Akhir Musim Gugur dan Naga yang Disembah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Huh?

"Kelompok penyembah naga?"

"Kelompok penyembah naga."

"Aku tidak berniat main-main, Tuan."

"Aku juga tidak main-main. Kau sudah melihat banyak hal aneh di kota ini. Kenapa baru protes dan tidak percaya di bagian yang ini?" Tuan Suara-tanpa-nama berargumen, pemikiranku tertampar hingga berpusar-pusar.

Kemarin-kemarin aku masih bisa menerima semua keanehan di kota ini. Tapi sekarang? Tentang kelompok yang menyembah naga? Kepalaku sendiri tidak bisa menerima fakta seperti itu sendirian.

"Jadi," kataku lagi, "Kelompok itu ... apa mereka baik-baik saja saat ini? Kenapa pengikut-pengikutnya tidak pergi?"

"Begitulah, Arthur. Mau pergi pun sepertinya akan susah sekali. Pengikutnya banyak. Sebagian karena takut kepala mereka dilahap naga atau ditombak dengan sisiknya, sebagiannya lagi ingin mendapat kekuasaan--pemimpin mereka orang paling berkuasa. Mereka juga mau dapat cipratannya--, sedangkan sisanya karena memang bodoh dan mau-mau saja terpengaruh dengan ucapan teranut mereka." Tuan Suara-tanpa-nama berhenti untuk mengambil napas sambil tersengal-sengal.

Aku kagum dengan penjelasan Tuan Suara-tanpa-nama. Untuk kali pertama--atau entah yang keberapa--, dia bisa menjawab pertanyaanku dengan baik. Toh, tapi sepertinya Tuan Suara-tanpa-nama juga menjawabnya karena sudah malam dan ia tidak mau melihat telinga tetangga kesakitan gara-gara berdebat denganku yang seringkali berakhir setelah dua jam itu.

Dia sudah lama berada di kota ini. Suara itu pasti sudah tahu seluk beluk tentang kota ini dan mungkin sebelum aku lahir, dia sudah berada di sini lebih dulu. Ini kesempatan yang bagus untuk bertanya kepadanya.

Terima kasih, Tuhan.

"Aku ingin bertanya kepadamu saja kalau seperti ini," ucapku. Buku di hadapanku benar-benar kututup rapat lalu kusingkirkan jauh-jauh.

"Kau sudah meminjam buku, untuk apa masih bertanya kepadaku? Ah, kau memang tidak bisa membaca, sepertinya."

"Aku bisa membaca! Enak saja! Kau sendiri yang menyuruhku untuk berhenti, huh!"

"Kapan aku menyuruhmu berhenti?" tanyanya.

"Tadi! Ya sudahlah, aku akan jujur saja. Aku malas melihat halaman-halaman buku itu. Tebal-tebal, berhuruf rapat, bau rayap kayu, dan banyak debunya. Gambar pun sedikit sekali. Dari tadi pun aku tidak melihat ada informasi penting tentang kelompok beranggota sekian ratus itu. Jika ada cara yang mudah, kenapa aku harus tetap menggunakan cara yang susah?" Aku menarik napas panjang setelah selesai berbicara. Ucapanku cepat dan hanya menggunakan dua tarikan napas.

Tuan Suara-tanpa-nama mengembuskan napasnya berat. Dia sepertinya harus tetap menjawab pertanyaanku, bagaimana pun lihainya ia menghindar.

"Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan padaku, Arthur?" Ia menyerah.

"Itu, tentang kelompok penyembah naga. Mereka beribadah hanya di waktu-waktu tertentu saja atau tidak sebenarnya?"

"Ya, setahun sekali. Waktunya besok--ah, bukan, besoknya lagi. Pada waktu itu, mereka akan mulai beribadah selama seharian penuh," jawabnya jelas.

"Bagaimana caranya?" Aku kembali bertanya dengan antusias. Pembicaraan ini makin lama makin menarik.

"Pertama, mereka akan keluar dari rumah mereka masing-masing lalu mulai berkumpul dengan para pengikut yang satu jalur dengan mereka--biasanya tempat berkumpulnya ditentukan oleh mereka sendiri. Setelah itu mereka akan berjalan sampai menemukan kelompok dari jalur lain, bergabung bersama-sama, lalu pergi menuju lapangan tengah kota."

"Tempatnya di lapangan tengah kota? Maksudmu di alun-alun?"

"Ya, begitulah. Tempat mana lagi di kota ini yang bisa menampung orang sebanyak itu? Kalau diubah ke toko kue milik Nyonya Peruglia pun tidak akan mungkin rasanya. Setelah berkumpul, mereka akan membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan. Menarik, bukan?"

Semuanya baik-baik saja bagiku sebelum kalimat terakhirnya muncul. Aku tidak tahu lagi dengan pola pikir orang ini. Bisa-bisanya hal seperti itu ia katakan sebagai hal yang menarik. Mendengar penjelasannya saja sudah membuat perutku berputar-putar.

"Berani sekali menyimpulkan bahwa aku akan tertarik untuk bergabung dalam sekte itu setelah dijelaskan olehmu. Ah, perduliku. Lalu, setelah itu ada apa?"

Tuan Suara-tanpa-nama melanjutkan ucapannya kembali. "Tidak ada banyak hal. Yang pasti, setelah kue spesialnya diantarkan, angin kencang akan datang, langit tiba-tiba diselimuti awan abu yang bentuknya seperti asap hasil bakaran kertas bekas, lalu tak lama petir akan menyalak-nyalak padahal tidak ada hujan. Jendela-jendela rumah, toko, dan bangunan lain yang sekiranya bisa dimasuki benda-benda aneh langsung ditutup oleh pemilik mereka yang tidak tergabung ke dalam kelompok itu. Jika yang sudah tergabung, rumah mereka akan ditutup bahkan sebelum mereka berjalan menuju alun-alun."

Penjelasannya panjang lebar sekali. Aku yang mendengarnya hanya bisa mengangguk-angguk mengerti, padahal masih banyak hal yang akan kutanyakan--termasuk kecurigaanku terhadapnya yang bisa menjawab pertanyaan model seperti ini dengan lancar.

"Naga akan muncul--"

"Hah?! Naga?!"

"Apalagi kalau bukan naga? Nama kelompok mereka saja kelompok penyembah naga. Mana mungkin yang keluar di upacara penyembahan mereka seekor domba tua yang bulunya kusam seperti baru saja direndam dalam air rendaman kain pel."

Benar juga. Aku menyesal sudah menyelanya dan jadi kelihatan lebih bodoh untuk saat ini. Dia melanjutkan lagi setelah aku diam saja sejak jawabannya yang terakhir.

"Kue spesial yang kau buat--"

"Ada apa dengan kue spesial itu?"

"Sekali lagi menyela, Arthur. Sekali lagi menyela dan aku tidak akan mau menjawab pertanyaanmu lagi." Tuan Suara-tanpa-nama membalas ucapanku dengan kesal. Untuk malam ini memang aku yang banyak salah karena sudah dua kali menyela ucapannya.

Tapi aku tidak merasa bersalah.

Aku cengar-cengir seperti orang bodoh dan mempersilakannya kembali menjawab. "Kue buatanmu dan Nyonya Peruglia sejak minggu kemarin jadi kunci utama dari upacara ini. Salah sedikit saja bisa fatal. Kue itu sendiri yang bisa memanggil naga hingga muncul di perayaan mereka."

"Susah untuk dipercaya." Aku tidak percaya dengan ucapannya. Kue spesial itu tidak mungkin bisa memanggil naga--begitu pikirku jika mengandalkan logika

"Ini Scallian, Arthur. Sudah berbusa mulutku mengatakan hal itu kepadamu,  dasar keras kepala."

"Iya, iya. Lagipula, bagaimana caranya kue itu bisa memanggil naga."

"Aroma dan rasanya," jawab suara itu cepat. "Aroma dan rasanya seperti daging manusia. Wajar saja jika makhluk itu cepat-cepat datang ke tengah kota," lanjutnya lagi.

"Hah?! Bagaimana bisa sebuah kue yang bagian luarnya kelihatan seperti kue perayaan ulang tahun bisa diendus oleh makhluk itu? Dan lagi, kenapa kue itu bisa beraroma daging manusia?" cecarku.

Pertanyaan yang kuberikan banyak sekali hingga membuatnya kesulitan menjawab. Setelah kira-kira satu menit hening, dia menjawab lagi.

"Naga bukan hewan yang sama dengan tupai di pohon-pohon, Arthur. Mereka superior dan tidak akan bisa kau mengerti. Jadi, untuk yang itu sudah jelas tidak akan bisa kujawab panjang lebar. Masalah kue beraroma manusia, kau pikir untuk apa Nyonya Peruglia memesan bahan-bahan yang di luar nalar itu?"

Ah.

Benar juga. Di toko, Nyonya Peruglia dan Tuan Bargin Meath sudah mengatakan terang-terangan tentang insulin babi dan rusa, mayat kurcaci biru, serta daging manusia. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?

Tapi, jika mengesampingkan semua itu, ada satu hal yang harus kupastikan benar-benar.

"Satu pertanyaan lagi. Jika aku mengantarkan kue ke penyembahan mereka, apa aku akan mati?"

"Tidak?"

"Benarkah?"

"Umm ... mungkin?"

Heeee ....

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro