5. tak terduga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nayla terpaku saat kata-kata sayang meluncur dengan santainya dari bibir Alif. Kata yang entah di tujukan untuk siapa tapi berhasil membuat dada Nayla terasa sesak.

Saat Alif melewatinya pun Nayla masih terdiam. Mematung ditempat, perasaannya berkecamuk. Nama Vika terlintas dikepalanya. Mungkinkah sapaan sayang itu untuk Vika?

Melihat sahabatnya hanya terdiam, Carla pun menghampiri lalu menepuk pundak sahabatnya itu untuk menyadarkannya. Carla tahu jika Nayla masih menyimpan rasa pada Alif tapi ia tidak mau terlalu ikut campur dengan perasaan Nayla, karena Nayla pun tidak mau cerita apa-apa dengannya.

Nayla tersadar saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Carla memberi kode untuk segera lanjut berjalan, karena Alif dan Irfan pun sudah kembali berjalan.

Setibanya di ruang osis tampak semua sudah berkumpul. Duduk melingkar mengelilingi meja bundar yang ada di tengah ruangan. Masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Batin Nayla.

"waaahhh Aliiif..." teriak Amri yang ternyata sudah duduk bersama teman yang lainnya.

Amri berlari menghampiri Alif dan juga Irfan yang baru saja masuk. Ia memeluk Alif. sepertinya mereka sudah lama tidak bertemu, fikir Nayla.

Tidak terlalu perduli dengan kegirangan Amri yang sepertinya terlalu berlebihan. Nayla dan Carla masuk ke dalam ruang osis melewati Alif dan Amri. Mereka mengambil posisi paling dekat dengan kursi khusus ketua. Karena memang tinggal disitu tempat yang kosong.

Nayla mengedarkan pandangan melihat teman lamanya. Lalu ia dikejutkan dengan sosok yang kini tengah asik mengobrol dengan orang yang ada disampingnya. Nayla tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang diajak mengobrol wanita yang membuatnya terkejut tersebut karena posisinya yang sedikit membelakanginya.

Vika. Gumam Nayla yang mungkin hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.

Lalu ia mengingat kejadian yang tadi sempat membuatnya merasa sesak. Kejadian disaat Alif menyapa dengan kata sayang seseorang yang menelfonnya. Ternyata itu bukan vika. Batin Nayla.

"Hey..Nayla..hey..." ada seseorang yang duduk diseberang tengah melambaikan tangan kepadanya. Menyadarkannya dari lamunannya.

"Anita?" sapa Nayla tidak terlalu yakin.

Orang itu mengangguk, membenarkan Nayla. Anita lalu berjalan memutar hendak menghampiri sahabat lamanya. Teman sebangkunya kala SMA.

"Widi..Sana ah aku mau duduk deket Nayla." Anita menyuruh seseorang yang berada di samping Nayla pindah ketempat lain.

Widi pun menurut. Ia pindah ketempat yang tadi diduduki Anita.

"Kok kamu lepas jilbab?" itu pertanyaan pertama yang terlontar dari bibir Nayla. Karena tadi ia sempat tidak mengenali sosok yang kini tengah duduk di sampingnya.

Yang ditanya bukannya menjawab malah hanya memperlihatkan deretan giginya.

"Niiittt..." paksa Nayla.

"Ceritanya puanjang Nay kapan kapan aku ceritain. Makanya aku minta nomer kamu."

Nayla menerima ponsel yang disodorkan Anita padanya. Lalu ia mengetikkan 12 digit nomornya.

"Oke besok aku hubungi kamu ya."

Nayla mengangguk. Ia begitu penasaran untuk segera mendengar apa yang menyebabkan sahabatnya berubah. Rambut bergelonbang yang dulu selalu tertutup jilbab panjang kini tampak lurus tanpa tertutupi, diperlihatkan untuk semua orang.

Acara pun dimulai dengan pembagian tugas lebih dahulu. Semua sudah sepakat dengan Irfan yang diangkat sebagai ketua, wakilnya adalah Amri. Sedangkan Carla menjabat sebagai bendahara.

Anita bersama Widi kebagian tugas sebagai seksi dokumentasi. Vika dan Jordi pun sanggup dengan tugas yang diberikan yaitu sebagai seksi hiburan.
Dan yang lainnya mendapatkan tugas untuk mengkoordinasikan teman-temannya. Mengelilingi dan menghubungi setiap alumni seangkatannya.

"Oh ada yang terlupa. Seksi konsumsi dan dekorasi belum ada nih." kata Irfan saat meneliti kembali hasil tulisan tangan Nanda yang menjabat sebagai sekretaris.

"Gimana kalau Nayla dan Alif aja? Mereka belum dapet tugas kan?" usul Amri yang langsung membuat Nayla melotot. Ia melihat kearah Amri yang kini mengerlingkan mata padanya.

Mungkin kah Amri masih mengingatnya? Batin Nayla.

Nayla mengedarkan pandangannya, berharap menemukan seseorang yang akan tidak setuju dengan usulan amri. Tapi hasilnya nihil, karena ternyata semua mengangguk setuju. Termasuk Alif, begitu juga dengan Vika.

Dengan terpaksa Nayla pun mengangguk menyetujuinya. Setelah Nayla mengangguk, Nandapun kembali menulisnya dibuku.

Rapatpun selesai. Ditutup dengan membaca Hamdalah bersama. Rapat berikutnya akan diadakan 2 minggu kemudian.

Semua berhamburan keluar dari ruang osis. Hendak pulang kerumah masing masing mungkin atau melanjutkan aktivitas.

"Carla..kita sholat Dhuhur disini aja ya? Ini bentar lagi adzan loh." usul Nayla.

Carla mengangguk setuju. "Tapi kita kekantin yuk. Kangen nih sama sotonya Mbok Darmi."

Kini giliran Nayla yang mengangguk, karena ia juga ingin kembali merasakan soto yang dulu hampir setiap hari ia makan saat jam istirahat.

Setibanya dikantin Nayla dan Carla langsung menuju ke meja yang dulu menjadi tempat favoritnya mereka saat makan dikantin. Tempat yang paling  dekat dengan tempat Mbok Darmi masak.

"Mbok Darmi..." panggil Carla kegirangan.

Seorang paruh baya yang sedang menata mangkok pun menoleh. Ia terlihat bingung.

"Ngapunten sinten nggeh?"* katanya.

Carla yang tadi terlihat antusias pun langsung memajukan bibirnya. Ternyata Mbok Darmi lupa padanya. Padahal dulu ia begitu dekat dengan Mbok Darmi.

"Ini Carla, Mbok.." jawab seseorang dari arah belakang.

Nayla dan Carla pun menoleh. Ada Irfan dan juga Alif disana.
Mereka menghampiri Nayla dan juga Carla. Sepertinya mereka juga ingin memesan makanan.

"Oh.. Mbak Carla? Kalo ini Mbak Carla pasti yang ini Mbak Nayla." kata Mbok Darmi yang kini sudah mulai mengingatnya.

Carla tersenyum. "Akhirnya Mbok Darmi inget Carla."

"Mbok pesen yang seperti biasa ya?dua Mbok tapi yang satu togenya banyakin." kata Irfan mendahului kedua wanita didepannya.

"Siap..yang satu buat Mas Alif ya?" Mbok Darmi pun mulai meracik pesanan Irfan soto tanpa seledri tapi ditambah tomat.

Carla dan Nayla mengerutkan dahi. Melihat Mbok Darmi mengingat pesanan Irfan 6 tahun yang lalu.

Irfan pun menerima soto yang sudah siap. Lalu membawanya kemeja yang tadi hendak diduduki Nayla dan juga Carla.

"Mbok kok kalo sama Irfan nggak lupa?" tanya Carla penasaran.

"Iya lah kan Mas Irfan kesini setiap hari."

Carla mengangguk anggukkan kepalanya. Begitu suka kah Irfan pada soto Mbok Darmi? Sampai sampai ia rela kesini setiap hari. Fikir Carla. Kemudian ia pun memesan 2 mangkok. Yang satu sama seperti pesanan Alif. Minta dibanyakin togenya. Membuat Mbok Darmi tersenyum.

"Mbak Nayla sama seperti Mas Alif. Suka toge. Besok kalo nikah pasti langsung punya anak. Toge kan bagus untuk kesuburan."

Pernyataan ambigu dari Mbok Darmi membuat pipi Nayla tiba-tiba menghangat. Ada rasa bahagia saat mendengarnya.

Tbc.

*maaf siapa ya?

Alhamdulillah ada yang baca..
Terimakasih..

Nggak maksa buat vote n komen..hanya berharap saja..😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro