20: Rumah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dalam perjalanan menuju ke rumah Yefta, mereka berdua sama-sama teringat akan kenangan itu. Kenangan ketika mereka berada dalam jarak dan saling merindukan satu sama lain. Sejak saat itu, Yefta lebih memahami Frey. Belajar mengerti kalau tidak semua berjalan sesuai keinginannya, dia tidak boleh egois dan mau untuk dimengerti saja sebab semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Dia belajar lebih sabar dan dewasa, sedangkan Frey belajar mengendalikan emosinya. Tidak semerta-merta dia marah dan orang lain harus tahu perasaannya, harus merasakan amarahnya dan ikut kena semprot begitu saja. Tidak boleh egois, semua ada batasnya. Urusannya tidak boleh diikutcampurkan dengan orang lain, urusannya harus diselesaikan sendiri.

Dalam diam mereka larut dalam pikiran masing-masing. Menyisakan dentingan lagu yang menguasai heningnya suasana. Dua insan itu tidak saling bertegur sapa untuk beberapa lama, sebelum akhirnya Frey memutuskan untuk bersuara.

"Kamu nggak laper, Ta? Aku laper."

Gadis itu tersentak kaget, dia pikir cowok itu akan tetap diam hingga mereka sampai di tujuan.

"Wajahnya bisa biasa aja nggak, sih? Gitu banget ekspresinya. Aku manusia, Neng. Syok amat, deh."

Yefta tertawa, senang melihat Frey merajuk. Baginya mengusili dia menjadi hal membahagiakan yang wajib dilakukannya. Namun, ini di luar kesengajaan. Dia tetap saja senang, Frey memang punya tempat khusus di hatinya.

"Senyam-senyum aja. Iya, aku tahu aku ganteng. Kasihan kamu kalau mandangin aku terus, jadi diabetes nanti karena kelebihan gula."

"Emang diabetes apa yang kamu maksud?" tanya balik Yefta.

"Hah? Diabetes ya diabetes. Emang apaan, sih?"

"Emang diabetes itu apa?" tanya balik Yefta.

Gadis itu tidak menyerah, dia suka bermain cerdas cermat dengan Frey.

"Diabetes itu penyakit kronis. Ada beberapa macem, ada diabetes tipe 1 itu diabetes karena pankreas tidak bisa menghasilkan insulin. Akhirnya gula dari makanan ngga bisa masuk ke sel, soalnya pintu masuk makanan bisa ke sel harus pake insulin. Jadi, penderita diabetes tipe 1 obatnya cuman insulin pen. Kalau diabetes tipe 2 ini karena gaya hidup."

"Jadi, maksudnya diabetes tipe 1 bukan karena gaya hidup?"

"Iya, bukan. Sejak masih anak-anak juga bisa aja kena diabetes tipe 1. Kalau pasien diabetes tipe 2 bisa sejak dewasa. Yah, kebanyakan konsumsi gula yang berlebihan. Reseptor insulinnya jadi nggak peka, akhirnya gula di darah nggak ditarik biar nempel di reseptor dan masuk jadi bahan bakar sel di tubuh. Gitu deh."

"Terus obat untuk pasien diabetes tipe dua gimana?"

"Bisa pake OAD alias Obat Anti Diabetes. Ada macem-macem golongannya. Nanti sampe rumah aku bahas apa aja, deh, terkait golongan OAD. Selain itu bisa juga pake insulin pen. Cuman ada tatalaksananya. Perlu mengecek gula darah puasa, gula darah acak dan HbA1c. Dari sana baru bisa tahu mulai pake mono terapi, dua terapi atau tiga terapi. Bahkan ada yang langsung mulai dengan insulin pen kalau HbA1c lebih dari 9. Jadi, yah, tergantung."

"Terus, ada tipe apa lagi?"

"Ada diabetes gestasional alias diabetes pada masa kehamilan."

"Lah, kok bisa? "

Frey tampak lelah. Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Yefta kembali menyumbang suara.

"Capek? Ya udah. Beli minum aja kali ya?"

"Nggak. Nanti kamu beli minuman dingin sama manis."

"Emang kenapa nggak boleh minum manis, dah?"

"Nggak denger aku ngomong apaan tadi? Kebanyakan konsumsi yang manis nggak baik. Kamu mau kena diabetes tipe 2 gara-gata gaya hidupmu kayak gitu?"

"Idih. Kok ngamuk. Lagian, kan, ini badan aku. Hidup aku juga. Nggak usah sewot, dong."

"Jelas sewot. Kamu malah gitu. Kita hidup sehat bareng-bareng,  yuk. Jangan sakit. Aku nggak bisa tanpa kamu."

Yefta memutar matanya malas. Dia tahu itu hanya bualan semata. Dia sering melihat Frey sibuk dalam organisasi, saking cintanya dengan kesibukan hingga jarang berbicara dengannya. Jadi, dia sangat tahu kalau Frey lebih bisa hidup tanpa dirinya.

"Mulai, deh. Perasaan situ bisa deh tanpa adanya aku."

"Apaan? Ih. Kan aku tahu kamu perhatiin, jadi aku nggak ngerasa sendiri. Kamu jangan gitu."

"Ah elah, bawel. Udahan ah, ngantuk."

Mereka saling tertawa, melanjutkan pembicaraan beberapa kali sebelum Yefta terbuai oleh kantuk dan tertidur.

Frey tersenyum, menggunakan mobil memang pilihan yang tepat. Dia bisa membelai puncak kepala gadisnya. Ya, mereka akan segera bersama. Jadi, pantas jika Frey menyatakan dia adalah gadisnya.

Bersama selamanya. Dia takut mereka akan berselisih paham, kembali berjauhan. Dia tidak ingin hubungannya dengan gadisnya menjadi runyam. Frey ingin hidup bahagia dan tenang dengan damai sejahtera selamanya.

"Frey jahat amat ih," gumam Yefta dalam tidurnya.

"Idih, posesif amat sampe mimpiin aku?" ujar Frey sambil menahan tawanya. Dia bahagia, gadisnya terlihat bahagia sejak tadi hubungan mereka membaik.

Wajahnya memerah, dia malu. Namun, senang. Mungkin akan ada perselisihan, tapi dia berharap semua akan menemukan jalan keluarnya. Baginya perpisahan bukanlah solusi, kecuali di kondisi tertentu seperti korban kekerasan dalam rumah tangga. Siapa yang akan kuat menahan dan menabahkan diri menghadapi kerasnya kehidupan kerja serta di rumah pun sama saja tersakiti.

Frey tidak akan menyakiti siapapun, apalagi wanita. Terkhusus lagi Yefta. Dia akan menjaga gadisnya dengan setulus dan sepenuh hati sebab dia ingin menjaga kebersamaan mereka.

Mobil pun berhenti, Frey menepuk bahu Yefta beberapa kali sebelum menarik kembali tangannya.

"Hmm? Udah nyampe, Frey?" Suara serak itu menambah kesan bagi pendengarnya. Frey baru tahu karena gadis itu jarang tertidur di sebelahnya. Kalau pun tidur, pasti tidak dibangunkan karena dia harus pergi ke kegiatan organisasi. Jadi, gadis itu di bawa pulang ke rumah terlebih dahulu.
Oleh karena itu dia nggak pernah tahu dan mendengar suara serak Yefta yang candu.

"Udah. Bangun, gih."

Satu tangan menutup bibir merahnya. Frey malu. Dia tidak kuasa menahan diri. Dia jadi malu dengan dirinya sendiri.

"Kenapa diem? Keringat dingin? Hipoglikemia?"

"Ye, nggak kok. Tenang aja. Cuman butuh tidur aja. Kecapean."

"Yadeuh. Lagian tadi pake acara mau nganterin segala. Aturan tuh aku sama mama aja. Kamu pulang bareng papamu. Pake ngide segala sih, tahu rasa deh."

"Berisik. Kita mesti sering-sering ngobrol. Jangan ada kesalahpahaman diantara kita. Jangan main pergi kalau ada yang kamu nggak sukai. Intinya jangan pergi. Aku butuh kamu. Kita pasti bisa menyelesaikan semua masalah bersama. Kalau ada yang mau kamu bahas, bilang aja. Jangan main ngilang. Aku panik kalau nggak ketemu kamu. Tolong aku ya? "

Yefta tersenyum, dia merasa dicintai dan dibutuhkan. Ternyata cintanya memang tidak bertepuk sebelah tangan kali ini. Bersama pujaan hati, Frey.

Bersambung

1011 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro