Rahasia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku tidak tahu apa yang kau lakukan. Namun, instingku mengatakan, kau adalah jalannya.
-Unkown-

Kaki-kaki pendeknya melangkah memasuki bus setelah dua orang sebelumnya sudah naik terlebih dahulu. Kara menjadi orang terakhir yang masuk dari halte ini.

Matanya menelusuri kursi-kursi di bus ini. Hanya tersisa dua kursi di pojok belakang. Dia mengembuskan napas. Dalam hati berdoa semoga saja tidak ada hal buruk yang datang.

Perempuan dengan kucir kuda itu berjalan perlahan menuju bagian belakang karena bus sudah berjalan lagi. Setelah sampai, ia merasakan ponsel dalam saku celananya bergetar. Tak lama kemudian Kara merogoh kantung dan mendapati panggilan dari Lucy.

"Assalamualaikum, Kak?" sapa Kara tepat ketika ia menempelkan benda pipih itu pada telinga kanannya.

"Iya, gue udah naik bus, sendirian." Jari-jemari tangan kiri Kara mengetuk kursi tempat ia duduk.

Dia menggigit bibir. "Sorry, gue gak tau kalau Kak Lucy mau jemput." Nada sesal terdengar. Masih dengan tatapan menunduk, Kara memainkan kakinya.

"Sekali lagi, gue minta maaf, Kak."

Hening. Kara mengendurkan ekspresinya, tak setegang tadi. "Iya, wa'alaikumussalam." Setelahnya sambungan itu ditutup oleh Lucy.

Gadis itu memilih menyimpan ponselnya pada ransel kecil yang ia bawa. Kemudian memangku benda tersebut. Kedua tangannya bertaut di atas tas yang ia pangku. Punggungnya ia sandarkan, mata berwarna gelap tersebut terbuka lebar mengamati sekeliling. Namun, hal tak wajar kembali ia lihat.

Dua kursi dari tempatnya duduk, ada makhluk berambut kusut yang kini menatap Kara. Tidak ada luka. Wajahnya tidak menyeramkan. Namun, posisi dia mampu membuat orang yang melihat langsung bergidik.

Wajah itu menghadap Kara yang notabene berada di belakang. Akan tetapi, tubuh perempuan itu masih menghadap ke depan. Bukannya mengalihkan pandangannya. Kara justru melebarkan mata.

Kittt

Bus berhenti mendadak. Sama halnya dengan makhluk itu yang langsung menghilang tanpa jejak.

Teriakan kesal dari para penumpang serta bentakan supir menjadi suara yang cukup menyebalkan. Tak lama, suara gendoran pintu makin membuat sang supir marah.

Kara sedikit melongokkan kepala ke depan, tepat di pintu samping kursi supir.

"Saya mau cari seseorang, Pak."

Kara mengernyit. Perawakan tinggi, kurus, dibalut sebuah hem berwarna putih dan celana levis berwarna abu-abu. Ia seperti mengenal orang itu, terlebih suaranya seperti familiar meski samar.

"Ck, anak muda," gumam seorang penumpang yang duduk tidak jauh dari Kara.

"Satu menit!"

Setelah itu Kara melihat lelaki tersebut berlari menuju pintu di samping kiri, lalu memasukinya.

"Kara!" teriakan yang tentu membuat ia terkesiap dan linglung. Terlebih banyak penumpang yang menggerutu karena terganggu.

"Woy, yang dicari cepetan turun!" teriak kernet bus diikuti teriakan-teriakan lain dari para penumpang. Ia ikut memandang ke penjuru.

Kara memilih berdiri, karena memang ia merasa kenal dengan lelaki tersebut. Banyak pasang mata melihatnya ketika berjalan menuju pintu keluar yang ada di belakang.

Lucy tersenyum. Ia melihat Kara keluar dari pintu belakang. Kemudian ia berbalik, memberikan selembar uang berwarna hijau pada sopir lalu turun bus diiringi teriakan kesal serta siulan jahil.

Bus melaju ketika dua sejoli itu sudah berdiri di trotoar. Kara menaikkan alisnya ketika melihat Lucy justru tersenyum.

"Ayo!" ajaknya.

Beruntung jalanan sepi, sehingga mobilnya tidak mengganggu lalu lintas. Ia mendekati Kara lalu menarik tangan perempuan yang masih kebingungan itu untuk mendekati mobilnya. Menyuruhnya masuk, lalu melajukan mobil menuju Cafe.


Juni 27, 2020

Ree Puspita, dengan berjuta keinginan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro