Willy Nilly 1. Akad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tiga bulan kemudian pernikahan Atlana dan Atlas benar-benar terjadi.
Kedua keluarga sangat berbahagia dengan pernikahan anak-anak mereka. Janji lama dengan mendiang sahabat terbaiknya juga sudah dilaksanakan oleh Hartawan. Ia merasa sudah tidak ada beban lagi.

Pernikahan dilaksanakan dengan sangat sederhana. Ini adalah permintaan Atlas. Ia ingin pernikahan ini dilaksanakan dengan khidmat. Kedua keluarga juga setuju. Mereka merasa, pernikahan sejatinya memang harus khidmat. Supaya lebih sakral.
Atlana juga tidak membantah, yang terpenting adalah, ia menikah dengan Atlas.

Pria yang sudah ia sukai sejak lama. Sejak pubertas pertamanya, yaitu saat SMP. Sebenarnya, sejak kecil ia sudah mengenal Atlas. Sewaktu ayahnya Atlana-Aditya masih hidup, Atlas dan ayahnya sering berkunjung ke rumah Atlana saat musim libur.

Atlas yang empat tahun lebih tua dari Atlana, selalu memiliki ide permainan yang membuat Atlana kecil begitu antusias. Atlana kecil selalu menanti musim liburan. Karena dengan begitu, Atlas pasti berkunjung ke rumahnya dan menunjukkan permainan baru padanya.

Saat musim libur usai, Atlana dengan bangga akan menunjukkan permainan tersebut pada teman-temannya di sekolah.
Begitu menginjak SMP kelas dua, Atlas sudah jarang berkunjung. Atlas yang saat itu sibuk fokus belajar tambahan demi meraih nilai baik untuk masuk ke Universitas impiannya, sudah tidak pernah lagi berkunjung.

Namun Atlana tidak sedih berlarut-larut, ia juga sibuk dengan sekolah dan teman-temannya. Begitu Atlas sudah kuliah, sesekali ia berkunjung ke rumah Atlana, tentu saja dengan kedua orangtuanya. Atlana semakin terkesima dengan penampilan Atlas yang terlihat lebih dewasa. Dengan postur tubuh yang tinggi, dan tentu saja paras Atlas juga tampan. Menurut Atlana, Atlas itu sangat tampan. Lelaki di sekolahnya tidak ada yang setampan Atlas. Mendekatipun tidak ada.

Atlas menjadi standar pria idaman Atlana sampai bertahun-tahun kemudian. Bahkan, ia belum pernah menjalin hubungan serius dengan pria lain. Di mata Atlana, tidak ada pria setampan dan sematang Atlas. Tidak ada. Titik.

"Mas, koper Lana berat. Tolong bawain, dong!" keluh Atlana begitu mereka memasuki rumah baru mereka. Ralat-ini rumah milik Atlas. Pria itu membeli rumah dari hasil kerjanya. Awalnya ia membeli rumah, hanya untuk investasi. Namun, ternyata ia harus menempati rumah ini bersama Atlana.

"Jangan manja, deh!" balas Atlas tanpa mau melihat ke belakang. Ia sudah berjalan duluan, meninggalkan istrinya di belakang yang sedang menyeret kopernya.

Atlana memajukan bibirnya dengan kesal. Namun ia tetap menyeret kopernya, mau tidak mau.
Begitu sampai di lantai dua, ia berdiri di depan kamar yang terbuka. Atlas sedang mengeluarkan pakaiannya dari koper dan memasukkannya ke dalam lemari.
Saat pria itu menyadari kehadiran Atlana, ia langsung menghampiri istrinya.

"Ini kamar aku. Kamar kamu di sebelah," ujarnya seraya menunjuk dengan dagunya.

Atlana yang masih memproses ucapan Atlas, sempat terdiam beberapa detik.

"Loh? Kita enggak sekamar?" tanyanya bingung.

"Kita enggak akan sekamar."

"Tapi, kita kan udah sah jadi suami-istri." Atlana masih bersikeras.

"Kita. Enggak. Akan. Sekamar!" tekan Atlas sekali lagi lalu menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah Atlana.

Atlana mendengus, ia kesal. Seharusnya, hari ini ia bisa tidur seranjang dengan Atlas. Dalam selimut yang sama dan .... ah, Atlana sudah pusing membayangkannya. Ia menggelengkan kepalanya, menghapus bayangan mesumnya.

Mesum? Seharusnya, sih tidak ya?
Mereka adalah pasangan halal. Dengan tekad yang bulat, Atlana akan berusaha membuat Atlas menerima dirinya. Ia segera memasuki kamar sebelahnya, dan merapikan seluruh pakaiannya.

***

Satu pekan berlalu begitu saja. Atlana masuk kerja seperti biasanya, setelah cuti satu pekan untuk berbulan madu.

"Ciyeee, pengantin baru. Baru balik dari honeymoon," goda Dimas, pria berusia 28 tahun yang menjabat sebagai asisten projek senior.

Atlana senyum tersipu malu mendengar ucapan Dimas.

"Auranya beda, ya kalau pengantin baru? Lebih glowing dan kelihatan bahagia sekali," sambung Jesica, wanita seumuran Atlana yang tak lain sahabatnya di kantor.

Atlana tidak tertarik untuk menanggapi godaan teman-teman sekantornya. Ia segera duduk di kursinya dan menenggelamkan diri di kubikelnya.

Dengan menyeret kursi berodanya, Jesica mendatangi Atlana.

"Jadi ... gimana malam pertamanya? Elo jadi cewek polos apa barbar?" Masih tak puas menggoda Atlana, Jesica mulai iseng.

"Enggak ada malam pertama."

"Hah? Gue enggak salah denger?" Jesica terkejut.

"Ssst! Bisa diem enggak, sih bacot lo?!" Atlana menyumpal bibir Jesica dengan buku tebal miliknya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro