Chapter 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'No matter what you know, I'll fix you with my love.'

 – Lady gaga-

DORR!!!!

Dalam hitungan detik suara tembakan kembali terdengar,  suaranya yang memekakkan telinga terasa semakin dekat membuat orang-orang berhamburan menyelamatkan diri. Letusan dari senjata api itu merebak tuk ketiga kali sampai mengenai salah satu papan iklan di sisi kiri dan meninggalkan lubang menganga di sana. Hari yang semestinya menjadi hari yang menyenangkan berubah mencekam diiringi teriakan panik mereka yang tak ingin mati.

Pria yang menodong pistol itu membalikkan badan sambil tersenyum sinis kemudian menghilang di antara orang-orang yang menyelamatkan diri. Lalu mengedarkan pandangan untuk melihat apakah ada seseorang yang mencurigakan lagi sepertinya. Nihil. Sepertinya si penembak bertindak sendiri dan kini lenyap bersama orang-orang layaknya korban. Biji mataku tak hentinya menatap sekeliling untuk memastikan tidak ada yang tertembak atau setidaknya insiden kali ini tidak memakan korban jiwa.

Aku merintih saat menggerakkan lengan kiri dan seketika tercengang mendapati ada rembesan darah keluar dari sana. Lengan kiriku robek atau mungkin ada peluru yang bersarang di dalam tanpa kusadari. Berikutnya, kepala tiba-tiba terasa pening melihat darah sekaligus banyak orang yang berlarian dan menabrak bahuku yang sakit. Dengan sigap, Andre menahan dan membalikkan tubuhku, detik itu juga dia melotot dan berseru, 

"Kau berdarah!" 

Andre menekan lenganku yang terluka dengan telapak tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya meraih ponsel dari saku celana dan menelepon seseorang, "Ada seseorang yang menyerang kami. Ini pasti ada hubungannya dengan persetan itu!" umpatnya. "Gadisku terluka! Aku tidak mau tahu, kau harus melacaknya sekarang!"

Apa ini ada hubungannya dengan Billy?

Mendapat perawatan di NYU Medical Center yang berjarak sepuluh menit dari lokasi kejadian. Bersama polisi, Andre menjelaskan kronologi dan mendesak petugas untuk mencari pelaku yang diyakini sebagai buronan kota. Sontak saja petugas yang mengenakan seragam navy memohon waktu karena tidak mudah mencari orang yang masuk ke DPO (Daftar Pencarian Orang). Seketika itu pula, aku yang sedang dirawat oleh petugas medis hanya bisa menangis dalam diam dengan tubuh gemetaran mendengar Andre murka kepada mereka. 

Selain itu, ternyata memang ada timah panas yang bersarang di lengan sampai membutuhkan operasi kecil untuk mengeluarkannya. Entah karena terlena dalam ketakutan yang membekap atau area kejadian yang terlalu ramai, aku tidak menyadari kalau tertembak. Apakah aku aneh? Dan untungnya dokter berkata kalau peluru itu tidak sampai mengenai dada kiri yang bisa saja merenggut nyawaku seketika itu juga. Setelah mendapat jahitan di luka yang menganga, dokter menyarankanku untuk istirahat sembari menunggu polisi meminta keterangan.

###

Jujur saja, sepanjang malam aku tak bisa memejamkan kedua mata dengan tenang walau tubuh rasanya begitu lelah. Setelah insiden itu, Andre memintaku untuk tidur di kediamannya usai Emilia dan ibuku menelepon. Emilia menyalahkan Andre dan menyuruhnya untuk mengembalikanku pulang tapi lelaki itu tidak mau. Lantas, kukatakan pada Emilia bahwa aku akan baik-baik saja. 

"Ibumu menangis, kenapa kau tidak menjawab teleponmu Elizabeth Khan!" geram Emilia melalui sambungan telepon yang di-loudspeaker oleh Andre.

"Aku akan meneleponnya, kau tenang saja, aku hanya tertembak di lengan, oke."

"Hanya! Itu bukan hanya Elizabeth Khan! Apa kau tidak sadar kalau dia bisa saja menyusup--"

"Kau kira penthouse-ku tidak cukup aman?" sembur Andre emosi. 

"Hei ... sudahlah ..." Aku berusaha melerai pertikaian mereka. Sungguh kepalaku sudah sangat pening. Andre menghela napas panjang, dia juga terlihat sangat lelah lalu meraih ponsel di atas nakas dan berkata, 

"Temanmu harus tidur Emilia, jika kau khawatir datanglah ke sini."

Lantas Andre mematikan sambungan telepon itu, memandangku gelisah lalu keluar kamar setelah memintaku dengan paksa untuk memejamkan mata. Setelah dia pergi, pikiranku kembali berkecamuk kepada pelaku penembakan. Walau tak jelas sosoknya, suara dan seringai itu mengingatkanku pada sang ayah tiri yang kini telah kembali setelah bertahun-tahun menghilang. Aku tidak tahu apa motifnya dia datang dan meneror kami, terlebih ... kenapa dia bisa buron seperti yang diberitakan? Siapa yang membantunya kabur? Tidak mungkin pula lelaki itu melarikan diri atas bantuan seseorang?

Siapa? Siapa yang tega melepaskan lelaki psikopat seperti Billy? 

Air mata yang tanpa kusadari meluncur begitu saja. Tubuhku mendadak menggigil. Aku takut. Sungguh takut. Bagaimana jika saat aku tidur dia datang dan mencekik leherku? Buru-buru aku beranjak, mengindahkan rasa nyeri di lengan dan keluar mencari Andre. Aku tidak bisa tidur sendirian, aku ... aku butuh dia di sampingku. 

Saat membuka kamar, entah kenapa suasanya makin mencekam. Tidak ada suara apa pun kecuali ... alisku menyatu menangkap sayup-sayup suara Andre yang menggerutu seperti biasanya. Melihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri yang sudah menunjukkan pukul satu pagi. Jika di apartemenku sendiri, mungkin saat ini mimpi indah sudah membuatku terlelap sampai pagi. Tapi di sini, di tempat asing setelah dihadiahi timah panas, rasa kantuk itu benar-benar tidak membuatku tertarik. 

Suara Andre makin dekat kala aku berjalan perlahan menyusuri kamar demi kamar bercat putih dengan karpet kebiruan yang terasa sangat empuk dan lembut. Aku berhenti di salah satu kamar dengan pintu yang sedikit terbuka, menampakkan punggung telanjang Andre. Mataku membulat, membungkam mulut untuk tidak menjerit melihatnya hanya mengenakan celana panjang yang menggantung di pinggulnya. 

Dari posisiku, dia masih saja menelepon entah siapa sambil sesekali menyebut namaku. Rasa penasaran yang tinggi, akhirnya memberanikan diri untuk mendekati pintu untuk menangkap informasi yang lebih lengkap. Aku bertanya-tanya apa yang dia bicarakan dengan orang lain sampai namaku ikut terseret. 

" ... sudah kubilang, aku akan membayar kalian berapa pun asal dia ditemukan," cerocos Andre. "Ya, tentu saja. Dia membahayakan hidup seseorang. Itu ilmu kalian bukan aku, kalau aku bisa menemukannya untuk apa aku menyewa detektif mahal-mahal?"

Detektif?

"Kalian carian rekam jejak Billy Jenkins di Texas, hanya itu informasi yang bisa dikumpulkan oleh orangku. Sisanya akan kukirim padamu."

Dari mana dia tahu kalau Billy pernah tinggal di Texas?

"Sekalian kalian selidiki lebih jauh Emilia Hall dan adikku. Dan jangan sampai ada yang tahu, oke."

Mulutku menganga bukan main dengan bulu kuduk di sekujur tubuh yang berdiri bersamaan. Untuk apa dia masih saja mencurigai Emilia dan sekarang Andre menaruh prasangka buruk kepada adiknya sendiri? Apakah dia gila?

Beberapa saat lelaki itu menoleh, membuat otak menyuruh kaki untuk hengkang dari sana. Tidak. Ini aneh, aku yakin ada hal lain yang disembunyikan olehnya. Sebuah rahasia besar yang tidak bisa dikorek oleh siapa pun termasuk orang tua angkat mereka. 

Andre ... siapa sebenarnya kau ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro