Bab 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gayatri melambaikan tangan ke arah pria kesayangannya. Mobil itu sudah melaju menjauh dari tempatnya berdiri, senyuman itu tidak pudar melainkan semakin mengembang. Suasana hatinya sangat baik pagi ini, meskipun kondisi tubuhnya tidak sebaik perasaannya. Perih di lambungnya benar-benar mengganggu kebahagiaannya di pagi ini. 

Tangannya merogoh ke arah tas yang dibawa, mencari satu strip obat yang selalu menjadi andalannya. Strip obat berwarna putih dengan tulisan biru yang masuk dalam golongan antasida. Obat yang bermanfaat untuk meredakan sakit maag dan perut kembung. 

"Ck! Pas dicari malah ngilang, dasar," keluh Gayatri lagi. Dia tidak dapat menemukan obat andalannya ini. Dia berusaha menarik napas dan menghela napas lagi, berusaha untuk tidak panik dan mengendalikan emosinya serta berpikir jernih.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya seseorang dengan khawatir.

Orang itu berusaha mendekatinya, tetapi dia menepis sentuhan di pundaknya.

"Niskala, udah. Aku udah punya pacar. Dia calon suami aku, nggak usah perhatian berlebih ke aku gini. Kalau mau nanya itu nanya aja, nggak usah pake pegang-pegang pundak segala," omelnya kesal.

Jelas Gayatri khawatir jika kedekatannya dengan Niskala akan membuat Nehemia salah paham dan menjauh darinya lagi, dia tidak mau ada jarak diantara mereka. Sudah cukup dia dibuat gelisah karena mereka tidak saling bertegur sapa.

Dari manik matanya, terlihat jelas jika dia sedih dan kecewa. Pria itu langsung menghentikan gerakannya yang ingin menepuk pundak Gayatri, posisinya tertahan dan dia hanya diam di tempat. 

"Okay. Aku nanya aja boleh, kan? Kamu nggak apa-apa? Wajahmu pucat, meringis juga. Kamu kenapa?" tanya Niskala khawatir, dia benar-benar tipe orang yang peduli dengan orang lain, terkhusus jika orang itu adalah orang yang dia sayangi.

"Aku oke, cuman butuh obat maagh aja. Agak perih," tuturnya jujur. 

"Ck! Dasar," decaknya kesal. Niskala paling tidak suka jika Gayatri menyepelekan kesehatannya. Kenangan di masa lalunya membuatnya jadi semakin peduli dengan orang disekitarnya, dia pernah ditinggalkan oleh sahabatnya dan dia menyesal tidak ada di sisinya untuk menguatkannya.

"Apa, sih? Pagi-pagi udah kesal aja ini orang," omel Gayatri lagi sambil melanjutkan langkahnya ke dalam apotek.

"Kamu nyebelin. Udah tahu punya riwayat maag itu siap sedia obat, dong. Bawa air putih hangat, kamu butuh itu."

"Iya bawel. Kepalaku makin pusing kalau kamu ngomel mulu."

Mereka terus beradu debat, pemandangan seperti ini sering dilihat petugas apotek yang lain, mereka sudah mulai paham dan membiarkan saja mereka bertindak dan beradu urat seperti itu, selama masih dalam batas aman maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Phinong, aku beli obat maag satu lembar ya," ujar Gayatri pada Phinong yang sudah siap di depan komputer kasir. Dia sudah siap menyambut pasien yang ingin membeli obat.

"Siap, bosque!" 

Gayatri tersenyum tipis, dia tahu anak itu suka sekali menggunakan bahasa gaul. Dia juga tidak memperdulikan hal itu, selama mereka tetap bersikap sopan saat bertugas melayani pasien maka tidak masalah.

"Ini obatnya. Indikasinya untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti mual, nyeri ulu hati, nyeri lambung, dan perasaan penuh pada lambung. Obat ini diberikan sebelum makan atau 1-2 jam setelah makan dan menjelang tidur. Perlu diperhatikan untuk tidak menggunakan dosis tinggi dalam jangka waktu panjang karena dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal."

"Okay. Cara pakainya nggak dijelasin juga?"

"Obat ini adalah tablet kunyah, jadi dikunyah aja ya. Rasanya manis," jawab Phinong lagi sambil cengengesan.

"Senyum bukan cengengesan, dasar," omel Gayatri sambil memberikan beberapa lembar uang untuk membayar obat yang dibelinya ini.

"Siap laksanakan!" Phinong dan semangatnya selalu memberi semangat juga untuk dirinya, dia benar-benar bersyukur mempunyai rekan kerja seenergik ini.

Gayatri sudah mengunyah obatnya, tentu saja membutuhkan proses untuk merasakan efek dari obat ini, tetapi tidak masalah karena yang terpenting adalah dia sudah minum obat.

"Kamu punya riwayat GERD kan? Masih inget GERD itu apa?" tanya Niskala, masih dengan raut wajah kesal.

Wanita ini menatapnya dengan alis terangkat satu, merasa heran dengan Niskala yang tiba-tiba menanyakan pertanyaan seperti ini.

"GERD atau Gastroesophageal reflux disease itu suatu keadaan melemahnya Lower Esophageal Sphincter atau LES yang mengakibatkan terjadinya refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus."

"Kamu tahu faktor resiko GERD apa aja?"

"Obat-obatan seperti teofilinm antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calcium-channel blocker. Faktor lainnya itu makanan seperti cokelat, makanan berlemak, kopi, alkohol, dan rokok. Hormon dan menopause juga dapat menjadi faktor resiko GERD. Menurunnya tekanan LES pada wanita hamil  terjadi akibat peningkatan kadar progesteron, sementara pada wanita menopause menurunnya tekanan LES terjadi akibat terapi hormon estrogen. Bisa juga karena indeks masa tubuh yang semakin tinggi."

"Nah, ada dua faktor resiko yang ada pada kamu, yaitu indeks masa tubuh yang tinggi dan jadwal makanmu yang kurang bener. Kapan terakhir kali kamu diet?"

"Kamu nggak mau nanyain patofisiologi GERD?" tanya balik Gayatri. Dia masih lebih senang ditanyakan perihal patofisiologi dibandingkan membahas dirinya sendiri.

"Aku nanyain loh, kok malah balik nanya gitu?" Niskala masih bersikukuh dengan pertanyaannya di awal.

"Oke aku jawab. GERD terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor defensif sistem pertananan esofagus adalah LES, mekanisme bersihan esofagus dan epitel esofagus. LES itu struktur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dan lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran antergrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat, makanan, faktor hormonal dan lainnya."

Niskala menghela napas panjang, berusaha menahan diri dari emosi yang meledak-ledak. Dia tidak ingin seperti dirinya yang dulu, begitu mudah marah dan meninggalkan bekas luka di hati orang lain.

"Aya, ayolah," ujarnya memelas. 

"Apaan?" tanya balik Gayatri, tidak paham dengan apa yang dimaksud Niskala.

"Ayo hidup sehat, ayo turunkan berat badanmu, jaga kesehatanmu, jangan telat makan. Kamu tahu sendiri perih di lambung itu nggak enaknya bukan main. Jangan gitu, dong."

"Aku tahu nggak enak, makanya aku minum obat. Obatku aku taruh di rumah mungkin, makanya nggak ada di dalam tasku, Jadi, aku beli obatnya. Apa yang salah?" 

"Kamu dan sikap keras kepalamu itu. Kenapa susah sekali untuk membuka diri dan lebih terbuka sama aku? Kita bukan orang asing, Aya," ujarnya lagi dengan pasrah.

"Aku tahu, karena itu kita harus jaga jarak. Aku sudah punya pacar, aku nggak mau buat dia salah paham dengan kedekatanku dengan kamu, dimana kenyataanya kita tidak sedekat itu. Bertemu juga karena pekerjaan, bukan karena hal lainnya."

Niskala terdiam, kenyataan yang menyakitkan. Sayangnya, dia tidak bisa membantah karena semua itu benar adanya.

-Bersambung-

1023 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro