Peti Mati di Pintu Depan Toko

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cepat-cepat aku menghampiri peti mati coklat yang ada di belakang ogre itu. Matanya sudah seperti Tuan Rudolf yang baru saja melihat tikus gorong-gorong saat sedang menangkap kupu-kupu di halaman panti. Aura membunuhnya juga sudah berat dan aku curiga jika aku masih diam-diam saja, beberapa menit kemudian aku yang akan berada di dalam peti mati itu.

Tidak ada yang aneh dari peti mati ini. Terbilang normal. Bentuknya tidak aneh-aneh, warnanya masih coklat kayu bukannya merah muda, dan aroma yang keluar seperti aroma kematian dengan bau kembang gula gosong sebagai tambahannya.

Kurcaci makan permen dan semua yang manis-manis. Minumannya saja bukan air, tapi teh bunga di pagi hari, susu sapi di siang hari, dan kopi dengan gula setengah cangkir di malam hari. Wajar saja ketika penutup kotaknya kuangkat sedikit, aku sudah bisa mencium dengan jelas bau manis yang bercampur dengan busuk mayat.

"Cepat buka!" Ogre itu lagi-lagi berteriak padaku. Yang aku lakukan hanya berhenti sejenak, bermaksud untuk mempersiapkan hidung dan penglihatanku agar tidak mengundurkan diri melayani tubuhku setelah ini.

Setelah dikata seperti itu pun aku tetap tidak mau membuka kotaknya cepat-cepat. Ogre itu akhirnya jengkel hati setelah kudiamkan beberapa menit--paling lama tiga.

Mungkin karena memang sudah tidak tahan atau apa, tetapi tak butuh seberapa lama sebelum penutup peti mati yang ada di depanku diangkatnya kuat-kuat hingga engsel dari patok kayunya terlepas, lalu dihempaskan ke tanah sampai terdengar bunyi berdebum.

Ah.

Jika harus dan diperbolehkan memilih, aku akan menaruh diriku dalam keadaan terkunci bersama Bargin Meath dan kucing betinanya yang suka kencing sembarangan di dalam sebuah ruangan pengap dan panas ketimbang harus melihat apa yang ada di dalam kotak kayu pengangkut orang mati itu.

Di dalamnya ada manusia kecil seukuran cebol penghibur di kerajaan. Matanya tertutup. Mulutnya juga--tapi bibirnya sudah menghitam dan pucat karena terlalu lama kehabisan darah.

Tangannya bersidekap di depan perut, kakinya diluruskan hingga telapaknya bisa menyentuh ujung peti, sedangkan kepalanya dibaringkan di atas bantal warna putih kekuningan--yang kutebak awalnya berwarna putih, namun karena kualitasnya murahan, warnanya memudar karena terlalu lama ditekan dengan kepala.

Untung saja semuanya masih utuh, tidak terpisah-pisah apalagi cerai berai. Aku pernah melihat yang lebih parah dari ini sebelumnya ketika penduduk-penduduk di sekitar panti menemukan mayat pengembara yang dimakan kawanan serigala pegunungan pada musim dingin tahun lalu. Dikata tidak boleh dilihat oleh Nyonya penjaga pun aku tetap akan penasaran hingga aku menyesal pada akhirnya. Masalah utama dari mayat kurcaci ini adalah baunya yang aneh.

Toko Nyonya Peruglia sudah memiliki jamur ledak ajaib dengan bau yang membuat pusing di hari kedua dan insulin babi serta rusa yang baunya seperti gumpalan lemak di hari ketiga. Jika pesanan spesial itu tetap ditambahkan dengan mayat kurcaci yang baunya mondar-mandir di penciuman ini, aku tidak akan mau membayangkan bagaimana busuk kue itu ketika sudah jadi nanti.

Karena aku tidak mau melihat mayat makhluk pendek ini lama-lama, aku memutuskan untuk segera mendorongnya masuk menuju dapur.

Tidak kuat. Petinya kecil, tapi tidak bergerak barang satu inci.

Ogre itu diam saja seperti mandor. Kerjanya dari tadi hanya berteriak, menggaruk hidung, dan mengomel tentang kehadiranku yang tidak ada gunanya bagi toko kue milik Nyonya Peruglia. "Jika tidak bisa mengangkat barang-barang seperti ini, kenapa masih bersikeras menjadi penerima pesanan, Bocah?"

Aku diam saja. Aku tidak berusaha membuka mulut, apalagi membalas ucapannya barusan. Kupikir lebih baik jika aku tetap mendorong peti ini dan tidak menghiraukan kehadirannya--pula, sepertinya bagus jika membuatnya marah-marah karena tidak dipedulikan walau kemungkinanku untuk dipukul di tengkuk bertambah drastis setelahnya.

Tidak bergerak juga. Pada akhirnya, aku sendiri yang memohon-mohon kepada ogre itu agar mau membantuku membawa peti berat ini ke dapur toko. Baunya sudah benar-benar tidak mengenakkan.

"Bantu aku mengangkat ini."

"Apa untungnya bagiku?" tanyanya sinis. Makhluk besar itu tetap bergeming di tempatnya.

Aku mengangkat kepala dan badan dari posisi membungkuk lalu menatapnya. "Jika masih di depan toko, itu artinya pesanannya belum selesai diantarkan. Menyuruhku untuk mengangkat ini cepat-cepat pun tidak akan bisa. Aku bahkan tidak tahu apa aku memang bisa mengangkatnya atau tidak sehingga kemungkinan besar mayat ini akan tetap berada di depan pintu toko sampai waktu yang entah siapa yang tahu."

Ogre itu membatu sebentar seperti monumen beruang di tengah alun-alun Blisshore. Dia terlihat seperti berpikir sangat keras untuk membantuku mengangkat peti ini menuju dapur padahal jika dilakukan olehnya dari tadi pun, dia tidak perlu lagi bersusah-susah untuk meladeniku selama hampir satu jam.

Aku menambahkan, "Upahmu sama saja hangus jika pesanannya masih belum juga menyentuh lantai dapur."

Setelahnya, aku berkacak pinggang seperti baru saja menang adu panco melawannya.

"Baik, baik! Cih, peraturan macam apa itu."

Aku bersorak setelah mendengar jawabannya. Baguslah. Andaikata dari tadi dia tidak keras kepala seperti ini dan mau membantuku mengangkat peti dari awal, aku pasti akan lebih senang lagi dari sekarang. Tapi tak apalah. Bantuan tetap bantuan. Setidaknya pinggangku tidak akan patah dan kakiku tidak akan pincang karena terlalu kuat ketika mencoba mendorong peti ini.

Ogre itu mengangkut petinya dan menggotongnya di bahu dengan cepat lalu meludah ke tanah dua kali sebelum menaruh satu langkahnya ke depan. Ia sempat berteriak untuk menyuruhku membukakan pintu di depannya--menghalangi jalan, katanya.

Nyonya Peruvian yang berada di meja pembayaran kelihatan tersentak sebentar saat ogre tadi masuk ke dalam toko. Lagipula, siapa yang tidak akan kaget jika melihat makhluk setinggi dua meter dengan peti mati di pundaknya berjalan memasuki toko sambil memasang wajah garang seperti burung hantu di pagi hari?

Baiknya, di dapur sudah ada Nyonya Peruglia. Wanita itu sepertinya memang sudah menunggu kedatangan pesanannya hari ini sejak pagi tadi. Posisi awalnya yang tengah duduk santai di kursi bundarnya langsung berubah menjadi berjingkrak kegirangan--yang berbuah sakit pada tulang belakangnya.

"Ini mayat kurcaci pesanan kalian. Awas saja jika aku masih tidak mendapat upah setelah ini." Begitu kata ogre itu, lalu berlalu tak lama setelahnya.

Nyonya Peruglia tidak banyak berbicara. Aku juga. Di pikiranku saat ini hanya tentang apa yang akan dilakukan wanita itu terhadap tubuh orang pendek mati di depannya saat ini. Jadilah, setelah lama ditahan-tahan, aku menetepkan pilihan untuk bertanya kepadanya.

"Nyonya, sebenarnya apa yang akan kita lakukan terhadap mayat kurcaci ini?"

"Menjadikannya isian di pesanan spesial. Pengganti daging."

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro