Luruh dalam Pelukannya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ramadhan menyapa lagi, dengan suasananya yang sunyi.

Tenang, damai, tentram mendampingi.

Menikmati suasana yang berbeda untuk tahun ini.

Dalam setiap malamnya, dalam setiap sahur dan buka.

Ada yang berbeda yang teramat terasa.

Sehari, dua hari, tiga hari, kami ternyata bisa melalui.

Dihari terakhir, satu doa yang terpanjatkan, semoga bisa bertemu dengan Ramadhan yang akan datang.

Saat itulah aku teringat, begitu juga yang kau katakan padaku,

"Semoga masih bisa diberi kesempatan bertemu dengan Ramadhan yang akan datang yaa nak" begitu katamu.

Namun, hanya ada aku dan bapak disini, tanpamu.

Kau pulang,

Kau menengok kami,

Kau selalu ada dalam setiap kegiatan kami,

Nyatanya kau masih disini, selalu menemani.

Sampai berakhirnya Ramadhan ini, kau masih disini.

Takbir bergema di seluruh penjuru negeri, disini kami merenungi.

Ada yang kurang, ada yang hilang,

Kemelut hati ini sampai pada batasnya.

Berpikir keras, entah apa yang dipikir, akupun tak paham.

Dibarisan terbelakang, bersama saudariku, do'aku untukmu selalu.

Sesaat sebelum berakhir, aku dan saudariku seolah berlomba dengan waktu.

Ingin segera rasanya bersimpuh dihadapmu.

Dengan langkah tergesa, kami mengunjungimu.

Air mata sudah dipelupuk mata.

Tumpah saat terduduk dihadapan pusaramu.

Sebait doa, setangkup rindu akhirnya lepas jua.

Disana, di pintu masuk sana, itu lelakimu.

Dia cintamu

Dia belahan jiwamu

Dia kekasihmu

Dialah hatimu yang tersisa untukku

Dialah separuh jiwaku yang terisisa.

Rinduku tak seberapa dibandingkan rindunya padamu.

Dia selalu mengunjungimu kan?

Yaa, selalu!

Mata itu adalah mata kehilangan yang teramat dalam.

Tapi senyumnya tak pernah lepas.

Justru disitulah pertahananku runtuh.

Pertahanan yang aku bangun tinggi dan kokoh

Lenyap seketika saat berada dalam pelukannya.

Aku luruh begitu saja, tersedu sedan dengan amat menyesakkan.

Aku goyah, dia yang menepuk bahuku.

"Kuatkan nak! Ibumu sudah tak sakit lagi, Ibumu sudah bahagia, nanti kita akan berkumpul lagi, tinggal menantikan waktunya saja, Kau kuatlah!"

Kuhapus air mata ini segera dan bergegas mengambil tangan kanannya, aku cium dan aku gandeng selalu, tak ingin ku lepas lagi.

Disitulah titik balikku, bersamanya, lelaki terhebatmu, dialah Bapak.

1 Syawal 1438 H

.

.

.

.

.

.

Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro