Upah Sementara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ah, benar juga.

Aku melupakan Tuan Bargin Meath. Dia termasuk ke dalam salah satu kelompok aneh itu dan sekarang nasibnya entah jadi seperti apa.

Dia aneh, bau lemak, menyebalkan, berbadan besar, memiliki langkah kaki yang menyebabkan gempa, membuat banyak orang risih--termasuk di antaranya Nyonya Peruvian, cara bicaranya aneh, dan kucingnya menyebalkan.

Tetap saja, aku berharap ia tetap hidup.

Hmm ....

Aku tidak akan bisa bekerja sampai waktu yang tidak bisa kutentukan. Jika terus seperti ini, persediaan makanan di lemari penyimpanan lama-lama akan habis. Tiga hari pun tidak akan cukup jika bantuan dari tikus-tikus dapur dan koloni semut juga ikut dihitung.

Koin upah dari bekerja mengantar kue ke alun-alun kota tidak sebanyak yang kukira--tapi paling tidak masih lebih baik daripada upah yang diberikan oleh Tuan Gulliver yang pelit.

Tujuh puluh lima koin. Bisa digunakan untuk membeli persediaan makanan selama dua minggu. Tapi jika begitu, aku bisa saja tetap berada di kota ini hingga tahun depan, dan tahun depannya lagi.

"Kapan aku akan bekerja lagi?"

"Sampai keadaannya kondusif. Besok tidak mungkin. Sudah pasti pagi nanti seisi kota akan heboh. Anggota kelompok yang selamat mendekam di rumah sambil merutuk pelan-pelan, sedang yang mati dimakamkan oleh penduduk yang tidak tergabung ke dalam kelompok penyembah naga."

"Lusa?"

"Mungkin belum bisa juga. Kota ini belum bisa pulih dalam dua hari. Bangunan dan toko di bagian depan kota tidak akan selesai dibangun ulang dalam waktu dua hari, Arthur. Paling cepat kau akan bekerja lagi dua minggu ke depan. Itu pun kalau beruntung mendapat tempat kerja yang mau menerima pekerja cepat dan dadakan sepertimu."

Benar juga.

Aku beranjak duduk, mengurut dagu, lalu berjalan menuju lemari untuk mengambil kantung koinku yang disimpan di bawah selimut tambalan. Jika dihitung sejak hari pertama, pencapaianku cukup bisa untuk dibanggakan.

Dua puluh koin Scallian dari Tuan Gulliver.

Dua ratus tujuh puluh lima koin Scallian dari toko kue milik Nyonya Peruglia.

Dalam waktu satu minggu lebih, aku sudah bisa mengumpulkan hampir tiga ratus koin emas. Tidak sedikit. Jika ditukarkan dengan alat pembayaran di Blisshore, aku sudah bisa membeli satu kalung mutiara asli dari Laut Mediterania yang penuh air garam itu.

"Jadi, bagaimana aku akan makan?"

"Sudah kubilang tadi, bukan? Berdoa saja Bargin Meath tua dari rumah nomor dua baik-baik saja setelah pulang dari perayaan itu. Tiap pagi mengemis saja ke rumahnya. Bilang saja kau tidak memiliki makanan lagi. Pria itu adalah tipikal penduduk yang lebih mementingkan orang lain karena mudah merasa kasihan. Kadang aku merasa aneh karena wajah dan sifatnya bertolak belakang sekali. Ironi." Tuan Suara-tanpa-nama menggebu-gebu dalam menjelaskan caraku menyambung hidup setelah hari ini.

Heehh ....

Enak saja!

"Hina sekali aku sampai harus mengemis-ngemis seperti itu setiap hari!"

"Kau lebih memilih hilang harga diri atau hilang nyawa sebenarnya?"

"Harga diri."

"Ya sudah," ucapnya menutup perdebatan. "Mulai besok, jika rumahnya masih dibuka, minta makan saja dengan pria itu. Tak apalah makan sosis dan olahan daging selama satu minggu ke depan. Perutmu tidak akan dirobek-robek oleh daging-daging olahan itu."

Aku mengangguk-angguk seolah paham dan mau menurut, padahal jauh di dalam hatiku, aku sudah kesal dari tadi.

Bagaimana caranya meminta makanan pada orang itu?!

Ah.

Mari kesampingkan dulu masalah itu. Yang kubutuhkan malam ini bukannya makanan, tapi waktu untuk beristirahat sampai pagi. Badanku sakit semua. Kedua tanganku juga pegal-pegal di bagian lengannya karena dipaksa mengangkat kue yang beratnya hampir sama dengan anak keledai berumur dua setengah bulan.

Aku membereskan koin-koin Scallian yang tadi kubiarkan berserak di lantai kamar. Dua ratus sembilan puluh lima. Jika ada yang menghilang satu saja, aku tidak akan tidur sebelum menemukan koin yang hilangnya--tapi untung saja masih lengkap semua, bahkan hingga ke kantung-kantungnya juga.

"Tidur?"

Aku mengangguk. Mataku sudah berat dan aku tidak tahu lagi apa masih bisa bertahan untuk tiga puluhan menit ke depan. "Kau tidak tidur juga?"

"Tidak perlu dipikirkan. Aku bisa sendiri mengatasinya. Sepertinya malam ini akan dingin karena pagi tadi panasnya bukan main. Jangan lupa siapkan selimut dan alasmu. Jika demam, aku juga yang akan repot mengurusimu."

Eh.

Tumben sekali.

"Kau tidak punya badan, bagaimana caranya mengurusku saat sakit? Menyuapiku sup seledri saja tidak bisa."

Tuan Suara-tanpa-nama mengembuskan napasnya kasar dan cepat. Ia tersinggung karena ucapannya barusan berhasil dibantah lagi olehku.

"Aku akan mengurusmu dengan cara yang lain, Bocah. Aku tidak ingin berdebat lagi. Ini sudah malam, pun keadaan di luar sedang tidak memungkinkan untuk melakukan perang mulut. Penduduk kota tengah berduka dan aku tidak mau mereka malah marah-marah karena melihatmu berteriak dari dalam rumah sendirian seperti orang gila di peternakan kuda," ucapnya panjang lebar.

Tidak ada hal yang akan kulakukan selain menuruti ucapannya. Hampir semua ucapannya tadi benar kecuali di bagian orang gilanya. Aku tidak akan segan-segan menjadikan Tuan Suara-tanpa-nama sebagai kambing hitam walau aku tahu kemungkinan bahwa aku tidak akan dipercaya warga kota akan semakin bertambah.

Lagipula, kota ini memang sudah aneh dari awal. Bagaimana mungkin penduduk lain mau meladeni seorang anak dua belas tahun yang berteriak seperti orang gila di dalam rumah gubuknya, sedangkan di rumah mereka sendiri ada anjing berbulu putih yang bisa berubah menjadi manusia dan terbang mengitari halaman depan?

Malam ini dingin. Alasannya yang mengatakan bahwa tadi pagi cuacanya sudah panas sehingga pengatur keseimbangan alam membuat malamnya menjadi sedingin akhir Desember tidak akan pernah benar, namun bagaimanapun juga tetap berakhir terdengar meyakinkan untuk dipercaya.

Angin malam berembus masuk melewati celah-celah kusen jendela yang masih rusak dan belum sempat untuk diperbaiki. Dari celah dinding papan kayu juga ada banyak yang menyusup masuk. Lampu minyak di dekat lemari berpendar remang-remang dan akan kumatikan sebentar lagi.

Aku mengutip selimut dari dalam lemari. Dua buah. Satu, yang kudapatkan dari dalam lemari pada hari pertama kugunakan sebagai alas, sedangkan yang satunya kugunakan untuk menghangatkan diri.

Besok aku tidak tahu akan melakukan apa selain membereskan seisi rumah, mengganti kusen, menyikat lantai dan dinding kamar mandi, menguras bak, menata lemari penyimpanan, mencuci semua barang yang ada di lemari, serta menyapu semua ruangan.

Ah, banyak juga rupanya.

Baiklah, aku akan tidur cepat malam ini.

Nyatanya, baru saja memejamkan mata selama beberapa detik setelah mematikan lampu minyak di salah satu sudut ruangan, seseorang mengetuk pintu depan dengan keras.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro