Bab 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka langsung melakukan tugas masing-masing. Gayatri mengambil jumlah obat sesuai dengan dosis yang ditulis, kali ini Gayatri akan membuat racikan puyer, sementara Niskala mengerjakan obat lainnya dan Phinong membuat etiket obat.

Tidak selamanya asisten apoteker kerjaannya meracik terus menerus, ada kalanya Gayatri dan Niskala yang akan meracik, mereka membagi tugas, tetapi tetap harus konfirmasi kepada apoteker.

Jika Gayatri mengerjakan dan menyiapkan obat maka dia akan mencari Niskala untuk double check, begitu pula sebaliknya. Jika Phinong atau rekan asisten apoteker lainnya yang akan meracik maka mereka akan mengkonfirmasi dulu sebelum lanjut meracik, sebab pada akhirnya semua tanggung jawab dan beban itu ada di Gayatri. Nama dia yang terpampang nyata sebagai penanggung jawab di sarana pelayanan kesehatan ini.

Dia harus berhati-hati dengan segala aktivitas yang terjadi di sarana ini. Setelah semua selesai dikerjakan, Gayatri kembali mengecek kesesuaian tulisan di etiket dan tulisan dokter di resep.

Dia berusaha meminimalkan human error seminimal mungkin, sebab yang mereka hadapi adalah nyawa manusia. Jika salah sedikit maka bisa berakibat fatal, dan tidak ada yang ingin hal itu terjadi.

Setelah memastikan semua sudah sesuai, Gayatri mengambil obat-obat tersebut dan menyerahkan kepada pasien.

"Permisi, pak obatnya sudah jadi."

Kedua orang tersebut mendekat ke etalase depan dan menatap Gayatri.

"Terima kasih sudah menunggu, sebelumnya ada yang ingin saya konfirmasi, apakah dokter sudah menjelaskan terkait obatnya?"

"Katanya mau dikasi obat untuk alerginya dia."

"Baik, apakah dokter sudah menjelaskan cara penggunaan obatnya?"

Mereka menatap satu sama lain lalu kembali menatap ke arah Gayatri.

"Saya lupa, sih, mbak."

"Baik, apakah ada harapan yang dokter sampaikan tadi, pak dan ibu?"

"Semoga lekas sembuh, sama ada pantanagn yang harus dihindari biar alerginya tidak kambuh."

"Baik, anak bapak dan ibu mendapatkan obat alergi ini diberikan satu kali sehari di malam hari ya. Obat racikan ini bertahan dua minggu dari hari ini, setelah dua minggu maka sebaiknya tidak digunakan kembali. Obat kedua adalah vitamin, obat ini diberikan rutin tiap pagi satu kali sehari 2.5 mili setelah makan," ujarnya lalu memandang ke arah kedua orang dihadapannya.

"Apakah ada yang ingin ditanyakan?"

"Hmm, nggak sih."

"Baik, jika ada yang ingin ditanyakan bisa menghubungi ke nomor yang ada di etiket ini. Terima kasih, semoga lekas sembuh," ujarnya sembari menyerahkan obat tersebut.

"Sama-sama," jawab pria tersebut dan mengambil kantong plastik berisi obat. Mereka bergegas pergi. Gayatri terus memandang mereka, pria tersebut memegang jemari anaknya erat. Mereka terlihat bahagia, keluarga yang hangat dan membuatnya sedikit merasa iri hati. Dia ingin diperhatikan, dia ingin mendapatkan kasih sayang seperti itu dari keluarganya, tetapi dia tidak bisa, Entah kenapa, mungkin dia memang tidak pantas mengharapkannya.

Gayatri melirik ke layar ponselnya dan menghela napas. Wajahnya semakin kusut dan tidak bersemangat.

"Kenapa lagi kamu?" Niskala tidak segan untuk bertanya tentang kondisi Gayatri. Dia sudah berpikir dan berusaha menjernihkan isi kepalanya. 

"Niskala, aku harus bicara sama kamu sebelum aku pulang. Dia melirik ke arah Phinong dan rekan lainnya yang sengaja pergi ke ruang racik di belakang, menyisakan mereka berdua di depan.

"Kita bicara di ruang tunggu depan aja, gimana?" tawar Niskala.

"Oke."

Melihat wajah Gayatri lesu membuat tanda tanya di benaknya semakin besar, dia berusaha menyingkirkan pikiran negatif dan segala macamnya. Mereka sudah sampai di kursi tunggu di depan dan sama-sama menatap ke arah etalase depan tempat mereka berdiri tadi.

"Apa yang mau kamu bicarain?" tanya Niskala memulai percakapan, mereka harus bergegas sebelum ada pasien lain yang datang.

"Aku mau minta maaf," ujarnya lalu menatap ke arah Niskala sambil tersenyum.

"Kenapa?"

"Tidak seharusnya aku perlakukan kamu seperti itu, tidak seharusnya aku sejahat itu dengan cuekin kamu, padahal kamu masih perhatian sama  aku."

Niskala tetap diam, dia tidak ingin memotong pembicaraan Gayatri lagi, selain itu dia masih penasaan kemana pembicaraan ini akan berujung.

"Aku berencana akan mengundurkan diri, Niskala. Tolong jangan tanya kenapa, ini masih rencana. Aku akan membahas ini dengan Nehemia dulu."

"Kenapa kamu bilang ini ke aku kalau keputusanmu belum final?" tanya Niskala dengan wajah pias.

"Maaf," gumamnya sambil menatap mata yang memancarkan kekecewaan. Dia tahu pasti Niskala tidak menyukai sikap mendadaknya ini, belum lagi dia tahu persis betapa dia mudah sekali mengubah rencana.

"Kamu teman lamaku, dan yah, pernah ada kita dulu. Sekarang aku sudah punya orang yang aku sayangi. Aku nggak mau berantem sama dia karena aku satu tempat kerja dengan mantan pacarku."

Niskala menundukkan kepala, lalu memandang lurus ke depan. Sudah beberapa kali dia menghela napas, sepertinya bingung dengan apa yang harus dia ucapkan.

"Kamu udah bilang mau resign ke Ibu?"

"Belum, setelah diskusi dengan Nehemia mungkin aku akan mengatakannya. Pasti butuh waktu untuk peralihan ke kamu dan mengurus surat-surat yang harus diuruskan."

"Ya, pastinya. Kamu tahu sendiri ribetnya, kan?"

"Iya, maaf ya, Niskala."

Niskala tersenyum dan menggeleng pelan, "Aku yang minta maaf. Seenaknya ninggalin kamu dan buat kamu sakit hati. Aku bodoh sekali berani selingkuh dengan orang lain yang ternyata dia adalah sahabat kamu sendiri. Kamu berhak sakit hati dan marah sama aku, aku nggak masalah dengan semua itu. Tapi, aku mohon kamu harus jaga dirimu sendiri. Setelah hari itu, apa yang kamu lakukan?"

"Aku hancur, Niskala. Susah buat berdamai dengan keadaan saat itu, hingga aku bertemu Nehemia. Yah, aku jadi punya pasangan yang menguatkan aku dan sama gila kerjanya," ucapnya sambil tersenyum. Dia tidak mungkin menceritakan jika kedua pria itu sama saja, dua orang yang dia sukai, dua orang yang dia perjuangkan, dan dua orang yang menghancurkan perasaannya. Perbedaannya adalah secara ajaib dia bisa menjalin hubungan dengan pria kedua yang membuatnya patah hati setelah sekian tahun lamanya. Hal unik yang dia syukuri.

"Ya udah, itu aja. Aku titip surat ini. Kamu buka kalau aku udah pergi dan kamu nggak ketemu aku lagi, oke?"

"Yah, masih lama dong?" keluh Niskala. Dia sudah penasaran dengan isi dari surat itu.

"Iya, kecuali kalau kamu ingin aku resign hari ini juga, ya kamu bisa baca suratnya hari ini," tawar Gayatri sambil tertawa.

"Ih, dasar. Nggak ada ceritanya resign dadakan kayak tahu bulat ya, Aya. Awas kamu," ujarnya kesal.

"Ya udah, aku balik ya. Udah jam pulang."

Niskala memandang ke arah jam tangan di pergelangan tangannya dan mengangguk pelan.

"Ya udah, hati-hati, Aya."

Gayatri tersenyum dan mengambil tas yang disimpan di loker. Dia berpamitan dan segera pergi. Hari ini dia akan jalan kaki menuju halte bis. Sebelum menuju ke rumahnya, dia akan pergi ke rumah orang tuanya dulu. Ibunya sudah berulang kali menelpon dan mengirimkan pesan padanya. Dia tidak punya pilihan lain untuk menghindar, lagipula dia merindukan mereka meskipun hanya sakit yang dia dapat.

-Bersambung-

1014 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro