Bab 28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wanita di hadapan Gayatri menatapnya dari atas hingga ke bawah dengan tatapan sinis lalu mendengkus kesal.

"Kamu ditungguin dari dua jam yang lalu. Kalau nggak bisa beri keuntungan bagi orang lain, setidaknya jangan merugikan dan mengganggu kehidupan orang lain," tandasnya dan menutup pintu lagi lalu berlalu dari sana.

Gayatri terdiam, dia tidak mengira akan dimarahin di tempat seperti ini oleh orang yang dia tidak kenal sama sekali. Biasanya Gayatri akan maju dan menanyakan apa kesalahannya, tetapi hari ini dia sudah tidak mampu lagi untuk beradu debat, kekuatannya seperti hilang. Hari ini dia begitu lelah. Rasanya dia ingin menyendiri di dalam kamar, menikmati secangkir cokelat panas dan menikmati dinginnya malam bersama rintik hujan yang menghiasi malam. Namun, dia harus menyelesaikan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia harus kuat, entah untuk siapa dia  harus bertahan. 

Dulu dia mempunyai alasan bertahan demi Nehemia, setelah tahu jika pria itu jadi terlibat masalah karena dirinya, dia jadi tidak punya nyali untuk memintanya tetap bersamanya. Tidak ada perasaan rela dan iklas untuk membiarkan orang yang disayangi pergi bersama wanita lain, hanya saja dia juga tidak sanggup jika pria kesayangannya menderita karena dirinya. Dia tidak sanggup.

Gayatri membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, setidaknya dia harus belajar bersyukur dan melihat kebaikan meskipun hanya setitik kecil saja. Langkah demi langkah menuju ke ruangan makan dan dia mendengar ada suara yang  terdengar.

"Siapa Kinan?" tanya wanita paruh baya dari dalam ruangan makan, suara itu Gayatri mengenalnya. Mereka terus menatap ke arah Kinan hingga Gayatri muncul dari balik ruang tamu ke ruang makan. Nehemia berdiri dan tersenyum, sementara mamanya berdecih kesal.

"Aya!" pekiknya senang. 

Kinan yang melihat perubahan ekspresi Nehemia yang begitu siginfikan dari muram menjadi sumringah membuatnya kesal, semetara Gayatri tersenyum kikuk. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Nehemia segera berdiri dan mendekati Gayatri, wajahnya terlihat begitu lelah. Raut wajah itu membuat Gayatri menyesal akan apa yang sudah dia lakukan. Menyesal sudah membuatnya khawatir, menyesal sudah hadir di hidupnya yang begitu sempurna, menyesal sudah menyeretnya kepada permasalahan baru. Kalau waktu bisa diulang mungkin dia akan memilih untuk tidak bertemu dengannya, sebab dia berhak mendapatkan wanita yang baik, dan menguntungkan dirinya, bukan seperti dirinya yang berasal dari keluarga yang hancur.

Gayatri menunduk dan melihat ke pakaiannya, melihat tampilan dirinya dari pantulan cermin yang ada di ruang makan itu, dan melihat ke orang-orang yang ada di ruangan itu. Mereka terlihat sempurna, dan dia bagaikan setitik hitam di lautan susu putih.

"Kamu dari mana? Kok nggak angkat teleponku? Kamu juga nggak balas pesanku. Kamu kenapa?" 

Gayatri terbatuk, hidungnya terasa perih sekali. Rasanya seperti ada air yang masuk ke saluran napasnya. Saking perihnya sampai dia memejamkan matanya, untuk menelan ludah jadi sesusah ini.

"Aya? Kesedak?" tanya Nehemia khawatir. 

Gayatri mengangguk tanpa mengatakan apapun, dia masih berusaha untuk menguasai dirinya. Rasa perih di saluran napas karena kesedak air benar-benar another level of pain.

Nehemia menepuk punggung Gayatri pelan, masih khawatir akan kondisinya. Di sana mereka jadi bahan tontonan oleh ibu dan saudara kandung Nehemia, belum lagi ada wanita yang menyambutnya saat datang tadi. Dia terus menatap sinis ke arah Gayatri.

"Kalian mau sampai kapan di sana? Nggak lihat ini acara makan-makan molor sampai jam segini? Mama lapar banget."

Mereka langsung menatap ke arahnya dan Gayatri membungkuk memohon maaf.

"Maafin Gayatri, tante. Gara-gara Gayatri jadi acaranya telat," ucapnya dengan tulus.

"Ck, udah tahu gitu masih aja datang. Mending nggak usah datang sekalian."

"Mama!" pekik Nehemia tidak suka dengan ucapan mamanya. 

"Apa? Kamu yang sopan sama orang tua, masih aja mau pacaran sama orang nggak tahu diri kayak dia. Udah nggak punya rumah, numpang di rumah kita yang lama lagi. Kalau tahu diri sih dibayar ya biaya-biayanya," ujar wanita itu sambil menatap ke arah Kinan.

"Iya tante, bener tuh. Masa mau enaknya doang," balas Kinan mengompori hal yang ada.

"Kamu diem," desis Nehemia ke arah Kinan. Melihat responnya, membuat Kinan langsung diam dan cemberut. Dia tidak suka dibentak seperti itu oleh cowok, tidak ada yang boleh membantah ucapannya sebab bagi dirinya sendiri dia adalah pemeran utama yang harus didengarkan pendapatnya.

Nehemia langsung menatap ke arah Gayatri dan memegang erat jemarinya.

"Sayang? Kita duduk yuk? Makan dulu," ajak Nehemia sambil tersenyum. Perasaannya jauh lebih tenang dibandingkan tadi. Dia ingin sekali pergi saat belum tahu kejelasan kabar Gayatri, tetapi mamanya akan mengamuk jika dia melakukan hal itu. Untuk kesekian kalinya dia harus mendahulukan keinginan mamanya dibandingkan hal yang ingin dia lakukan,

Gayatri menatapnya lekat-lekat, seakan mempertanyakan apakah dia masih bisa berada di sana lebih lama lagi, sebab baru sebentar saja rasanya dia sudah tidak kuat.

"Sayang? Ayok makan," tawar Nehemia lagi. Jemari mereka masih saling bertaut, genggaman erat dari pria itu seakan-akan dia takut kehilangan Gayatri jika dia melepaskan genggamannya.

"Oke." Gayatri sempat ragu dan ingin pamit pergi saja, tetapi dia mau menghabiskan waktunya sedikit lebih lama bersama mereka sebelum memutuskan akan melakukan apa berikutnya. 

Mereka kembali ke meja makan dan duduk berdampingan, terlihat jelas betapa bahagianya wajah Nehemia. Mungkin sesekali wanita paruh baya itu meliriknya dengan sinis, tetapi dia tahu ada kemajuan daripada sebelumnya.

"Tante, apa kabar?" tanya Gayatri memulai percakapan.

"Punya mata bisa lihat, kan? Menurut kamu sendiri gimana?"

"Mama jangan gitu, ih. Nggak baik loh," tegur Nehemia lagi.

"Biarin aja dong, kan tante berhak mau berbicara apa," bela Kinan. Kinan dan Nehemia saling berpandangan, perbedaannya adalah Kinan menatap Nehemia dengan malu-malu, sementara Nehemia menatapnya dengan pandangan tidak suka. Dia tidak suka jika ada yang bertindak semena-mena terhadap orang yang disa sayangi, dia juga tidak segan-segan jika ada yang mengolok-olok mamanya, karena itu dia juga tidak segan-segan menegur orang yang merendahkan orang yang dia sayang, salah satunya adalah Gayatri.

"Kamu kenapa bisa telat? Macet? Lupa alamat rumah ini? atau gimana?" 

"Tadi ada urusan tante, saya kira akan cepat selesai, ternyata memakan waktu lebih lama dari yang saya duga."

"Kamu ke sini nggak bawa apa gitu? Buah atau apa gitu?" 

"Maaf tante, tadi saya mau bawa buah, tapi saya buru-buru jadi nggak sempat mampir lagi," sesalnya. Dia benar-benar ingin membawakan sesuatu untuknya, setidaknya dia ingin wanita itu senang dengan apa yang dia bawakan.

"Mama, kita kan bukannya nggak makan kalau Aya nggak bawain buah," tegur Nehemia lagi. Dia tidak mau membuat kesan jika kehadiran Gayatri ada untuk dimanfaatkan, sebab kenyataannya tidak seperti  itu.

"Kamu ketemu mama kamu?" 

Gayatri seperti mati kutu, dia menahan napas saking kaget dengan pertanyaan yang didengarnya. Gayatri tidak tahu darimana wanita itu tahu apa yang dilakukannya, Gayatri menghela napas dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rasanya dia ingin lenyap sekarang juga.

-Bersambung-

1037 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro