Pemaksa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bukan maksudku memaksamu, tapi entah, aku merasa ini bukan diriku."

KLK

Cuaca saat ini bisa dikatakan labil, sekarang panas, beberapa menit kemudian bisa saja hujan lebat. Suhu udara lumayan dingin membuat siapa saja pasti lebih memilih berdiam diri di rumah masing-masing.

Sama seperti Raka pagi ini. Dia menyibukkan diri dengan botol-botol kaca dan tumbuh-tumbuhan kecil yang berserakan di meja.

Ini hobi yang diturunkan dari ayahnya. Dari kecil, ayahnya itu sering mengajaknya mencari tumbuhan kecil untuk dimasukkan dalam botol kaca. Menatanya hingga rapi, lalu merawatnya dan melihat hasilnya beberapa minggu kemudian.

Beberapa botol sudah terisi tumbuhan seperti lumut dan tumbuhan kecil lainnya. Dia letakkan di rak-rak khusus terarium yang ada di samping gazebo.

Setelahnya dia membereskan sisa-sisa tanaman yang belum dia pakai serta botol kosong. Ia letakkan di bawah rak yang memang sengaja untuk menyimpan bahan-bahan membuat terarium.

Tangannya terulur mengambil sebuah kaca yang sudah ia buat berberapa bulan lalu. Ia tersenyum bangga melihat hasil karyanya. Dia membawa botol tersebut, lalu meletakkannya di atas meja. Mencari angel yang pas, kemudian memotretnya.

Baru dua foto yang berhasil ia ambil, tapi suara asisten rumahnya sudah mengiangkan namanya untuk sarapan.

"Bentar, Bi!" serunya menimpali.

Tak ingin membuat Bi Surti menunggu, ia langsung menuju dapur dan sarapan di sana.

|Raka|

Mobil mewah berplat nomor B 5547 FR melaju membelah jalanan yang tidak begitu padat. Membawa pengemudinya menuju tempat yang ia inginkan.

Beberapa kali mobil tersebut menyalip kendaraan lain. Membuatnya mengembangkan senyum bahagia. Bahagia karena jalanan pagi ini serasa miliknya sendiri.

Bibir seksinya tak henti mendendangkan lagu. Meniru siaran radio yang mengalun sedari mobil dijalankan.

Tujuan Raka sudah dekat, namun ia berhenti di depan mini market. Ia turun, kemudian masuk mini market tersebut. Tak lama ia keluar dengan sekantung plastik berisi es krim.

Baru saja ia ingin menjalankan mobilnya, ia melihat Kara turun dari mobil, yang ia kenali sebagai mobil Lucy.

Kedua telapak tangannya mencengkram kuat stir mobilnya. Sampai kuku jarinya terlihat memutih. Kontras dengan rahang yang mengeras dan urat syaraf yang terlihat jelas. Apalagi saat matanya menangkap Kara tersenyum dan melambaikan tangan pada Lucy.

Tanpa pikir panjang ia langsung melajukan mobilnya menjauhi tempat tersebut.

|RAKA|


Siang ini entah apa yang merasuki pikiran Raka. Dia melajukan mobilnya mendekati SMK Bangsa. Berhenti di depan mini market yang sama dengan tadi pagi. Ia memilih berdiam di dalam mobilnya, menatap awas pada pintu gerbang bangunan sekolah di seberangnya.

Bel berdentang sampai terdengar di telinganya. Ia membuka pintu mobilnya, lalu turun. Tatapannya tetap pada gerbang yang mulai dibuka, memunculkan wajah-wajah lelah nan senang dari dalamnya.

Mata tajamnya menelisik tiap wajah yang hilir mudik keluar dari sekolah. Hingga ia terpaku pada seorang gadis yang berjalan santai di antara ratusan makhluk dengan almamater yang sama.

Raka kembali masuk ke dalam mobil. Menjalankannya pelan, mengikuti Kara yang mulai jauh.

Ia mengamati gadis itu dari belakang. Gadis yang berjalan dengan sesekali menendang kerikil kecil, menyingkirkan dari jalan. Sesekali pula ia menoleh dan menggedikkan bahu kirinya.

Tepat ketika Raka dan mobilnya sampai di samping Kara, ia mematikan mesinnya. Turun lalu menghampiri Kara yang ikut berhenti.

Kara memandangnya bingung. Untuk apa lelaki ini menghampirinya.

"Buruan masuk!" titahnya tak terbantah.

Kara semakin bingung. Dia bahkan membentuk lipatan-lipatan di dahinya.

"Ada keperluan apa?"

"Masuk cepet."

"Mau lo apa? Gue harus berangkat kerja."

"Bolos sekali gak akan membuatmu dipecat. Gue bisa jamin." Raka memasang raut datar. Dia tau, hal ini tidak akan mudah.

"Mau lo apa?"

"Masuk sendiri atau pake cara kasar!"

Kara memutar mata jengah. Tidak ada angin tidak ada apa, Raka, yang notabene pelanggan resek itu menyuruhnya duduk semobil. Mungkin memang benar, ini di penghujung zaman.

Gadis itu melangkahkan kaki ingin meninggalkan Raka. Namun, langkahnya terhenti, dan malah berbalik ketika Raka menarik tangannya paksa. Tidak kuat, tetapi cukup membuat pergelangannya memerah.

"Lepas!" Desisan marah terdengar, tapi seakan tuli, Raka tetap mendorong paksa Kara masuk ke dalam mobil.

Kara berontak. Tentu saja. Tapi sekali lagi, Kara hanya perempuan yang tenaganya jauh di bawah Raka.

Mengapa dia tidak berteriak? Bukan dia sok berani, tapi dia sadar diri. Berteriak hanya akan membuatnya mereka jadi tontonan. Dan hal tersebut tidak ia sukai. Dia memilih diam, karena entah keyakinan dari mana, Raka tidak akan macam-macam dengannya.

Ree Puspita


22 Desember 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro