Bab 27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perasaanya semakin tidak tenang, dia tidak ingin tahu siapa orang tersebut karena takut, tetapi rasa penasarannya begitu tinggi.

"Nehemia Amerta Kenes," ucapnya dengan senyuman penuh kemenangan.

Di saat yang sama, seperti ada air dingin yang disiram kepadanya. Dia ingin mengamuk, tetapi tidak bisa. Dia tidak akan pernah bisa kabur dari mamanya. Sejauh apapun dia melangkah, pada akhirnya wanita ini akan menemukannya dan yang dibencinya adalah wanita yang disebutnya mama ini akan mengancam dan membuat orang yang disayanginya berada di posisi sulit. Semua itu terjadi karena dirinya. Ternyata ucapan mamanya selama ini benar, dia hanyalah beban.

Gayatri bersimpuh dengan sekujur badan lemas. Air matanya terus mengalir, pandangannya menjadi kabur oleh air mata dan perasaan bersalah menggerogotinya, 

"Maksud mama apa? Mama minta Nehemia ngapain?" Gayatri ingin menyangkal apa yang didengarnya, dia ingin pergi dan menemui pria itu mempertanyakan kebenarannya. Dia tidak pernah tahu jika Nehemia nekat menemui mamanya.

"Mau tahu? Hahaha!" pekiknya keras. Wanita itu berjalan mendekati Gayatri. Selangkah, dua langkah, tiga langkah. Jarak diantara mereka semakin dekat hingga tangannya menepuk pipi Gayatri. Satu tepuk, dua tepuk pelan hingga ....

Plak! 

Wanita itu menampar pipi Gayatri bergantian dengan keras dan itu tidak hanya dilakukan sekali saja, tetapi berkali-kali hingga dia puas. Gayatri tidak mendorongnya, dia tetap di tempat dan membiarkan dirinya disakiti untuk kesekian kalinya. Terlihat lebam di sana, kulit yang memerah karena tamparan keras dan air mata yang terus mengalir.

"Tanya sendiri. Berikutnya jangan lupa kasih uang lagi, bye!" 

Wanita itu pergi dari sana, meninggalkan Gayatri yang masih bersimpuh di lantai. Gayatri merasakan hembusan angin yang kencang, bulu di kulitnya mulai berdiri, dia kedinginan. Gayatri segera berdiri dan keluar dari sana. Menyusuri jalan dengan jalan kaki, memikirkan semua yang didengarnya, melihat bayangan dirinya dari kamera ponselnya. Dia begitu berantakan.

Gayatri melewati kafe kesukaannya, dia memandangnya lama hingga langkahnya mengarah ke sana. Tampang dan kondisinya sudah tidak karuan, seperti korban dari kekerasan fisik. Rambut berantakan, mata merah dan sembap, hidung yang memerah, dan tatapan kosong beberapa kali.

"Selamat sore, kak. Mau pesan apa?" tanya mbak kasir di depannya dengan ramah.

Gayatri menatapnya lama lalu melihat ke daftar menu.

"Milk tea satu, ukuran regular, esnya sedikit." Seusai itu dia langsung mengeluarkan dompetnya, beruntung dia masih mempunyai simpanan uang.

"Baik kak, semuanya dua belas ribu."

Gayatri menyerahkan lembaran sepuluh ribu dan dua ribu rupiah kepada mbak kasir di hadapannya lalu pergi duduk di tempat duduk yang kosong. Gayatri melihat ke layar ponselnya, dia tidak sadar jika ada panggilan tidak terjawab di sana. Panggilan dari pria yang selalu ditunggunya, pria yang sangat amat dia sayangi, orang yang dia inginkan untuk menemani sisa hidupnya. Sayangnya, dia tidak sanggup menatap wajah pria itu. Dia sudah menyusahkan hidupnya.

"Pantes aja mamamu nggak mau kita pacaran, ternyata aku nggak baik buat kamu," gumamnya dengan air mata yang mengalir. 

Ada panggilan masuk lagi, dari penelpon yang sama, pria yang sangat disayanginya. Pria tampan yang dulunya tidak menyukainya, pria tampan yang dulu menganggapnya sebatas teman satu kelas saja, tidak lebih dan tidak kurang. Dia beruntung diberi kesempatan untuk merasakan rasanya disayangi. Dia beruntung apa yang diharapkannya tercapai, dia bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai, bagaimana rasanya berpacaran, seharusnya dia bersyukur bukannya mengeluh dan meratapi nasib.

Gayatri membiarkan panggilan itu berhenti dengan sendirinya, dia mengusap layar ponselnya dan membaca pesan yang masuk. Gayatri tersenyum, ada lima pesan dari Nehemia, dan dua pesan dari Niskala serta panggilan yang tidak terjawab dari Nehemia.

Nehemia

Sayang? Kamu dimana? Kok nggak ada kabarnya? 

Nehemia

Sayang? Kamu oke? Kamu ada dimana? Aku mampir ke tempat kerja, katanya kamu udah pulang. Kok kamu nggak ada di rumah? Aku pencet bel nggak ada orang di sana. Kamu dimana?

Nehemia

Sayang, please. Jawab panggilanku. Kamu dimana?

Nehemia

Are you in danger? Are you mad at me? Please, let me know where are you.

Nehemia

Sayang, maaf. Aku ke rumah dulu. Mama udah panggil aku berulang kali. Please kabarin aku as soon as possible, okay?

Gayatri membaca pesan dari Niskala, dia tidak percaya pria itu bertindak sejauh itu. Dia benar-benar membiarkan dirinya terjebak demi dia yang tidak sebanding dengan pengorbanan pria itu.

Niskala

Oi, kamu dimana? Kok belum nyampe rumah? Calon suami  kamu nyariin. Nggak boleh gitu, kasihan dia khawatir.

Niskala

Aya, if something goes wrong please call me. 

Gayatri tersenyum, dia bersyukur masih diberkati dengan orang-orang yang mempedulikan keadaanya. Minumannya sudah diantar, dia menikmati minuman dingin itu hingga habis dan pergi dari sana. Gayatri mengambil sisir dari dalam tasnya dan merapikan rambutnya. 

Gayatri tidak sanggup melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, dia menoleh dan mendapati ada taksi yang lewat. Gayatri mengangkat tangan untuk memberhentikan taksi, dan taksi itu pun berhenti. Seusai masuk ke dalam mobil, Gayatri mengatakan tujuannya dan mereka pergi dari sana.

Dia sudah sangat terlambat, Gayatri berulang kali meremas tangannya. Dia takut dan panik secara bersamaan, tetapi dia berusaha tenang karena panik tidak akan menyelesaikan masalah. Mereka tidak butuh waktu lama untuk sampai di lokasi tujuannya, begitu sudah sampai maka Gayatri membayar dengan memberikan beberapa puluh ribu uang dan pergi dari sana. 

Wanita dengan rambut dikuncir ini menatap lama ke arah rumah Nehemia sebelum memutuskan untuk berjalan masuk ke sana. Rumah itu terlihat ramai, lampu yang terang, dan terdengar canda tawa dari dalam.

Gayatri masuk, pintu gerbangnya tidak dikunci, hanya diselot saja. Seusai menutup kembali gerbang rumah, lalu dia berjalan mendekati pintu masuk ke dalam ruangan. Langkah kakinya terasa semakin berat, dia semakin merasa bersalah akan apa yang dialami Nehemia karena dirinya. Dia akhirnya paham alasan dari sikap judes dan cuek serta tidak merestui hubungan mereka sedari dulu, ternyata alasannya masuk akal. Orang tua mana yang rela anak kesayangannya menikah dengan wanita dari keluarga bermasalah seperti dirinya? Mungkin hanya satu dari satu miliar mahluk hidup di bumi. 

Tok. tok, tok

Wanita itu mengetuk pintu, dan menunggu ada orang yang membukakan pintu rumah untuknya. Tidak butuh waktu lama, keluar seorang wanita yang cantik dan tinggi serta langsing, kulitnya cerah, rambutnya terlihat terawat dengan sangat baik.

"Oh? Siapa ya?" tanya wanita itu lagi.

"Saya diundang untuk makan di sini. Nama saya Gayatri," ucapnya dengan senyuman tulus.

Gayatri tidak tahu dengan orang di hadapannya ini, yang dia tahu saudara perempuan Nehemia bukanlah wanita di hadapannya ini.

"Oh, kamu yang namanya Gayatri," ucapnya dengan nada meremehkan. Caranya memandang Gayatri begitu merendahkan wanita itu, lalu dia memberikan jalan untuk masuk.

"Kamu ditungguin dari dua jam yang lalu. Kalau nggak bisa beri keuntungan bagi orang lain, setidaknya jangan merugikan dan mengganggu kehidupan orang lain," tandasnya dan menutup pintu lagi lalu berlalu dari sana.

"Siapa Kinan?" tanya wanita paruh baya dari dalam ruangan makan, suara itu Gayatri mengenalnya. Mereka terus menatap ke arah Kinan hingga Gayatri muncul dari balik ruang tamu ke ruang makan. Nehemia berdiri dan tersenyum, sementara mamanya berdecih kesal.

-Bersambung-

1051 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro