Lantunan 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diam-diam mengagumi harus siap diam-diam patah hati.

🍂🍂🍂

Kinan terdiam sambil berpangku tangan di tempat duduknya, pikiran gadis itu melayang entah kemana. Sejak mendengar fakta kemarin rasanya ia menjadi tidak berselera untuk melakukan apa-apa. Ah! Mengapa ia harus mendengar percakapan yang tidak seharusnya ia dengar itu?

Gadis itu mendesah pelan, teringat dengan sebuah teori yang mengatakan bahwa siap merasakan cinta itu harus siap dulu untuk merasakan patah hati. Jatuh dulu baru mencintai, begitu?

"Tunggu dulu! Ih Kinan apaan, sih?" gumam Kinan sembari menepuk-nepuk pipinya sendiri.

Adzra yang sejak tadi tenggelam dalam novel yang ia baca perlahan mengangkat wajahnya, memperhatikan teman sebangkunya dengan alis berkerut.

"Kinan, kamu sehat?" Adzra kemudian menempelkan punggung tangannya di dahi Kinan.

"Kayaknya aku sakit deh, Ra."

"Sakit? Sakit apa? mau aku antar ke UKS?" Wajah Adzra mulai menyiratkan rasa khawatir.

"Sakit hati."

Adzra menggelengkan kepalanya, kemudian menggelitiki pinggang Kinan, hingga membuat gadis yang sejak tadi murung itu tertawa terbahak-bahak.

"La tahzan innallaha ma'ana," bisik Adzra sambil tersenyum, "dari pada kamu ngelamun terus gitu, lebih baik kamu sholat dhuha gih! Mungpung lagi jam kosong juga."

Kinan tersenyum, berulang kali mengucap syukur pada-Nya karena telah menghadirkan sosok sahabat seperti Adzra, yang menuntun ketika jatuh juga mengingatkan ketika salah.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah, yang kamu dustakan?

Kinan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ia pikir ini merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan sholat Dhuha. Lagi pula matahari juga belum terlalu tinggi.

"Ya udah, yuk?" ajak Kinan.

Adzra terdiam, kemudian menggeleng pelan sambil tersenyum malu-malu, beruntung Kinan langsung paham bahwa teman sebangkunya itu sedang kedatangan tamu. Kinan pun mengangguk kemudian mulai melangkahkan kakinya keluar kelas.

Sepeninggalan Kinan, gadis yang masih duduk di meja itu menghela nafas. Dia Adzra, yang saat ini sedang merasakan kesakitan yang sama dengan Kinan. Namun, gadis itu belum siap membagi apa yang ia rasa.

Gadis itu memperhatikan lagi buku yang kini tersimpan di mejanya, dengan pandangan tak terbaca ia bergumam pelan, "benar ya? Diam-diam mengagumi itu harus siap diam-diam patah hati."

🍂🍂🍂

Kinan berhenti di teras mesjid, membuka ikatan tali sepatunya, memperhatikan sekitar yang terasa sepi karena sebagian kelas tengah melangsungkan pembelajaran. Pikirannya tiba-tiba teringat pada Rahman yang dulu menanyakan, kamu anak rohis, kan?

Kinan menghela nafas, mengapa setiap hal di sekelilingnya selalu mengingatkan ia pada Rahman? Padahal belum tentu pemuda itu juga memikirkan dirinya, bahkan ia tak yakin bahwa Rahman mengetahui namanya. Ah, jatuh hati memang selalu membuat bingung sendiri.

Setelah gadis itu mengambil air wudhu, ia pun menaiki tangga untuk menuj lantai dua mesjid, tempat biasanya sembahyang kaum hawa. Di mesjid sebesar ini, Kinan hanya seorang diri. Setelah selesai melaksanakan sholat Dhuha, ia merenung dengan mukena yang masih dikenakannya.

Lagi. Ia teringat sosok Rahman. Ah, bukan! Tapi pada sosok gadis yang mengatakan bahwa ia adalah mantan pacar Rahman. Kinan sedikit kecewa, ketika seseorang yang dikaguminya pernah terikat hubungan yang tidak halal dengan orang lain, apalagi orang itu adalah sosok yang istimewa di mata Kinan.

"Ya Allah jika Kak Rahman bukan jodohku, kuharap aku bisa melupakan rasa ini padanya. Kumohon datangkanlah seseorang yang merupakan pilihan terbaikmu, di saat yang tepat, ketika aku telah benar-benar siap."

Gadis itu menutup mata, menengadahkan tangan ke udara, memanjatkan doa pada Sang Pencipta.

Ar-rahman

Allamal quraan

Khalaqa-insaan

Allamahul bayaan

Kinan mengusap wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, lalu dengan pelan membuka kelopak mata, ketika lantunan kalam Ilahi menggema memenuhi telinganya, gadis itu terdiam, membiarkan ketenangan melebur dalam dadanya, melupakan sejenak perasaan kaku kepada makhluk ciptaanNya, melupakan Rahman yang sejak tadi mengganggu pikirannya.

Hingga ayat terakhir dilantunkan dan kini berganti dengan keheningan. Dengan cepat Kinan melepas mukena yang dikenakannya, lalu melongokkan kepala ke lantai pertama mesjid sekolah, untuk melihat siapa pelantun merdu surah Ar-Rahman itu.

Sial. Di lantai pertama sudah tidak ada siapa-siapa. Kinan penasaran, dengan cepat ia mengenakan sepatunya di teras mesjid, sambil menolehkan kepala ke sana ke mari untuk melihat siapa tahu pemuda itu masih berjalan ... dan akhirnya Kinan menemukan punggung pemuda yang mengenakan peci hitam itu.

Kinan sedikit berlari mengejar langkah lebar pemuda itu, punggung itu hampir menghilang di balik tikungan dan entah mengapa Kinan sangat penasaran. Kinan tidak meminta apa-apa ia hanya ingin melihat wajah pemuda pelantun surah Ar-Rahman itu.

"Fandi!" seseorang terdengar menyapa kencang.

Sekilas Kinan menoleh ke sumber suara, lalu menoleh kembali ke punggung pemuda berpeci hitam itu. Namun, pemuda itu sudah menghilang dari penglihatannya.

Kinan menghela nafas, ia masih penasaran, "siapa sebenarnya pemuda berpeci hitam itu?"

Kinan membalikkan badan, berniat untuk kembali ke kelas. Namun ia kembali terdiam dengan langkah yang berhenti secara tiba-tiba.

Deg!

Hampir saja ia menabrak dada bidang seseorang kalau saja pemuda di hadapannya tidak dengan cepat menghentikan langkah. Kinan mendongakkan kepala untuk melihat siapa orang di hadapannya. Rahman. Kinan dengan cepat menundukkan kepala kemudian berlalu tanpa mengucapkan apa-apa.

🍂🍂🍂

Kelas Kinan begitu hening, hanya terdengar derit spidol yang beradu dengan whiteboard. Bu Nike, guru Bahasa Indonesia itu terlihat menuliskan beberapa materi di papan tulis. Para siswa di ruang kelas XI B 2 tampak sibuk menyalin tulisan di papan tulis ke buku catatannya.

Tok tok!

Suara ketukan pintu membuat Bu Nike mengalihkan perhatiannya, di ambang sana tampak berdiri Bu Alea, wali kelas XI B 2. Semua pasang mata tertuju pada Bu Alea, para siswa bingung, ada gerangan apa wali kelas mereka mendatangi kelas di tengah pembelajaran begini? Seingatnya, tidak ada masalah yang dilakukan siswa di kelas ini. Yah, kecuali kejadian minggu lalu ketika Alfa tidur di kelas pada saat pelajaran matematika, yang membuat Bu Alea marah sehingga menghukum mereka dengan setumpuk tugas.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Semua yang mendengar salam itu dengan serempak menjawab.

"Bu Nike saya minta waktunya sebentar, ya?" ucap Bu Alea yang dibalas dengan ramah oleh Bu Nike.

"Jadi begini anak-anak, kelas kita kedatangan murid baru, Ibu harap kalian senang mendengar kabar ini."

Bu Alea kemudian mempersilakan seseorang masuk, semua pasang mata kemudian mengalihkan perhatian pada seorang siswi yang memiliki mata sipit itu, kerudung yang dikenakannya tidak terlalu panjang, namun cukup untuk menutupi dada.

"Hai! nama saya Saila Ilyana, saya pindahan dari Jakarta, salam kenal." Sebuah senyuman tampak Saila sunggingkan.

"Nah! anak-anak semoga kalian bisa berteman baik dengan Saila, ya! Saila kamu bisa duduk di bangku kosong itu," ucap Bu Alea sambil menunjuk bangku kosong di belakang tempat duduk Kinan, kemudian ia pamit meninggalkan kelas, mempersilakan pada Bu Nike untuk melanjutkan pelajaran.

Saila melangkahkan kaki menuju tempat duduknya, beberapa teman barunya menyapa ramah yang dibalas dengan senyum oleh gadis itu.

Adzra tersenyum pada Saila yang berjalan ke arahnya, kemudian menyikut lengan teman sebangkunya yang sejak tadi sibuk sendiri dan tidak memperhatikan, untuk menyapa.

Kinan kemudian mengangkat wajahnya setelah diberi kode beberapa kali oleh Adzra. Ia terdiam, manik kopinya tampak menatap tajam pada sang murid baru yang kini juga tengah terdiam.

"Saila!"

"Kinan!"

Mereka berujar bersamaan dan diakhiri dengan senyum merekah yang sama-sama mereka tampilkan.

🍂🍂🍂

'Ambil hikmahnya jangan dicontoh yang buruknya'

Din🍂


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro