Chapter 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Spent 24 hours, I need more hours with you.'

-Maroon 5-

Aroma butter menguar menggoda lubang hidung, membuat mimpi yang sedang membuaiku perlahan memudar dan menyuruh tuk membuka mata agar kembali ke dunia nyata. Otakku menebak-nebak, masakan apa yang menggugah selera ini. Apakah omelet? Sepotong sandwich dengan keju? Seraya merentangkan tangan, menguap selebar mulut badak, dan memicingkan mata karena tirai jendela yang dibuka lebar. Jejak matahari langsung menusuk pupil, aku mengerang seperti vampir yang disengat oleh pusat tata surya itu. Ah, sial, siapa yang membuka jendela tanpa aba-aba.

"Jesus!"

Aku terperanjat kaget menangkap sosok bermata biru itu tengah meletakkan piring berisi egg benedict--muffin yang diberi telur, ham, dan saus Hollandaise, di sebelahnya segelas air putih dan beberapa tablet obat yang diletakkan di atas cawan putih. Hei, aku bukan orang sakit yang tidak bisa apa-apa, kenapa dia berlagak memperlakukanku bagai orang lemah! Tunggu! Pria kopi itu mengenakan celemek bunga milik Emilia dan tersadar kalau ada aroma minyak yang menempel di baju kasualnya itu. 

"Kau tidak perlu repot-repot," ketusku mengikat rambut.

"Kuanggap sebagai ucapan terima kasih," tandasnya. "Makanlah."

"Apa kau tidak punya kegiatan di rumahmu sampai harus ke sini? Ingat masalah perusahaanmu, Mr. Jhonson!" Meraih piring dan mencicipi hasil masakan Andre yang tampilannya menarik tapi entah bagaimana rasanya. Aku tidak yakin kalau tangan berotot lelaki itu mampu ...

Sialan! Ini enak!

Apakah dia memiliki tangan ajaib? Meski sarapan ini terlihat sederhana, tapi Andre berhasil membuatnya istimewa. Aku bisa saja membuatnya, tapi tidak seperti ini. Seberapa banyak rahasia yang disembunyikan oleh lelaki yang suka mengomel itu. Ah, jangan terlalu percaya diri Elizabeth, ingat! Dia lelaki yang tidak tahan dengan hubungan lama, mungkin saja kau adalah wanita ke seratus atau berapa pun itu yang mendapat perlakuan manis seperti ini. Tetaplah stay cool! 

"Sudah kuatasi. Aku sudah memberhentikan Mr. Mayer," ucap Andre berkacak pinggang.

Seketika wajahnya memerah menahan amarah. Apakah tebakanku kapan hari benar kalau ada pegawainya yang korupsi? Ups, apakah aku akan mendapat kompensasi atas ini semua? 

"Kenapa wajahmu begitu?" tanyanya lagi. "Aku tahu aku tampan, jangan melihatku dengan mata besarmu itu, Lizzie."

"Jangan memanggilku seperti itu seolah kita dekat," ejekku tak terima. 

"Nyatanya demikian, kita sudah berciuman dan itu hal yang--"

Refleks kulempar dirinya dengan bantal. Andre berhasil menghindar sambil terpingkal-pingkal. Maksudku, apakah dia harus menyinggung 'ciuman' di setiap perdebatan ini? Itu hanyalah kecelakaan karena aku terbawa suasana, selain itu dia juga sering menciumku tanpa ijin yang tidak bisa kutolak. Apakah aku salah? 

"Bersiaplah, Ms. Khan, kita akan jalan-jalan seharian penuh," ajaknya mengerlingkan mata. "Jangan menolak, aku sudah mendapatkan ijin dari pasangan lesbianmu dan ibumu."

###

Hari ini cerah secerah bunga matahari di musim panas! Hei, apakah semesta sedang berpihak pada lelaki yang sedang mengemudikan mobil mahalnya ini? Lihat! Gumpalan kapas putih yang melayang-layang di angkasa menaungi kota agar tidak terlalu tersengat panasnya mentari. 

Selain itu, setelah berusaha menolak ajakannya yang berakhir dengan ceramah panjang kali lebar dari Emilia yang sudah seperti ibu kedua, akhirnya aku memaksakan diri duduk di samping si pria kopi. Audi hitam yang mengilap ini menyusuri Park Ave sambil mendengarkan lagu Rob Thomas. Tanpa malu, Andre turut menyanyikan tiap liriknya lalu menarik tanganku dan menggenggamnya erat seolah bait lagu penyanyi kelahiran Jerman itu mewakili perasaan si pria kopi.

Can you swear to me that you'll always be this way?

Show me how you feel more than ever, baby

But I don't wanna be lonely no more

Tentu saja aku tertawa, apakah ini salah satu jurusnya untuk menggaet hati perempuan? Jika ya, bisakah seseorang memberikan bosku piala OSCAR? Dia patut mendapatkannya karena hampir membuatku terlena untuk kesekian kali. 

Tak berapa lama, deru mesin mobilnya berhenti di depan parkiran Central Park dan di sana banyak orang-orang yang sedang duduk, berlarian dengan anak atau hewan peliharaan mereka bahkan ada yang sedang piknik. Andre keluar dari mobilnya lalu membukakan pintu mobil untukku.

"Tidak usah repot, aku bisa mandiri," kataku seraya keluar dari mobil, seketika udara sejuk yang bercumbu dengan pepohonan di sini menyentuh kulit. 

Andre membuka bagasi, mengambil tas piknik yang terbuat dari rotan serta gitarnya. "Ayo, kita duduk di bawah pohon sana." Tunjuk dengan dagu yang sedikit ditumbuhi janggut itu mengarah ke sebuah pohon yang cukup rindang.

Aku melangkah mendahuluinya sambil tertawa tak peduli si bos besar kepayahan membawa tas piknik itu. Menghirup udara bersih yang dihasilkan oleh pepohonan di sini membuatku merasa begitu damai dengan awan biru serta cerahnya matahari. Aku merindukan suasana seperti ini belakang rumah bersama George, bermain layangan atau sekedar duduk sambil mendengarkannya membacakan dongeng sampai terlelap. Ah... andai dia masih hidup.

"Jangan jauh dariku," sahut Andre membuatku terperanjat saat dia mengisi sela jemari kananku dengan jemari kirinya lalu mengayun-ayunkannya seperti anak kecil.

Sebelum kami duduk, Andre menurunkan tas piknik dan gitar di atas rerumputan hijau lalu membuka serta mengambil sebuah tikar bercorak kotak-kotak berwarna merah dan putih. Wow, apakah dia benar-benar menyiapkan ini semua seorang dini atau ada orang lain yang membantunya? Dia terlalu niat untuk mengajakku kencan. 

"Dari mana kau dapat itu semua?" tanyaku melihat isi tas piknik itu.

"Dari ibuku," jawabnya santai sambil menggelar tikar. "Kau tak percaya kalau aku yang membuat semuanya dibantu Mrs. Jones." 

"Kenapa kau terlihat kekanakan?" 

Kami duduk lalu Andre membuka beberapa kotak makanan yang terlihat menarik untuk dicicipi. 

"Rahasia apa lagi yang kau sembunyikan dariku?" sindirku saat dia menyodorkan satu kotak pie yang sedikit keunguan. Apakah itu blueberry dan mustard? 

Saat mencicipi makanan buatan Andre dan benar saja, rasanya tak kalah enak dengan egg benedict tadi. Sialan, sebenarnya manusia macam apa dia. Pie yang manis seperti bunga yang memproduksi banyak nektar membuat hatiku membuncah. Mungkin Andre susah mendapatkan hatiku tapi dia berhasil mendapatkan perhatian dari lambungku yang mulai tertarik dengan kelincahannya dalam mengolah makanan. 

Memakan satu pie blueberry dengan potongan kenari tak kan cukup!

"Sebanyak rahasia yang kau sembunyikan dariku," balasnya sambil terkekeh, memetik senar gitar dan menggumam. "Makanlah, jangan pikirkan timbangan berat badan. Kau cantik sekali pun gemuk."

"Hei!" pekikku tak terima. "Jangan membahas itu."

Tanpa banyak tanya lagi kukeluarkan semua makanan yang ada di tas piknik itu.Selain pie, ada sandwich dengan ekstra ham, sweet corn salad, sekotak irisan buah semangka dan nanas, serta dua botol lemonade. Mengambil sepotong pie lagi lalu menyodorkannya ke mulut si Jhonson, dia membuka mulutnya dan melahap sampai pipinya mengembung. 

"Kau gila," kataku melihatnya memiringkan kepala ke kiri dan kanan dengan masih tetap mengunyah pie dalam mulut. 

"Because you drive me so crazy," rayunya sambil mengedipkan sebelah mata. 

Kemudian, dia berhenti sejenak, meraih botol lemonade dan meneguknya cepat. Beberapa saat dia mengerjapkan mata dan menjulurkan lidah, mungkin minuman berperisa lemon itu terlalu asam. Aku tertawa lagi saat dia melanjutkan petikan gitar seraya melantunkan lagu Big Time Rush. Wow, ternyata selain pintar mengomel dan memasak, dia juga pintar menyanyi.

But I'm willing to put my trust you, baby

You could put you trust in me

Just like a count to three, you can count one me and your never gonna see

No numbers in my pocket

Anything I'm doing girl I'll drop it for you

Cause you're the one I'm giving my heart to but I gotta be the only one

Setelah pria itu puas menyanyi yang bisa saja menjadi satu album mini, kami melahap sandwich sambil sesekali bercerita tentang musik dan beberapa hal yang biasa dilakukan saat senggang. Andre mengatakan kalau dia penggemar berat Linkin park meski vokalis utamanya telah meninggal. Dia menambahkan jika sebenarnya tidak begitu suka menjadi seorang big boss karena merasa waktu mudanya tersita dengan berbagai pekerjaan yang membuat pusing. Namun, Andre menjadi big boss untuk menghormati ayahnya―Abraham Jhonson―seorang lelaki yang sangat berarti dalam hidup lelaki itu.

Bukankah dia terdengar seperti lelaki sempurna di mata wanita? Penyayang, tanggung jawab, rajin, dan jago membuat perut bahagia. Sayang, di mataku, justru kesempurnaan Andre tertutupi oleh kebiasaannya bergonta-ganti kekasih. Dia menceritakannya seperti tanpa dosa, dan beranggapan bahwa perempuan yang mengejarnya itu tidak memiliki nilai. Aku mendecih, bagaimana bisa dia mengatakan hal kasar seperti itu sementara dia keluar dari rahim seorang wanita? Sangat tidak sopan!

"Berbaringlah di sampingku dulu, Ms. Khan, aku akan memberitahumu alasan lainnya," pinta Andre. 

Aku menurut, membaringkan diri memandangi langit cerah dengan burung-burung yang beterbangan di atas sana. Saling sahut-sahutan mengirim sinyal melalui kicauan, mungkin itu rayuan atau omelan seperti yang dilakukan manusia. Lalu, mataku beralih pada dedaunan yang bergoyang-goyang mengikuti arah ke mana angin pergi.  Andre menarik tanganku, mengisi sela-sela jemari lentikku dengan jemari besarnya. Dia berpaling, mengunci diriku dalam iris mata biru sebiru angkasa di atas sana. 

"Wanita itu berharga dan istimewa seperti kado natal. Kau harus pintar memilih kadonya sebelum memiliki. Jika tidak, pasti mereka akan mudah membuatmu bosan. Jika kau tepat memilih kado itu, kau akan menjaga hadiahnya dengan nyawamu sendiri. Ibaratnya sekarang, aku sedang memilih kado-kado natal tersebut untuk kusayang sampai mati," ujarnya panjang lebar.

"Jujur saja, Mr. Jhonson, analogimu aneh. Bilang saja kau tipe pemilih."

Andre terbahak-bahak sampai aku melepaskan tanganku darinya. Dia kembali meraihnya lagi, menggenggam erat. "Lelaki boleh memilih dan wanita boleh menolak. Selama ini tidak ada perempuan yang menolak pesonaku. Jujur saja."

"Cih, percaya diri sekali!" ketusku kesal. "Dan apakah kau mendapatkan kado yang kau maksudkan itu sekarang?"

Dia mengangguk, memainkan jemariku sambil tersipu malu. "Tentu, tapi tidak mudah membuka isinya. Apa kau mau memberikan kuncinya kepadaku?"

"Kau harus berusaha lebih keras lagi, Mr. Jhonson," godaku. "Kau bilang mereka berharga kan? Maka wanita berharga akan menjaga hatinya dengan sebaik mungkin agar tidak pecah."

Dia mengangguk lalu mencium tanganku. "Kau benar."

"Jangan menciumku!"

"Kenapa? Aku hanya mencium tanganmu yang harum ini bukan bibir manismu."

"Hei ..." 

"Aku minta maaf," ucapnya sambil tertawa. 

"Aku hanya belum terbiasa saja."

"Benarkah? Sekali pun di bianglala itu?" Dia tersenyum smirk lalu mencium tanganku berulang kali membuatku geli. "Aku akan membuatmu terbiasa seperti ini."

"Andre, stop it!" seruku sambil tertawa. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro