Fakta Mencengangkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ayi berjalan menembus kerumunan manusia lapar, matanya melirik kesana-kemari mencari satu sosok yang telah membuat janji padanya. Tidak dia jumpai sosok itu berada di kantin. Ayi segera memutar arah ke lorong seni bela diri, tempat termudah untuk menemui anak itu dan segera mengutarakan banyak pertanyaan.

Para karateka rupanya sedang berlatih untuk pertandingan besok, tapi anak itu hanya berdiri di sudut ruang memainkan double stik, matanya terus mengawasi para juniornya dan seulas senyum terangkat saat mata anak itu melihat Ayi.

"Senpai, saya izin dulu, ada kepentingan." Anak itu membungkuk memberikan hormat pada pelatihnya dan pergi menemui Ayi.

"Gimana, Den. Udah dapet?" Anak itu mengangguk.

"Lebih baik jangan ngomong disini, kita ke markas gua yuk!! Mumpung pada latihan, jadi disana sepi." Ayi menuruti saja perkataan laki-laki bertubuh mungil, namun cekatan itu. Seorang laki-laki yang sudah menyumbangkan banyak medali dan penghargaan lainnya di bidang seni bela diri dan sains.

Tempat yang dimaksud anak itu berada di samping ruang persenjataan, sebuah ruang pertemuan para karateka sekaligus ruang ganti dan istirahat mereka. Ruangannya cukup nyaman dan dingin, terdapat banyak loker berisi baju-baju dan perlengkapan karate lainnya, bersih dan wangi. Anak itu membawa Ayi ke pojok ruangan, tempat lokernya berada, mengganti bajunya terlebih dahulu dan mengeluarkan sebuah laptop dari dalam loker.

"Aiden, lo yakin 'kan temuan lo ini gak meleset?"

Anak itu mengambil posisi di samping Ayi dan mulai menghidupkan laptopnya. Dia tersenyum. "Kalo temuan gua meleset, gua gak bakal diangkat jadi ketua Yang Mematai. Nih yang lo minta, setiap pergerakan dan pergaulan mereka."

Ayi menyaksikan video itu dengan seksama. Sebuah cuplikan yang akan menunjukkan dalang dari kecelakaan yang mereka alami beberapa minggu lalu dan maksud mantan gurunya ingin melecehkan dirinya. Semua rekaman itu berhasil di dapat Aiden berkat kegiatan surveinya ke beberapa rumah dekat lokasi kejadian dan meretas sistem Cctv rumah penduduk.

"Mantan guru kita itu ternyata di suruh orang lain untuk ngelecehin lo, Yi. Gua juga udah lacak siapa yang nyuruh dan yang gua temuin cuma akun ini, tanpa profil dan foto atau kabar lainnya." Aiden memindahkan kursornya ke tab lain. Sebuah tampilan akun Twitter milik seseorang tak bernama. Username yang dipakainya hanya berupa tokoh anime. @RyotaSeDai_

"Jadi, lo gak bisa ngelacak dia?" Aiden menggeleng. "Servernya tersembunyi dan dia juga pake security tingkat tinggi, kemampuan gua belum sejauh itu." Aiden memperhatikan Ayi dengan seksama. "Mungkin lo bisa ngelacak mereka, kemampuan lo 'kan diatas gua." Ayi tidak merespon, dia berfokus pada apa yang sedang dilihatnya. Mata Aiden pun beralih ke rekaman itu.

"Kenapa lo gak laporin dia aja ke polisi?" Aiden sedang membahas seseorang yang telah mencelakai Ayi dan kakaknya. Tampak jelas sosok itu sudah menanti kehadiran dua bersaudara di sebuah persimpangan dan bersembunyi di gang kecil yang berada di antara dua rumah.

"Sekolah kita bakal ngadepin masalah besar, jadi gua gak mau nambahin masalah. Lagian, gua punya cara tersendiri buat ngasih pelajaran ke anak itu. Kalo gitu, gua minjem flashdisk lo dulu ya, mau gua copy. Pulang sekolah gua balikin. Thanks ya, Aiden sayang." Ayi mencubit hidung Aiden. Membuat laki-laki itu salah tingkah. "Ah lo, Yi. Gantungin gua doang tanpa memberi kepastian." Ayi hanya tersenyum manis mendengar kata itu. Aiden memang menyukai Ayi sejak mereka tergabung dalam club hacker sekolah. Laki-laki itu pun sudah menyatakan cintanya, namun belum di jawab oleh Ayi sampai sekarang.

Gadis itu keluar ruangan, kembali menuju kantin untuk menarik seseorang secara paksa agar mau berbicara dengannya. Sosok itu sangat mudah ditemui sebab dia selalu berada di kantin, di satu sudut yang tidak pernah berubah dari tahun ke tahunnya.

Benar saja, dia ada disana sedang menyeruput minumannya dan tangannya tak berhenti bermain diatas layar ponselnya. Ayi segera menarik pria itu menjauhi keramaian. Membawanya ke belakang sekolah dan menyudutkan anak itu ke pojok bangunan agar tidak lari saat Ayi berusaha mengintrogasinya.

"Apa maksud lo bikin gua sama kakak gua celaka?" Ayi bertanya penuh ketenangan, yang bagi sebagian orang, justru ketenangan itu membawa kematian.

"Gua nyelamatin lo, bukan bikin lo celaka." Angkuh laki-laki itu.

"Selamat kata lo? Gua masuk rumah sakit dan kritis, itu yang lo sebut selamat?"

"Relax, girl. Gua bener-bener nyelamatin lo, dengan cara yang beda, itu aja."

"Kefan... Kefan... Lo pikir gua bodoh? Lo pikir gua gak tau siapa lo?"

"Dan gua emang udah duga lo bakal tau siapa gua, karena kalo lo gak tau siapa gua dalam waktu cepat, lo gak bakal jadi TC (red : tisi)."

"Jadi bener, lo anggota TLM?" Kefan menggeleng. "Kalo gitu berarti lo si monster yang dimaksud?" Laki-laki itu terlihat semakin gemas. "Ayolah, lo gak bakal semudah itu untuk bisa nemuin para monster."

Ayi terlihat berpikir keras. "Lo bilang 'para'? Jadi monsternya gak cuma satu?" Kefan mengangguk. "Lo tau siapa?" Anak itu menggeleng. "kecerdikan, keliaran, kelicikan dan strategi, cuma itu yang kalian perluin untuk menangkap para monster."

Kefan meninggalkan Ayi begitu saja, nyaris ditelan tikungan kalau saja Ayi tidak melontarkan pertanyaan yang cukup menyakitkan bagi Kefan. "Kenapa lo nyiksa Nyopon?" Pemuda itu berhenti dan tersenyum kecut, kemudian berbalik mendekati Ayi. Mencoba membaca raut wajah gadis di depannya.

"Karena Nyopon bahaya buat lo." Ayi tidak mengerti maksud lawan bicaranya. Sejauh yang dia tahu tentang Nyopon, laki-laki itu hanya jail saja, tidak lebih dari itu, selain sifat menyebalkannya. Dan Kefan dapat menangkap sinyal ketidaksetujuan dari mata tajam gadis itu. "Lo pikir, yang nusuk lo sama kakak lo itu siapa kalo bukan Nyopon, hah? Gua sih cuma bikin rem kalian blong aja."

Tebakan Ayi meleset, dia tidak menyangka dan masih tidak percaya Nyopon yang melakukan tindakan itu. Lagi, Kefan memahami itu. "Lo pikir, sepupu lo yang ngelakuin itu semua? Sepupu kalian justru cegah gua buat bikin rem kalian blong, gua gak mau dengerin dia dan tetap pada rencana gua, dan waktu denger kalian kecelakaan, gua seneng rencana gua berhasil, tapi kemudian anak-anak pada bilang kalian juga dibunuh. Disitu gua ngerasa kak Dayat udah punya firasat jelek dan.. Ya, gua nyesel."

"Dan, lo tau dari mana itu Nyopon sedangkan tinggi badan yang terekam itu mirip tinggi badan kak Dayat?"

"Lo aja yang gak merhatiin, tinggi kak Dayat dan Nyopon itu hampir sama." Ayi tercengang. Dia semakin tidak percaya atas ucapan Kefan. "Gua tau ini berkat rekaman yang gua dapet dari seseorang. Sayangnya, rekaman itu terhapus otomatis. Ya, intinya sih, rekaman itu bilang Nyopon pengen bales dendam sama Ray lewat lo gara-gara Ray pernah bikin Nyopon nyaris di D.O"

Semakin gak masuk akal, pikir Ayi.

"Terus, pelaku yang nyiksa Nyopon?"

"Ah iya, pelaku itu. Sebenernya Nyopon cuma di jebak buat dateng ke kelas lebih awal dari yang lain, karena orang yang lo sayang dan lo anggap bayangan marah banget dapet kabar lo berdua kritis di rumah sakit gara-gara ulah tuh anak. Rencananya orang itu cuma mau nakutin Nyopon aja dan orang itu udah minta partisipasi gua. Tapi, waktu mau nakutin Nyopon, dia malah udah ke paku gitu di kelas. Ya, gua sama dia kabur, daripada di tuduh jadi tersangka."

"Orang yang gua sayang dan gua anggap bayangan, siapa? Bagas?" Kefan menggeleng keras. "Entar juga lo tau kalo lo serius nyari tau siapa para monster itu." Ucap Kefan.

"Berarti, peristiwa yang terjadi di sekolah kita, itu ulah para monster?" Laki-laki itu mengangguk. "Ada motif dibalik itu semua?" Kefan memutar kedua bola matanya sebal. "Selalu ada motif di setiap kejahatan. Gua bakal ngasih lo clue baru, 'Cari latar belakang korban dan temukan kesamaannya, keliatan dan gak keliatan itu sama' lo bisa nemuin maksud gua, lo bakal semakin dekat dengan para monster itu."

"Benerkan lo orang-orang TLM?"

Kefan tersenyum. "Gua emang orang-orang TLM, tapi gua bukan anggota mereka. Kalo lo mau tau gua itu siapa di TLM, lo cari tau dulu sepupu lo sendiri. Apa hubungan dia sama TLM, baru lo bisa tau siapa gua. Karena posisi gua sama dia gak beda jauh." Kefan baru saja akan melangkahkan kaki ketika dia ingat sesuatu. "Oh iya, setelah ini, lo jangan ngomong sama gua lagi, anggap kita gak pernah komunikasian sedetik pun." Lalu, laki-laki itu benar-benar pergi.

"Apa coba maksudnya yang keliatan dan gak keliatan itu sama? Orang aneh, organisasi pun aneh. Lama-lama gua bakal jadi orang aneh kalo gini caranya."

*****

Tidak mengikuti jam pertama sekolah, membuat tiga sekawan ini benar-benar malas masuk ke kelas. Sedangkan Ray dan Obiet memang tidak masuk kelas sebab mereka sedang mengadakan rapat dadakan di ruang OSIS menyangkut keamanan para siswa yang belakangan mulai terancam.

Gabriel, Deva dan Rio memilih duduk di kantin, sementara Cakka sibuk berada di ruang musik, katanya ingin mencari sesuatu yang hilang. Ketiganya tampak bermalas-malasan sambil memainkan ponsel mereka, beradu kemampuan dalam permainan CoC yang sedang digemari kalangan muda.

"Kak, tiga orang siswa pingsan, pembina gak ada, jadi otomatis kakak yang harus ngerawat mereka." Anak itu seperti sedang memerintah Deva.

"Cewek atau cowok yang pingsan?"

"Cowok kak."

"Ah elah, perasaan dari kemaren cowok mulu, kali-kali gitu kek cewek." Gabriel dan Rio yang fokus memainkan permainannya pun terhenti sejenak mendengar guyonan nakal temannya.

"Pikiran lo kadang mengandung unsur tidak terduga, Deva." Tutur Rio.

"Shitt!!! Gua kalah gara-gara lo berdua nih!!" Gabriel menggerutu sambil menekan asal layar ponselnya.

"Udah ah gua cabut, nyawa memanggil."

"Gua juga cabut, mau nemuin gebetan."

"Eh tunggu-tunggu, gua dikit lagi menang." Rio menjadi kesal mendengar kata 'kemenangan' saat dia sudah terkalahkan oleh Deva. "Eh, tunggu dong bentar lagi, nanggung, Yo."

"Bawel lo, ah. Game Over, nice. Gua tunggu traktiran lo berdua." Deva mengakhiri penuh kemenangan, seperti yang sudah-sudah.

*****

Rio menurunkan Gabriel di depan rumahnya dan kembali melaju menemui sang calon kekasih dengan kecepatan di atas rata-rata. Gabriel yang sudah terbiasa bermain di rumah Rio, tanpa rasa segan dan ragu membuka gerbang rumah Rio dan memasuki lingkungan asri itu.

Air mancur berhiaskan patung ikan sedang menganga di bagian atasnya dan beberapa jenis ikan di dalam wadah itu menyambut kedatangan Gabriel, sekelilingnya terdapat berbagai jenis bunga rumput berwarna merah-muda, pepohonan rindang, dua bangku taman terletak di dua sisi berbeda dan berbagai jenis tanaman lainnya berada di halaman rumah itu. Sungguh, rumah yang mengaggumkan bagi seorang remaja yang tinggal seorang diri di rumah berlantai satu, namun luas itu. Hanya sesekali pembantu rumah itu mengunjungi anak majikannya.

Menapaki jalan bebatuan yang akan mengantarkan diri pada pintu utama rumah mungil nan mewah itu, berjejer jenis bunga soka dan bunga lainnya mengikuti langkah, memberikan kesejukkan dan harum wangi udara yang semula hanya mencium bau asap kendaraan. Membuat tenang siapa saja yang datang.

Gabriel membuka pintu rumah dengan leluasa dan berjalan masuk menuju belakang rumah, letak kamar Rio yang berhadapan langsung dengan kolam renang. Rumah itu seperti sebelumnya, selalu sepi dan nyaris tanpa penghuni. Kesibukkan dan keegoisan telah merengut keharmoisan keluarga tersebut, membuat Rio lebih betah tinggal di rumah Gabriel atau Deva, karena disanalah, Rio dapat menemukan cinta dan kasih dua orangtua, meski bukan berstatuskan kandung.

Kamar Rio selalu dalam keadaan terbuka agar udara segar bisa memenuhi setiap celah kamarnya. Gabriel memasuki ruangan itu dan mulai mencari bukunya yang tertinggal.

Tatanan kamarnya yang rapi dan barang-barang diletakkan pada tempatnya memudahkan Gabriel menemukan buku catatan biologinya yang sempat tertinggal. Tapi, buku itu tidak lantas diambil, matanya terpusatkan pada sebuah baju yang membuatnya penasaran, atau mungkin lebih tepatnya menarik minat dan perhatiannya. Gabriel mengelilingi kamar itu seakan masih mencari bukunya yang hilang.

Setiap judul buku, setiap rak buku dan lemari lainnya yang tertutup, satu-persatu pemuda itu buka dan tutup, baju-baju Rio pun menjadi sasarannya untuk mencari sesuatu yang dia sendiri pun tidak memahaminya dan bersorak riang saat menyentuh sebuah buku yang sudah dia pegang sebelumnya.

"Ah, bloon banget sih gua, padahal dari tadi gua udah liat."

*****

Vote and Comment, please

Kritik dan Saran membangung diperlukan

Terimakasih ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro