Pendataan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Nih, rekaman yang sempat gua ambil pas nemenin Ayi nemuin para topeng." Cakka meletakkan laptopnya di tengah lingkaran. Rekaman berdurasi satu jam itu dipercepat dan dipotong hanya pada saat rekaman itu menunjukkan pose utuh tubuh anggota The L Maskman.

Mereka memperhatikan gerakkan itu dengan cermat.

Saat ini, mereka sedang berada di sudut perpustakan, sebuah gua kecil yang tak sengaja ditemukan kala perbedaan diharuskan bersatu, niat mereka untuk belajar habis di makan rasa keingintahuan, siapa monster yang harus mereka cari?

Tapi, sebelum mereka mencari tahu monster itu, terlebih dahulu mereka harus mencari tahu informasi—sekecil apapun—tentang orang-orang yang telah mendorong mereka ke dalam sebuah permasalahan besar, menciptakan kegaduhan pada hari mereka yang seharusnya tenang dan hanya memikirkan kelulusan. Data itu diperlukan guna memperkirakan monster yang akan mereka hadapi.

'Kenalilah pahlawannya, maka kamu akan mengenal musuhnya.'

"Gua udah yakin seratus persen, si ketua mereka itu umurnya udah uzur, kira-kira 60an-lah, tapi karena mungkin rajin olahraga, makanya keliatan fresh." Ayi mengutarakan pendapatnya lebih dulu.

"Yi." Cakka mencoba menarik perhatian Ayi yang sibuk menganalisis bentuk fisik anggota The L Maskman lainnya. "Menurut lo, orang yang merhatiin lo waktu itu." Cakka sangat ragu akan menanyakan hal ini, terlebih di depan Ayi dan Ray, karena ini menyangkut mereka berdua. "Mungkin gak itu Ozy?"

Petir menggelegar di telinga Ray, luka lama kembali tergali setelah sebelumnya nyaris tertutup, Ayi menghentikan segala aktivitasnya, matanya menatap ke bawah tanpa pergerakan, tangannya berhenti di atas layar tablet-nya, sedangkan Gabriel, Deva, Rio dan Obiet menatap kesal Cakka, merutuki pertanyaan laki-laki bertubuh ideal itu. Bagaimana tidak? Seseorang yang berduka atas kepergian saudaranya, dengan cara apapun, kisah lain yang menghampiri hidup mereka, tidak akan mampu menutup utuh duka tersebut. Terlebih keduanya mendapatkan pukulan keras dari duka itu, menimbulkan sebuah retakan besar dihati mereka dan menciptakan perubahan besar pada hidup keduanya. Dan Cakka kembali mengungkit masalah itu, setelah keduanya mulai bersikap normal.

Lain sisi, Ayi tidak menyangka Cakka akan menyadari itu, dalam setiap tetesan kecil airmatanya, diam-diam Ayi tersenyum. Mengingat Cakka adalah orang yang bertolak belakang dengan Ozy dilapangan, ternyata pertengkaran itu menimbulkan sebuah ikatan batin tertentu untuk Cakka. "You realize it, but i don't think so. He's save in the heaven. Don't call him again." Kata-perkata yang Ayi ucapkan terasa menyayat hati mereka yang mendengarnya.

Ayi tidak ingin larut dalam duka lama, dia tidak ingin kakaknya, satu-satunya yang dia miliki hanyut dalam kesedihan dan lupa akan dunia seperti dulu, dan dia tidak ingin membuat Cakka merasa bersalah karena telah melontarkan pertanyaan itu. Bertepatan dengan itu, Ayi menemukan kesamaan antar anggota TLM.

"Hey, look at this one. There's a sign in they're skin." Sebuah lambang berbeda bentuk dari yang pernah mereka temukan saat pertama kali mereka mencari fakta anggota rahasia ini, tertanam di kulit para anggota, letaknya berbeda-beda tiap orangnya. Paling banyak berada di kening atau tangan. Tanda itu terlihat sebab mereka tidak menggunakan topeng. Hanya sebuah kacamata hitam, masker dan topi ataupun hoodie yang menutupi setengah wajah mereka. Tetap tertutup menjaga kerahasiaan identitas mereka. Kecuali, dua orang yang salah satunya dianggap sebagai Ozy, keduanya tertutup rapat dan tidak bisa diselidiki fisiknya, selain daripada tinggi badan dan jenis kelamin mereka.

Sebuah gambar pakaian formal yang hanya menampakkan bagian kerah dan dasi, juga terdapat tulisan 'S' menimpa gambar kerah tersebut. Tulisan itu menggunakan warna merah, menegaskan sesuatu yang tidak mereka pahami.

"Orang pertama—" Ucap Obiet. Mengarah pada laki-laki yang senantiasa menyandar pada dinding di setiap pertemuan. "Kira-kira tingginya sekitar 170an, mungkin seumuran sama kita atau kak Dayat. Dan orang kedua—" Obiet berhenti berkata. Kemudian melanjutkan kembali, "Perempuan, tingginya kira-kira nyaris 160an. Kayanya dia seumuran sama kita."

"Perempuan di kelompok itu ada dua." Sambung Deva. "Satunya lagi badannya lebih kecil dari yang lo liat, Biet. Kayanya dia seumuran sama Ayi."

"Ini yang gua curigain." Gabriel menopang dagunya dengan tangan kirinya. "Dua orang ini laki-laki, tinggi dan bentuk tubuh mereka mirip—" Matanya memandang satu-persatu teman-temannya. "Kefan dan Alvin."

Pendapat Gabriel dibantah langsung oleh Rio. "Mana mungkin, mereka 'kan udah kita jadiin target tersangka."

"Gak ada yang gak mungkin, Rio. Toh, mereka berdua baru calon tersangka, belum jadi tersangka. Kita harus mastiin ini lebih lanjut." Seru Ray.

"Stop tentang mereka, gua mau munculin beberapa fakta yang gua buat biar kita semakin mendekat ke pelaku." Ayi menangahi perdebatan kecil itu.

Dibantu Obiet dan Deva, Ayi mulai menjelaskan temuan mereka beberapa hari lalu. Tentang pemilik lambang mata dengan kombinasi hewan sebagai wajahnya. Dia mendapatkan informasi itu dari seorang narasumber rahasia yang menurut Ayi dapat dipercaya, meski dia belum tahu siapa pengirim informasi itu. Obiet dan Deva telah berusaha membantu Ayi melacak pemilik e-mail itu, tapi nihil, mereka tidak menemukan apa-apa, selain kalimat. EROR 521.

"Lambang itu hanya dimiliki oleh sepasang suami istri yang tinggal di daerah Depok, tepatnya kelurahan Depok Jaya. Itu juga baru beberapa bulan mereka disana. Kedua nama suami istri itu agak aneh. Istrinya bernama Renard dan suaminya Steven Jigsaw. Lo pada ngeri gak sih denger kata 'Jigsaw'?" Semuanya menyetujui ucapan Ayi. Terbesit sebuah pembunuhan berbahaya dan menyakitkan di benak mereka. Sebuah film yang selalu ditonton Alvin saat di ruang OSIS.

"Kabarnya, mereka itu adalah pasangan korban dan pelaku." Sambung Obiet.

"Maksud lo, Biet?" Tanya Cakka.

"Si Steven Jigsaw itu umurnya kira-kira sama kaya kita dan dia nikah sama pelaku yang menculik dia sewaktu dia masih kecil. Perbedaan umur mereka kira-kira 15 tahun." Informasi itu sangat mencengangkan bagi keempat pria lainnya. Informasi kecil yang sangat membantu. Ray cepat-cepat mencatatnya di sebuah buku kecil yang sudah dia gunakan untuk mencatat setiap petunjuk yang dia temukan.

"Cuma itu doang?" Gabriel bertanya. Ayi mengangguk dengan segera. "Kalo gitu, informasi ini masih kurang membantu. Kita gak tau seberapa luas Kelurahan Depok Jaya itu dan seberapa banyak penduduknya disana. Harus lebih detail lagi."

Semua membenarkan perkataan Gabriel. Informasi yang di dapat hanya menjerumus pada pelaku yang telah menyiksa Nyopon, itu pun belum sepenuhnya, karena mereka masih belum tahu motif dari penyiksaan tersebut apa dan benarkah kedua pasangan itu yang melakukannya, bukan orang lain yang menyalahgunakan lambang mereka?

"Gua juga udah nyari di internet sebagai informasi tambahan, nama yang disebut tadi itu, ternyata nama samaran, nama aslinya gak ada yang tau dan gua baca juga, mereka nyulik seorang anak lagi selepas mereka menikah." Deva menambahkan. "Kita harus cari korban mereka menggunakan usia."

"Caranya?" Kali ini Ray yang bingung.

"Matematika."

"Oh ayolah, gak cukup apa matematikanya di kelas? Gua gak mau berhadapan sama hitung-hitungan dulu." Rengek Cakka diangguki Rio.

"Kalo lo gak mau berhadapan sama matematika, mending lo berhadapan sama maut. Sejengkal langkah yang lo lakuin itu pasti ada matematikanya." Deva sebal.

"Udah kita mulai aja." Ayi membuka buku catatan miliknya dan membuka aplikasi google, jaga-jaga jika ada sesuatu yang perlu mereka cari. "Disini dikatakan kalo si Steven Jigsaw diculik saat berusia tujuh tahun dan dibebaskan tujuh tahun kemudian, lalu menikah sebulan setelahnya. Itu artinya, si Steven ini berusia empat belas tahun saat di bebasin dan sebulan setelahnya mereka menikah. Gila, masih bocah udah nikah." Ayi membubuhkan sebuah komentar di sela-sela keseriusannya.

"Berarti si pelaku saat itu berusia dua puluh sembilan tahun. Kejadian itu berlangsung tiga tahun yang lalu. Si korban berusia tujuh belas dan si pelaku berusia tiga puluh dua tahun saat ini. Dan si korban yang gak lain si Steven menderita Stockholm Syndrome dimana si korban terlibat ikatan batin dengan si pelaku dan akan mengikuti semua yang dikatakan pelaku." Lanjut Ayi.

"Setahun setelah mereka menikah, si Steven atas perintah Renard menculik seorang anak laki-laki lagi berusia lima belas tahun dan di bebaskan setahun kemudian, artinya korban kedua seusia sama Ayi dan korban menderita Syndrome yang sama. Tapi, dia gak menikah hanya tinggal serumah. Dan kejadian itu terjadi setahun yang lalu, beritanya masih cukup hangat." Sambung Obiet.

"Gua nemuin fakta baru disini kalo Renard itu adalah salah satu tokoh fiksi film The World Is Not Enough, filmnya James Bond. Disini Renard adalah penculik Elektra King yang kemudian Renard menderita Sindrom Lima, pelaku terikat batin pada korban, kebalikan Stockholm. Berarti mereka saling terikat." Semua mengangguk—semakin—paham mendengar penjelasan tambahan dari Deva yang masih sibuk dengan ponselnya. Kecuali, Rio yang hanya diam tak berkutik.

"Lo kenapa, Yo?" Deva menyadari itu.

"Hah, eng.. Enggak apa-apa, gua cuma lagi ngebayangin aja. Diculik tujuh tahun, nikah di usia belia. Itu bukannya sebuah penderitaan, ya? Kalo gua jadi Steven, gua bakal trauma berat kali. Emang apa yang dilakuin si pelaku sampe korbannya tertarik secara emosional gitu?"

"Banyak faktor, Yo. Secara fisik salah satunya dan bisa juga si korban semacam dipengaruhin gitu." Rio manggut-manggut menerima jawaban Cakka.

"Kita harus mempersempit pencarian dengan menemukan nama korban yang seusia sama gua itu dan cari dimana sekolahnya. Paling gak, kita tau dia sekolahnya swasta, negeri atau HS atau semacamnyalah, dan jangan lupa daerah sekolahnya, dengan begitu kita bisa lebih mudah nemuin anak itu."

"Gua baru inget, kisah ini hampir mirip sama kisah Steven Stayner yang juga diculik saat berusia tujuh tahun dan dibebasin kurang-lebih tujuh tahun kemudian, antara 1972-1980, kalo gua hitung sih lima belas tahun gitu dan saat masih disekap si Stayner ini menculik seorang anak kecil bernama Timmy White atas perintah si penculik dia. Stayner ngelakuin itu dengan sukarela. Tapi, karena si Stayner ini gak mau Timmy bernasib sama kaya dia, dia dengan menggendong Timmy akhirnya melarikan diri ke kantor polisi. Di wacana yang pernah gua baca menyebutkan pelakunya itu seorang laki-laki bernama Kenneth Pernell dan si Stayner, selama diculik sering mendapat pelecehan seksual." Gabriel menceritakan pengetahuannya.

"Bisa jadi di penculik terinspirasi dari kisah itu." Terka Ray.

"Gua harus nemuin orang sekarang, ada beberapa hal yang mau gua tanyain ke orang itu. Untuk sementara, hasil rapat kita segini dulu." Ayi mengundurkan diri lebih dulu dari kakak kelasnya. Bertepatan bel istirahat telah berbunyi dan dia telah membuat janji temu saat sedang membahas permasalahan ini.

"Yo, gua ke rumah lo, ya? Soalnya ada buku gua yang ketinggalan di rumah lo." Rio mengangguk. "Santai aja, Yel. Gak perlu izin. Lo ke rumah gua sendiri aja, gakpapa 'kan? Soalnya gua mau nemuin gebetan gua." Tawa renyah memenuhi ruang kosong dan hampa itu.

*****

Vote and Comment, Please

Kritik dan saran membangun diperlukan

Terimakasih^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro