Rossa Wilson 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ehm. Permintaan dari seseorang...

_____________________________________

4 tahun
"Mengapa matahari selalu bersembunyi di balik pohon Willow, Momy?" Jari mungil Rossa menunjuk ke arah  pohon willow yang berjajar di ujung barat jalan. Matanya mengerjap, memperhatikan percampuran warna kuning-jingga-merah yang selalu terlihat indah melatarbelakangi jajaran hijau pohon itu.

"Matahari tidak bersembunyi, Rossa," ucap ibunya sambil tersenyum mengelus perut buncitnya. Mereka berdua duduk di bangku samping rumah menghadap jalan, seolah menjadi rutinitas, mereka begitu sering melakukannya, kecuali hari hujan atau salju turun.

"Lalu, kenapa matahari berjalan ke sana? Dan kenapa dia tidak muncul sampai pagi? Apakah dia takut gelap? Sama seperti kita yang harus bersembunyi di dalam rumah dan menghidupkan lampu?" tanyanya bertubi-tubi. Ini bukanlah pertama kalinya Rossa menanyakan apa yang terlintas di pikirannya yang rumit. Dia adalah anak yang selalu penasaran dengan apapun, dan tanpa malu-malu akan mengungkapkan pertanyaan itu pada siapapun. Awalnya ayahnya selalu memberikan jawaban yang mampu memuaskan rasa ingin tahunya, tapi lambat laun... ayahnya hanya menjawabnya, kau akan paham pada waktunya nanti, jawaban yang sangat menjengkelkan baginya. Apakah dia harus menyimpan semua pertanyaannya untuk nanti? Bagaimana kalau dia lupa? Hanya ibunya yang masih mau menjawab pertanyaannya dengan sabar.

"Sebenarnya matahari diam ditempatnya, bumilah yang berputar. Ayo, Momy tunjukkan cara matahari bersembunyi." Ibunya menarik tangan mungil Rossa, membawanya ke ruang perpustakaan. Dia mengambil senter dan globe.

"Kita ada di sini, Boston." Ibunya menunjuk sebuah titik di globe. "Ini, matahari," dia menyalakan senter dan mulai menyoroti globe. "Bumi berputar, bagian sini siang. Bagian sana malam," ucapnya sambil menujuk daerah gelap.

Rossa mengangguk paham.
____________________________________

5 tahun
"Kemana kau akan pergi? Aku ingin ikut denganmu, Momy..."

"Tidak, Rossa. Kau lebih baik bersama ayahmu. Little Henry lebih membutuhkan Momy daripada kamu, sayang..."

_____________________________________

6 tahun
"Dad! Liona terbunuh hanya karena tenggorokannya tersangkut senar gitar, apakah seseorang bisa mati karena tersangkut senar gitar?"

Ayahnya mendongakkan wajah, dia menatap tajam putrinya sambil melipat asal kertas koran pagi yang tengah dibacanya. "Bisakah Kau diam sebentar saja, Rossa? Kau akan tahu semuanya pada saatnya nanti. Kau terlalu banyak bertanya. Jadilah anak baik, Nak," ucapnya sebelum beranjak meninggalkannya sendiri dengan komik detektif di tangannya.

______________________________________

"Rossa, ini Marilyn. Dia akan menjadi Momy-mu."

"Momy? Dia bukan Momy, Dad. Momy pergi membawa Little Henry!"

______________________________________

"Momy Mary, Davin berhasil memecahkan teka-teki pembunuhan berantai misterius!"

"Rossa! Oh! Ya tuhan... apa yang kau baca? Kemarikan buku itu, Nak. Momy akan belikan buku-buku cerita yang pantas untuk anak enam tahun."

_____________________________________

"Siapa nama bayi kecil di dalam perutmu, Momy Mary?"

"Leon. Leonard Mark Wilson."

"Apa Kau juga akan pergi membawa Little Leon meninggalkan kami seperti Momy membawa Little Henry?"

"Tentu saja tidak, sayang..."

____________________________________

7 tahun
"Momy Mary, kenapa Rapunzel tidak pernah terpikir memotong rambut? Apakah dia tidak merasa risih? Apakah tidak berkutu?"

"Rossa, bisakah kau diam sebentar, Little Leon sedang tidur."

_____________________________________

"Momy Mary, ap-?"

"Rossa, diamlah! Bacalah buku saja!"

______________________________________

"Dad, siapa dia? Kemana Momy Mary?"

"Ini Evie, Rossa. Dia akan menjadi Momy mu yang baru."

"Dad! Kemana Momy Mary?"

"JANGAN TANYAKAN WANITA JALANG ITU LAGI!!!"

"Ray! Jangan membentak anakmu!"

"Oh... Rossa, maafkan aku."

Rossa menatap mereka berdua bergantian sebelum pergi menuju kamarnya dengan pikiran rumit penuh pertanyaan yang tak pernah dijawab ayahnya. Dia akan menanyakannya pada guru di sekolah dan guru les pianonya.
______________________________________

"Jangan tanyakan hal itu padaku Rossa, tanyakan langsung pada orang tuamu," jawab guru les pianonya sambil mulai menerangkan tuts-tuts yang harus ia tekan dan tenaga yang harus ia keluarkan agar menghasilkan suara yang lebih indah.

Rossa kembali membaca buku-buku detektifnya. Kali ini ia membaca seri pembunuhan dengan bahan-bahan pembersih kamar mandi. Dia mencari bahan-bahan itu, dan dengan mudah menemukannya di lemari persediaan. Dia mencampurkannya berdasarkan urutan di komik, lalu memanggil ibu barunya untuk memintanya mencampurkan bahan terakhir yang akan menghasilkan gas beracun di dalam kamar mandi. Ibu barunya menuruti permintaan Rossa tanpa banyak bertanya. Dia memasuki kamar mandi kecil itu, lalu mencampurkan bahan terakhir tanpa tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Rossa menguncinya dari luar, lalu menyelipkan kunci itu ke dalam lewat lubang sempit yang ditemukannya dan memencet saklar yang terhubung dengan lampu dan ventilasi udara. Dia melepas sarung tangan karet, lalu berjalan riang menuju taman dengan buku di tangannya.

Beberapa jam kemudian, ibu barunya ditemukan tewas di dalam kamar mandi itu karena menghirup gas beracun. Kematiannya dinyatakan murni kecelakaan.

Rossa tersenyum. Dia puas. Tulisan di komik itu benar adanya.
______________________________________

Bayangan masa lalunya berkelebat seperti potongan-potongan rekaman runyam di kepalanya. Masa lalu gadis muda yang seharusnya terasa indah dan menyenangkan terasa mengerikan bagi Rossa Catherine Wilson.

Dia membuka mata dengan napas terengah-engah. Melihat ke kanan dan ke kiri, dia mengangkat tubuh dari posisi tidur hingga duduk di atas kasur pasien, tangannya bergerak menyeka keringat dengan tisu yang disodorkan Sam yang duduk di sampingnya.

"Bagaimana? Apakah lebih baik dari sebelumnya?" tanya Sam pelan.

Rossa menggeleng. Dia mengambil botol minum dari dalam tas, lalu menenggaknya sedikit hanya untuk membasahi kerongkongannya yang kering, pahit dan sakit.

"Apakah kau ingat?"

"Tidak," Rossa berbohong. Ya. Dia jarang berkata jujur pada dokter terapi-nya sendiri. Delapan tahun dia menjalani terapi ini sejak kakak tirinya, Anthony menemukan dan menggagalkan idenya merancang kecelakaan orang tuanya.

"Cobalah menggali ingatan masa lalumu lebih dalam, ingatlah, dan berdamailah. Terima mereka, karena mereka adalah bagian dari dirimu."

"Apakah dokter punya obat untuk menghapus ingatan? Aku lelah dengan semua hipnotherapy ini." Rossa beranjak dari kasur, berjalan menuju sofa untuk duduk di sana. "Sepertinya aku harus menghentikan semua ini," ucapnya santai.

"Apa maksudmu?"

"Sesi terapi ini, dok. Aku merasa... yah. Kau tahu, tak ada gunanya," jawabnya sambil mengangkat bahu.

"Kau tidak bisa menghentikan terapi ini, Rossa." Sam menekankan kata-katanya.

"Oh ayolah... apa Kau masih mengancamku dengan hal itu?"

"Tentu. Dr. Rayn pasti akan sangat senang bertemu dengan pasien licik sepertimu. Aku tahu Rossa. Aku tahu kau ingat semua masa lalumu. Aku juga tahu apa yang kau lakukan pada istriku di hari pernikahanku."

"Kau tahu?" Rossa tertawa, "Tapi Kau membiarkanku melakukannya? Lucu," sindirnya.

"Aku hanya ingin tahu selicik dan sepintar apa dirimu," ucap Sam santai. Sam berjalan ke arahnya dan berhenti tepat di depannya. Dia membungkuk, tangannya meraih kepala Rossa, menyelipkan jari-jarinya ke sela-sela rambut coklat itu, lalu menempelkan bibirnya ke bibir lembut merah muda yang merekah, menyesapnya perlahan.

"Apakah Kau tidak pernah berpikir aku akan mencelakakan istrimu?"

"Tidak."

"Kenapa?" tanya Rossa. Tangannya bergerak melepas jas putih yang dikenakan Sam, menyampirkannya di lengan sofa. Tak berhenti, dia melepas kaos dokter itu dan mulai meraba sambil menciumi dada bidangnya yang berotot.

"Tak ada untungnya mencelakakan istriku," ucap Sam sambil melepas kaos Rossa.

"Aku bisa mendapatkanmu."

"Kau sudah mendapatkanku, Rossa."

"Kau menceraikannya?" tanyanya sambil tersenyum lebar.

Sam mengangguk, "Dalam proses," ucapnya.

"Lalu, Kau akan menikahiku?" Sam mengangguk. "Kau tidak takut padaku?" tanyanya dengan mata menyipit.

"Ingat, Rossa. Aku adalah doktermu," ucap Sam sambil tersenyum sebelum Rossa menyerang bibirnya dengan ciuman ganas.

"Sam, aku mencintaimu!" ucapnya di sela-sela ciuman mereka.

"Aku juga mencintaimu," jawab Sam membalas ciuman Rossa tak kalah ganas. Tangannya bergerak menghapus setiap penghalang yang tersisa diantara mereka berdua, lalu mengangkat tubuh Rossa dan memaku tubuhnya. Masih dalam posisi berdiri, dia membiarkan pinggang Rossa bergerak liar dengan kaki melingkari pinggangnya. Erangan dan lenguhan menggema di dalam ruangan itu, dan cairan kental menetes di mana-mana.

Sam membawanya kembali ke atas kasur pasien, melebarkan kedua pahanya sebelum kembali memakukan dirinya. Rossa selalu mampu membawanya terbang ke alam kenikmatan tak terbayangkan.

"Sam, jangan pernah terpikir untuk menceraikanku setelah kita menikah nanti. Kau tidak akan bisa membayangkan apa saja yang bisa kulakukan padamu jika itu terjadi," ucapnya sambil tersenyum manis saat mereka saling melepaskan diri.

"Kau sedang mengancamku?" tanya Sam sambil tertawa menciumi wajah Rossa.

______________________________________

😲 kok jadi thriller???

Wahai bapak dan ibu-ibu... janganlah bercerai. Pikirkan matang-matang dulu... pikirkan juga nasib anak-anakmu.

And... Jawablah setiap pertanyaan anak-anakmu dengan sabar, puaskan mereka agar mereka tidak mencari sumber lain dan melakukan eksperimen ekstrim untuk memuaskan keingintahuan mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro