, saya manusia, tentu saja, Nona Tessa!"

"Kamu seperti jin, Mr. Tian! Kamu bisa membuat keajaiban! You really made my day brighter! Thankyou."

"You are very wellcome, Ms. Tessa."

"Hey, I'm getting curious about you. Coba ceritakan tentang dirimu, Mr. Tian."

"There's nothing special about me, Sa. I'm just a lost man trying to find my way back home."

**

Bastian sedang berusaha keras memusatkan perhatian pada kalimat-kalimat kontrak perjanjian yang ada di hadapannya. Dia tidak akan mengizinkan pikirannya kosong. Karena seperti yang sudah terjadi di sepanjang hari ini, setiap kali pikirannya kosong, rasa sakit pada hati kembali menghantamnya.

Meski Mr. Tian dan Bastian adalah sosok manusia yang sama. Tentu saja Bastian lebih suka dekat dengan Tessa sebagai Bastian. Dirinya yang sebenarnya.

Anehnya, bagaimana bisa, Tessa lebih tertarik pada Tian? Tessa bahkan bercerita tentang kesehariannya pada Tian, padahal ada Bastian yang sudah bela-belain menggerakkan tenggorokannya yang kering kerontang demi menghabiskan waktu mengobrol dengan Tessa. Tapi apa yang didapatkannya? Wanita itu memutuskan sambungan, tapi malah bercerita banyak panjang lebar melalui aplikasi Madam Rose?

"Papa dengar dua hari lalu kamu demam tinggi, Bas!"

Tanpa menunggu dipersilakan, Viktor menempatkan dirinya pada sofa di ruangan Bastian dengan nyaman. Sebelah kakinya ditekuk untuk kemudian ditumpu di atas kaki yang lainnya sembari menunggu pemilik ruangan bergegas menghampirinya. Mengambil tempat di seberang meja.

"Mamamu panik banget. Papa jadi ingat waktu kecil kamu selalu demam kalau lagi pingin banget sesuatu. Kapan ya, terakhir kali kamu membuat kami panik karena hobi banget cari penyakit sendiri? Yang demamlah, yang asam lambunglah, ah, entah penyakit apa lagi!" kenang Viktor. "Hmm ... kalau dipikir-pikir empat, atau lima tahun ini kamu sudah mulai mandiri, ya? Belakangan ini, kamu malah udah berhenti bikin skandal!"

Bastian ingin berkata kalau dia masih seperti dulu, gemar mencari masalah dan penyakit sendiri. Hanya saja selalu ada Tessa yang merawat dan mengurus semuanya. Tapi sudahlah, Viktor tidak akan suka mendengar kisah asmaranya. Apalagi kalau tahu dia belum bisa memenangkan hati wanita idamannya.

"Papa tumben main ke sini! Ada apa, Pa?" tanya Bastian menanyakan maksud kedatangan sang ayah.

"Papa udah baca laporan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang baru," kata Viktor, "Dan, Papa melihat sesuatu yang janggal di sana, Bas."

"Apa yang janggal, Pa?"

"Hmm ... apa ya, namanya? Il Lustro?" Viktor berusaha mengingat-ingat. "Rencana akuisisi hotel di Pekanbaru itu, Bas? Apa nggak salah?"

Bastian mengangguk untuk mengonfirmasi. "Iya, Pa. Hotel itu Bastian sendiri yang urus."

"Nah! Itu lebih membingungkan lagi! Biasanya insting bisnismu bagus, Bas. Tapi hotel? Di masa pandemi seperti ini? Dan, lebih anehnya lagi, kenapa kamu sampai harus jauh-jauh main ke Pekanbaru untuk bisnis yang mungkin dalam dua tahun ini pun belum tentu menghasilkan profit?"

Bastian meremat tangannya hati-hati. Semua pertanyaan ayahnya sangat masuk akal. Kalau bukan karena Tessa, dia sendiri belum tentu akan menerima kerja sama ini. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah terlanjur membuat janji, dan menggenapi janji adalah hal mutlak yang dilakukan seorang pria sejati.

Melihat tampang kusut anaknya, Viktor kembali bersuara. "Kamu benar-benar pengin pertahankan hotel itu?"

Tanpa ragu, Bastian mengangguk keras.

"Papa asumsikan, hotel itu yang bikin kamu sampai demam tinggi. So, okay, akan Papa sepakati urusan akuisisinya. Tapi, Bas, tolong buktikan kamu bukan anak kecil lagi dengan memberikan hasil yang terbaik. Papa nggak mau hotel itu malah jadi batu sandungan, nantinya."

"Baik, Pa."

"Urusan kontrak, serahkan ke Gio aja. Papa punya tugas yang lebih penting buat kamu."

"Tugas apa, Pa?"

Viktor tertawa kecil sebelum menjawab, "Seperti yang udah Papa bilang, Bas, kamu sekarang udah mandiri! Dan, seorang laki-laki mandiri sudah sepantasnya didampingi seorang isteri. Bukan begitu?"

👻👻

Double update guysss
Kuy, ke part selanjutnyaa... 💃💃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro