Bagian Ketiga(2/2), Di Taman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mark dan Nicole pun sampai di lapangan hijau yang berbukit-bukit itu. Nicole segera duduk di rumput dan mengatur napasnya. Diikuti oleh Mark.

"Capek banget! Hahaha," kata Nicole sambil terus mengatur napasnya. "Ngomong-ngomong, ayo buka kado!"

Mark menyerahkan sebuah kado berbentuk kubus yang terlihat berat kepada Nicole. "Ini kado kamu."

"Ini apa ya? Hmm." Nicole sedikit mengguncang-guncangkan kado itu.

"Buka aja ahaha."

Nicole merobek kertas kado itu, dan membuka kardus yang menutupi hadiah yang sebenarnya.

Nicole terkesiap melihat isi kado itu, ia mengeluarkan sebuah buku—bukan, sebuah album dari kotak kardus itu, lalu membuka album itu perlahan.

"Mark, ini album dari... dari momen-momen terbaik yang kita alami." Nicole mengamati album itu dan tersenyum. "Mark, ini... aku suka ini! Makasih banyak!"

"Spesial buat kamu."

"Engga, Mark. Ini lebih dari spesial," kata Nicole sambil tersenyum. "Ini kado buat kamu. Buka cepetan! Haha!"

Mark menerima kado dari Nicole dan sesegera mungkin membukanya. Mark mengeluarkan hadiah di dalamnya dengan hati-hati. Ternyata itu adalah sebuah jam dinding mungil, dengan foto Mark dan Nicole sebagai latar belakangnya.

"Jadi, gimana? Kamu suka?" tanya Nicole.

"Hebat! Makasih banyak Nic!"

"Aku bikinnya hati-hati itu hahaha. Gantung itu di kamar kamu, jadi setiap saat kamu mau liat jam berapa... kamu selalu inget aku," kata Nicole sambil tersenyum.

"Haha, aku suka ide kamu."

"Haha makasih, Mark." Nicole menatap langit. "Lihat ke atas deh Mark."

Mark mengikuti kata Nicole. "Bintang-bintangnya indah."

"Yup. Entah kenapa, itu ngingetin aku akan sesuatu."

"Manusia dan cinta?" Mark menebak-nebak.

"Tepat sekali! Semua bintang-bintang di langit, bayangkan semuanya adalah manusia. Bayangkan itu. Tujuh milyar bintang. Dengan kepercayaan yang berbeda. Penampilan yang berbeda-beda. Dan entah bagaimana caranya, satu bintang akan bertemu dengan sebuah bintang spesial yang akan...."

"Mencintai dirinya," timpal Mark.

"Ya, satu bintang spesial itu. Satu dari tujuh milyar. Cuma ada satu." Nicole menghela napas sejenak, lalu memperhatikan sekitar. "Mark, liat deh di sekitar kita, banyak banget orang-orang pacaran. Aku lupa sekarang juga kan hari valentine."

"Mereka keliatannya menikmati waktu mereka sekarang."

"Yah, dan mereka semua pegangan tangan," kata Nicole. Rasanya canggung banget dikelilingi orang pacaran. Gimana caranya nih kita berbaur?"

"Ya, menurutku, kita juga harus pegangan tangan."

"Yap!" Nicole dengan cepat menyambar tangan Mark dan memegangnya dengan erat. "Nah!"

"Masih ngerasa canggung?"

"Udah enggak, hahaha." Nicole tertawa lepas, lalu tak lama berubah menjadi serius. "Mark, tentang tujuan hidup yang kita bicarain di ayunan tadi..."

"Ya?"

"Ada satu yang aku mau kasih tau. Ya mungkin ini bukan yang paling penting, tapi... aku akan menemukan bintang spesialku itu."

"Menurut kamu, kamu udah nemu bintang spesial itu belum?" tanya Mark.

"Aku... aku gak tau... tapi, belum sih, kayaknya. Mungkin suatu hari. Di waktu yang tepat, di tempat yang tepat," kata Nicole dengan suara yang hampir tak terdengar. "Kalau kamu, Mark? Udah nemu bintang spesial kamu?"

"Ya, udah."

"Tunggu... gimana aku bisa lupa? Nicole Collins kan ya bintang spesial kamu? Hahaha." Nicole tertawa puas. "Semoga beruntung deh, Mark."

Mark terseyum kecut.

"Nicole, aku mau ngomong sesuatu," ujar Mark.

"Ooh. Apa itu?" tanya Nicole sambil terseyum.

"Aku udah nunggu lama buat ini, tapi aku takut kalau...."

"Kalau apa?"

"Kalau kita gak bakal bicara lagi nanti."

"Mark, kita gak bakalan gak bicara lagi, aku janji. Selama itu adalah kenyataan, kita bakalan baik-baik aja." Nicole memastikan. "Jadi, ayo. Jangan malu-malu. Kamu mau ngasih tau apa?"

"Aku udah nemu bintang spesial aku. Itu... kamu," kata Mark, menyatakan yang sesungguhnya.

"Tunggu, kamu... kamu seriusan sekarang? Ahaha," kata Nicole sambil tertawa lembut, tawa gugup.

"Aku serius."

"Woah... Mark... aku... aku mau ngasih tau kamu sesuatu, juga. Kenyataannya...," Nicole memberi jeda sejenak. "... ya, aku suka sama kamu. Dulu."

"Artinya...?"

"Artinya, aku... aku udah gak suka lagi sama kamu sekarang," kata Nicole. "Mark, kamu tau sendiri kan, kamu udah bantuin aku ngelupain Mike dan Jenny. Saat itu, aku mulai punya perasaan ke kamu, tapi... ada sesuatu di dalam diri aku yang maksa aku buat nahan semua perasaan itu, karena... karena kita itu sahabatan kan?" Nicole tersenyum.

Berbagai macam kata berputar-putar dalam kepala Mark. Ingin rasanya ia memprotes perkataan Nicole barusan. Tak bisa. Akhirnya Mark hanya dapat mengatakan:

"Entahlah."

"Biar kujelaskan, Mark. Kamu temen yang bener-bener hebat... aku gak mau kehilangan kamu. Kamu itu segalanya yang aku harapkan... maksudku, kamu baik... dan kamu karismatik... dan kamu menarik hati. Kamu sempurna, tapi... tapi aku gak tau kenapa. Aku gak tau kenapa, semua perasaan aku ke kamu hilang begitu aja," jelas Nicole.

"Perasaan itu ... bisa kembali?"

"Aku gak tau. Oh, dan, aku ya... selalu tau kalau kamu punya perasaan ke aku."

"Gimana kamu bisa tau?"

"Entahlah, tapi perkataan kamu itu... sedikit mencurigakan?" Nicole bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Oh, dan aku juga inget kamu kayak berusaha bikin aku cemburu, tau lah, karena Nicole Collins. Sebenernya, ya, aku cemburu. Aku cemburu dan takut ada teman lain yang bakal gantiin posisi aku buat kamu."

Keheningan menyelimuti mereka. Terhanyut dalam pikiran masing-masing.

"Mark, kamu tau apa yang aku takutkan?" tanya Nicole tiba-tiba.

"Takut ada orang yang nembak kamu di taman?"

"Hahah gila ya kamu," kata Nicole tertawa, namun kembali berubah serius setelahnya. "Aku takut kamu ngebuang aku karena kamu gak mau kita kayak gini. Aku gak mau kehilangan sahabat terbaik yang aku punya selama hidup aku." Nicole terseyum.

"Entahlah, Nic."

"Aku... aku ngerti. Kalau cuma cinta aku yang kamu mau selama ini, ga apa-apa. Aku cuma mau bilang maaf, kalau aku nyakitin kamu Mark, tapi aku gak bisa." Nicole menghela napasnya. "Jangan khawatir, kita pasti akan bertemu dengan satu orang yang spesial itu suatu saat. Sekarang, kita lebih baik seperti ini. Kamu bakal bertemu orang yang lebih baik dari aku."

"Dan kamu bakal nemu orang yang lebih baik dari aku juga?"

"Untuk cinta, ya. Tapi kalau untuk teman, enggak, karena kamu yang terbaik," ujar Nicole. "Mark, aku mau nanya terang-terangan nih, kamu mau lanjutin pertemanan kita?"

"Emm, ya kurasa. Aku sudah puas dengan apa yang kita miliki sekarang."

"Makasih, Mark. Kuharap... kuharap semuanya akan baik-baik aja setelah ini. Tunggu, aku punya sesuatu buat ngobatin perasaan kamu yang sakit."

Tiba-tiba Nicole mendekatkan wajahnya pada wajah Mark, lalu ia pun mencium pipi kiri Mark.

"Nah. Kamu pasti baikan sekarang," ujar Nicole.

"Makasih."

"Mark, seseorang gak harus dicintai secara romantis untuk bahagia. Apa yang seseorang butuhkan yaitu seorang teman, yang akan menemani di saat-saat gelap, agar terus bahagia."

"Aku senang punya temen kayak kamu di sisiku."

"Naaah."

DUAR!! JDUAR!!!

"Eh, liat pertunjukkan kembang apinya udah mulai!" seru Nicole.

DUAR!! JDUAR!!!

"Ih liat itu kembang apinya bentuk hati!" seru Nicole girang.

"Keren, ya."

"Hahaha... ini hari terbaik bagiku!" Nicole terlihat sangat gembira.

~•~

Begitulah. Mark, sudah mengetahui kenyataannya. Apa yang dapat ia lakukan sekarang? Entahlah, biar takdir yang melakukan pekerjaannya sekarang.

~•~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro