CHP 12: PELAKU TERSEMBUNYI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gaun yang membalut tubuh ramping dan jenjang Livia menyatakan bahwa dia sudah siap. Meskipun mendapat tentangan dari sang mama, Livia masih melakukan jadwalnya seperti biasa sampai ada diskusi selanjutnya tentang karirnya di dunia hiburan ini.

"Sudah siap?" Jina datang membawa jaket bulu dan bertanya. Dia membawakan jaket untuk Livia karena acara red carpet berlokasi di luar gedung dan jaket itu hanya untuk melindungi Livia sebelum berjalan di red carpet.

"Iya," jawab Livia.

"Pakai ini." Jina menyodorkan jaket bulu tersebut kepada Livia untuk dipakai. Tanpa banyak bertanya, Livia menerima jaket tersebut dan memakainya dengan dibantu oleh stylist di sana.

"Sudah? Ayo, mobil sudah menunggu di depan," ucap Jina, mengarahkan sang artis menuju basement dimana sebuah mobil sudah menunggu untuk mengantarnya ke acara award.

Acara music award mengundang Livia sebagai salah satu pembaca kategori award di sana. Livia menyanggupinya karena waktu itu dia berencana kembali ke aktivitas biasa di dunia hiburan. Tapi sekarang ada pihak yang menolak Livia kembali ke dunia hiburan, siapa lagi kalau bukan sang mama tercinta.

Livia yang ditemani oleh sang manajer akhirnya sampai di tempat acara. Walaupun dia hanya pembaca penghargaan, tapi dia juga harus datang sama seperti pengisi acara dan para artis yang lainnya. Tidak lupa juga dia harus berjalan di karpet merah.

Turun dari mobil, Livia diarahkan ke tempat menunggu untuk berjalan di karpet merah. Acara resmi belum dimulai, jadi para artis masih berkumpul untuk mempersiapkan diri.

Tidak banyak yang ia kenal secara pribadi, jadi, Livia hanya berdiri bersama manajernya dan berbincang untuk membuang waktu.

"Oh... top star baru datang," kata Jina yang melihat gerombolan grup Jeffree masuk seperti pemeran utama. Banyak mata yang langsung menatap kagum kepada mereka, termasuk para artis yang berada di sana.

"Ada Yuna, Bang. Aku mau menghampirinya sebentar," ucap Livia, menunjuk ke arah dimana Yuna berada. Jina mengangguk, mengizinkan Livia untuk pergi menemui sahabatnya.

"Yuna," panggil Livia sambil melambaikan tangannya kepada orang yang dimaksud. Yuna langsung menolehkan kepalanya saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang familiar.

"Livia," Yuna balas menjawabnya dengan penuh semangat. Mereka bertemu di tengah jalan dan saling berpelukan melepas rindu. Yuna tidak tahu bahwa Livia sudah kembali ke Korea Selatan." Ah... aku sangat merindukanmu," ucap Yuna. Mereka berpelukan, bahkan sampai berjingkrak-jingkrak kegirangan di tempat.

"Aku juga. Maaf belum bisa menghubungimu. Aku sedikit sibuk," ujarnya saat mereka sudah saling menjauh.

"Aku juga sedang sibuk di tengah konser. Sekarang sedang ada istirahat untungnya," balas Yuna. Dia menggandeng tangan Livia dan menariknya untuk mendekati grupnya. Dia ingin mengenalkan Livia kepada para anggota grupnya yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri, karena dia yang termuda di grupnya.

"Semuanya, kenalkan, ini Livia Kwon, teman baikku." Yuna memperkenalkan Livia kepada para kakaknya. Tentu saja para kakak menerima kehadiran Livia dengan hangat. Dia berterima kasih karena Livia bisa menjadi temna baiknya sampai saat ini. Mereka juga tahu kalau hubungan antara Yuna dan Livia sangat sehat karena saling membantu dalam karir akting mereka.

"Halo, Livia. Senang bisa bertemu denganmu secara langsung. Biasanya Yuna hanya menceritakan tentang dirimu," ucap salah satu dari mereka yang Livia ketahui namanya adalah Jayla.

"Aku harap dia mengatakan hal yang bagus-bagus tentang diriku," Livia membalas dengan malu-malu.

"Tentu saja. Tidak ada hal buruk yang bisa dibicarakan tentang dirimu," katanya lagi yang membuat Livia malu karena terus dipuji oleh mereka.

"Kakak bisa saja membuatku terbang tinggi."

"Aku bukan hanya berbicara omong kosong, tapi kenyataan," kata Jayla lagi. Dia tersenyum lebar tapi tatapannya serius saat berbicara.

"Livia, acara sudah akan dimulai. Kita bersiap dulu." Jina menghampiri sang artis dan memberitahunya karena dia terlalu terbawa suasana dan lupa waktu. "Saya bawa Livia dulu, ya," Jina berkata kepada Yuna dan para anggotanya.

"Aku duluan, ya, Yuna, Kakak-Kakak sekalian," Livia pamit dan bergegas kembali ke tempatnya untuk mengecek dirinya terkhir kali sebelum berjalan di karpet merah.

"Lepas jaketmu," kata Jina, menyuruh Livia untuk melepas jaket bulu yang ia berikan sebelum datang ke tempat acara. Jaket tersebut bukan bagian dari kostumnya. Dia memberikannya agar Livia tidak kedinginan. "Giliranmu sebentar lagi. Jangan tegang dan terlalu memikirkan para wartawan. Relax saja, mengerti? Aku akan berada di samping."

Livia mengangguk. Lalu, dia diarahkan untuk mendekat ke arah karpet merah untuk bersiap menunggu gilirannya.

Di jalan, dia bersisipan dengan Jeffree. Sepupunya itu memberikan acungan jempol kepadanya dan itu membuatnya lebih tenang karena ada yang mendukungnya di sana.

"Apa Si Manis yang akan mengumumkan kategori Artist Of The Year?" tanya Hiro kepada siapapun yang mendengarnya. Pasti akan ada yang mendengarnya, 'kan? "Bang!"

"Apa?" Hampir semua menjawab dan menatap ke arahnya.

"Kalian tidak ada yang mendengar pertanyaanku?" Hiro mengeluarkan ekspresi sakit hati karena diabaikan oleh para abangnya.

"Iya, dia yang akan membacakan kategori tersebut," jawab Dallas yang mungkin satu-satunya orang yang mendengarkan Hiro.

"Kok Abang bisa tau?" Hiro bertanya lagi.

"Jeffree yang memberitahuku." Dallas menunjuk ke arah Jeffree yang tengah menatap ke arah karpet merah.

"Tapi... bang Jeffree terlihat murung. Tidakkah terlihat jelas, Bang?" Hiro dan Dallas memperhatikan Jeffree yang sibuk memperhatikan Livia yang berada di karpet merah. Meskipun sempat terkena rumor tidak menyenangkan, Livia masih mendapatkan tempat di hati para penggemarnya.

"Bukankah dia memang terlihat seperti itu biasanya?" Dallas balik bertanya. Kedua alisnya saling bertautan.

"Enggak! Ada yang beda dari ekspresinya," Hiro kukuh dengan pendiriannya dan apa yang ia katanya.

"Apa kau sampai memperhatikannya sedalam itu? Kau sampai tahu ekspresinya yang berbeda dari biasanya?" Dallas menatap Hiro dengan kagum karena bisa melakukan hal seperti itu. Tapi dia memang selalu memperhatikan setiap detailnya, anaknya seteliti itu.

"Bang, apa kita baru kenal kemarin? Abang juga pasti bisa tahu kalau memperhatikannya dengan sungguh-sungguh," kata Hiro, heran dengan Dallas yang tidak biasanya melewatkan orang begitu saja.

"Iya, aku memang sedang tidak fokus. Sudah jangan bicarakan yang lain, fokus saja pada acara ini untuk sekarang," kata Dallas. Dia tidak ingin mereka mengacaukan acara besar seperti ini, terutama dirinya. Makanya dia selalu berusaha untuk fokus saat ada jadwal.

"Iya," jawabnya singkat, lalu dia berbalik untuk menatap Marthen. Hiro sibuk dengan Marthen karena hanya dia yang meladeninya, jadi keduanya asik mengobrol bersama sampai giliran mereka tiba.

"Ayo kita masuk ke dalam. Aku akan mencarikan ruang tunggumu," kata Jina yang memegang jaket bulu di lengannya dengan rapi.

Livia mengikuti langkah kaki Jina ke dalam gedung acara. Untunglah dia menggunakan gaun yang simpel dan tidak memiliki ekor atau dirinya akan kesusahan sendiri.

Karena ini merupakan acara penghargaan musik, selain artis yang dinominasikan dan performers, mereka akan disediakan ruang tunggu di belakang panggung.

Di belakang panggung ternyata sangat ramai. Banyaj para artis yang saling menyapa, foto bareng, bahkan hanya sekedar mengobrol santai.

"Livia, kita foto bareng yuk." Yuna kembali menghampiri temannya itu dan kali ini mengajak untuk berfoto bersama.

"Iya, ayo," balas Livia, langsung mengiyakan ajakan Yuna.

Lalu, Yuna membawanya ke tempat dimana para anggotanya berada. Mereka akan berfoto bersama, lalu hanya mereka berdua saja.

Livia diposisikan di tengah-tengah, di samping Yuna dan para kakak berdiri di samping kedua sisi.

Karena para wanita asik sendiri, mereka tidak sadar ada yang menunggu. Yaitu, Jefree dan kawan-kawan. Karena grup Yuna dan Jeffree berasal dari agensi yang sama, mereka disuruh untuk foto bersama juga.

Dua grup tersebut mengambil posisi dan Livia langsung keluar dari barisan.

"Livia, jangan pergi dulu. Aku juga mau foto bareng setelah ini," ucap Jeffree yang mencegah Livia untuk pergi.

"Oke." Livia memberikan acungan jempol kepada Jeffree dan menunggu mereka selesai dengan sesi fotonya.

Di pertengahan, Livia dipanggil oleh Jina. Manajernya itu menyuruhnya untuk kembali ke ruang tunggu.

"Sebentar, Bang. Bang Jeff minta foto bareng," jawabnya, menolak untuk disuruh pergi karena sudah berjanji kepada Jeffree. Justru karena hal itu Jina meminta Livia untuk kembali dan menjauh dari Jeffree. Dia mendapat tugas dari ayahnya dan harus dilaksanakan, karena dia juga diancam oleh ayah Livia itu.

"Tidak perlu. Kenapa harus foto bersamanya? Kau bisa berfoto bersama dilain waktu. Kalian 'kan bisa bertemu kapan saja," ujar Jina, masih berusaha untuk mambawa Livia pergi.

"Bang!" Jeffree dengan tergesa menghampiri Jina dan Livia. "Aku izin foto dengan Livia, ya? Bersama member juga." Jeffree menunjuk ke arah belakang dimana para anggotanya sudah bersiap untuk mengambil foto bersama Livia.

"Ayo." Tanpa menunggu jawaban dari Jina, Livia lebih dulu menarik lengan Jeffree untuk pergi dan mengambil foto yang ia inginkan.

"Dasar keras kepala," kata Jina kepada Livia yang sudah pergi begitu saja. "Kau tidak tahu saja siapa orang yang membuatmu malu waktu itu."

( ... )

Gimana ceritanya so far?
Apa terlalu realistik?
Apa justru terlalu halu?
Rasanya ada yang sulit untuk digambarkan dari cerita itu. Aku jadi bingung sendiri nulisnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro