Crazy On You!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

My first short story.

Enjoy the story ❤️

🍫🍫🍫🍫🍫

Aku benci dia!

Benci melihatnya tertawa!

Benci melihatnya bahagia!

Benci melihat wajahnya yang semakin hari semakin cantik tak terbantahkan!

Aku sangat membencinya!

Elena Qadrina Malik, usianya masih 24 tahun. Cantik, dengan mata bulat obsidian berwarna cokelat gelap, rambut panjang tergerai lurus indah dengan warna senada obsidiannya.

Tubuhnya proporsional, tapi ia bukanlah seorang model. Ia tidak cakap dalam hal berlenggak-lenggok layaknya seorang model. Sifatnya ceria, selalu membuat orang di sekitarnya bisa ikut tersenyum dan tertawa bersamanya.

Ya, senyumnya, tawanya menular.
Itu positif.

Kami dulu satu sekolah di SMA yang sama dan berteman dekat, bahkan sangat dekat.

Hingga akhirnya, ia mengutarakan perasaannya kepadaku disaat kelulusan kami. Aku terkejut.

"Daniel...aku...aku...aku suka padamu. Sejak awal aku sudah jatuh cinta padamu. Tapi, aku takut merusak persahabatan kita. Makanya, hari ini terakhir kita sebagai anak SMA, aku memberanikan diri mengatakan ini padamu," ucapnya dengan begitu terbata tetapi netra coklat gelapnya tetap tidak ragu menatap tepat di netraku.

Ada jeda setelah ia mengatakan hal itu.

"Jadi...bagaimana?" tanyanya kemudian.

Aku terkesiap setelah mendengar pertanyaannya.

"Maaf, aku enggak bisa," jawabku lugas.

Elena diam memandangi wajahku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Oh, baiklah. Terima kasih Daniel, selama ini sudah selalu berada di sampingku. Aku bahagia dan selamat tinggal." ia tersenyum dan berlalu dari pandanganku.

Sejak itu, hubungan kami seperti orang asing. Kami satu universitas, tapi ia menjauh. Sesekali kami bertemu tanpa sengaja, tapi kami bagaikan orang asing.

Ia hanya tersenyum, tidak pernah berniat menegurku. Akupun enggan menegurnya terlebih dulu.

Sampai akhirnya beritanya kudengar, orangtuanya mengalami kebangkrutan dan Elena tidak meneruskan kuliahnya lagi.

Aku sempat datang ke rumahnya yang dulu, namun saat aku kesana, rumahnya sudah kosong. Kabarnya, keluarganya menjual rumahnya dengan harga sangat murah untuk menutupi kebangkrutan perusahaan ayahnya. Dananya tentu saja untuk membayar pegawai di perusahaan mereka.

Miris sekali.

Aku sedikit menyesal mengetahui kabar berita mengenainya. Aku harap ia baik-baik saja.

Sampai akhirnya empat tahun kemudian, kami dipertemukan kembali. Tapi dengan situasi yang berbeda.

Tepatnya hari ini, aku sekeluarga makan malam bersama di sebuah restoran bintang lima. Karena kudengar, kakak laki-laki ku akan mengenalkan kekasihnya kepada orangtua kami.

Tentu saja ini kabar bahagia. Orangtua kami sangat senang.

"Hay semua, kenalkan ini Elen," suara William–kakak laki-laki ku menginterupsi kami yang sedang bercengkrama seraya menunggunya.

Sontak kami semua menoleh ke arah seorang wanita yang ia kenalkan.

Wanita yang sangat cantik, tersenyum ramah penuh kelembutan. Sorot mata yang tajam dengan netra coklatnya senada dengan rambutnya yang kini hanya sebahu.

Sampai akhirnya kami bertemu pandang.

Seakan waktu terhenti. Pandangan kami saling memaku. Aku yakin ia sama terkejutnya denganku.

Ia cantik sekali dengan setelan dress yang melekat sempurna di tubuhnya, tapi masih sopan karena tertutup. Namun, lekuk tubuhnya tercetak jelas dan itu memancing imajinasi liarku tentang lekukan indah itu.

Hollyshit!

Kenapa bisa-bisanya aku berfantasi seperti itu.

Akhirnya ia duluan yang memutuskan tatapannya denganku.

Kami makan malam penuh dengan keceriaan, orangtuaku menyambut baik Elen ditengah-tengah kami.

"Permisi, saya pamit ke toilet dulu," ucapnya.

Ia pun pergi ke toilet, aku masih memandang punggungnya yang menghilang di balik tembok menuju toilet.
Tak lama aku pamit ingin menelepon seseorang.
Tentu saja aku berbohong, aku ingin menemuinya.

Dan disinilah aku, menunggu tepat di depan pintu toilet wanita. Menunggu Elena keluar.

Lalu ia keluar dan terkejut begitu melihat aku berdiri di sana.

"Sejak kapan?" tanyaku langsung.

Ia mengernyit, "apanya?"

"Sejak kapan kamu menjadi kekasih Kak William?"

"Apa penting aku jawab?" Ia balik bertanya.

"Kamu enggak pantas sama Kak William!" tegasku.

Dia menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring.

"Katakan itu pada kakakmu." Ia berlalu meninggalkanku.

Sialan!

Aku tidak suka melihatnya bersanding dengan William.

* * * * *

Brengsek!

Entah sudah keberapa kalinya aku mengumpat hari ini.

Aku baru saja ingin ke ruangan kerja William, tetapi ternyata Elena ada di sana dan sialannya, ia dan William sedang bercumbu saat aku membuka pintu ruangannya

Ke mana Dina—sekretaris William?

Karena dia tidak ada di mejanya, aku tadi langsung masuk ke ruangan William.

Namun malah melihat pemandangan menjijikkan. Melihat Elena bercumbu mesra dengan William.

Mood ku langsung terjun bebas setelah melihat adegan menjijikkan tadi.
Aku harus membasuh wajahku dulu, semoga saja dengan begitu bayangan tadi bisa hilang dari kepalaku.

Setelah selesai dari toilet, aku langsung keluar dan berencana ke ruanganku. Namun langkahku terhenti saat melihat punggung Elena sedang berjalan menuju lift.

Tanpa pikir panjang lagi, aku menghampirinya dengan langkah lebar dan menarik lengannya menuntunnya memasuki ruang janitor yang tidak jauh dari lift.

Dia sempat berkata dengan nada keras, memprotes tindakanku.

Setelah ruang janitor kututup dan kukunci dari dalam, ia langsung aku himpit ke dinding di belakangnya dan aku terus mendesak tubuhnya.

"Daniel! Apa-apaan ini?!" protesnya tidak suka.

"William di mana?!"

"Di—dia ada di ruangannya! Keluarin aku dari sini!"

"Tinggalkan William, El. Aku tidak suka melihatmu bersamanya!" Aku memanggilnya dengan panggilan yang dulu sering aku gunakan hanya untuknya.

Ia tertegun sesaat setelah mendengar ucapanku.

"Itu urusanku, Daniel!"

"Aku benci melihat kalian berdua!"

"Kamu gila! Lepaskan aku, Daniel!" Elena berontak ingin melepaskan diri.

Namun aku semakin menghimpit dia dengan tubuhku, kedua tangannya sudah aku cengkram dan ku letakkan di dinding tepat di atas kepalanya.

Tanpa peringatan, aku langsung melumat bibir Elena dengan kasar, membabi buta, brutal. Ia tak membalas ciumanku, bibir bawahnya aku gigit dan spontan ia langsung membuka mulutnya.

Lidahku langsung melesak ke dalam, mengabsen semua penghuni di dalam sana dan membelit bahkan menyedot lidahnya dengan brutal.

Aku sampai lupa diri, tangan kananku sudah meremas payudaranya di balik blazer hitamnya. Parfumnya sangat lembut, membuai indera penciumanku.

Oh Gosh!

Ada apa dengan diriku?

Akhirnya aku sadar dan melepaskan ciuman paksaan itu. Napas kami berdua saling bersautan, rambut dan lipstiknya berantakan.

Matanya memerah, menahan tangis. Tersirat ia terluka dengan apa yang kulakukan barusan.

PLAAAAKK!

Terasa panas di pipi sebelah kiriku akibat tamparan yang ia layangkan.

"Cukup kamu merendahkan aku seperti ini Daniel. Aku yakin aku tidak punya salah padamu, karena sudah bertahun-tahun kita tidak bicara. Aku anggap kejadian ini tidak pernah terjadi, jadi menjauhlah!" Ia merapikan blazernya dengan kasar dan membuka pintu janitor.

Saat ia akan melangkah keluar, aku langsung berkata...

"Tinggalkan William! Kembali padaku, El!"

"Tidak ada kata kembali—karena tidak ada permulaan dari kita, Daniel."

Lalu ia pun pergi dari sana dengan cepat meninggalkanku yang merasa dicampakkan.

Huh! Ternyata seperti ini rasanya ditolak.

🍫🍫🍫🍫🍫

January, 07th 2k22

Suka enggak?

Gini aja endingnya?

Atau mau lanjut hepi/sad?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro