Kecak

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yang terjadi kemarin sungguh samar-samar. Sepertinya aku menjadi putri raja yang tinggal di kerajaan besar dengan banyak pelayan yang siap menyediakan apa yang kuinginkan. Oh, ada Baginda ratu maha cantik yang ditakuti para pelayannya. Lalu semuanya menjadi buram. Entah, aku juga tidak yakin tapi yang jelas pagi ini sangat berbeda dengan yang ada dalam mimpiku. Buktinya, tidak ada lagi tempat tidur dengan tirai berkilau, ubin mengkilap, serta tangga rumah yang melingkar seperti di istana. Ini adalah kehidupan nyata milikku ... Tasya.

Namun, sepertinya ada yang janggal dengan tubuhku. Seperti ada sesuatu yang menegang di bawah sana. Sesuatu yang ....

Dengan cepat mataku menoleh ke bawah perut, mendapati sesuatu berdiri tegak di balik celana boxer dan membuatku memekik ketakutan. Di mana payudaraku?! Kenapa dadaku rata seperti papan triplek begini? Tanpa melihat pun, aku tahu apa yang ada di balik celana itu. Sesuatu yang tidak seharusnya kulihat, kan? Namun, di balik semua itu,  kenapa aku berubah jadi laki-laki? Bukankah aku seorang perempuan?

Aku berdiri dari kasur berantakan ini dan mencari cermin. Gila! Kamar ini benar-benar kamar khas cowok. Tidak punya cermin sama sekali. Aku melirik ke atas meja, ke dekat lemari, ke belakang pintu, tidak ada satu pun cermin. Belum lagi pandangan mataku yang sedemikian buramnya. Kemarin mataku masih bersih jernih, tetapi hari ini untuk berjalan saja, aku hampir menabrak kursi.

Aku menarik napas panjang. Tenang, Tasya, rileks. Pasti ada sesuatu yang bisa membuatku melihat dengan lebih jelas. Kacamata. Seharusnya ada di dekat kasur. Benar! Di bagian atas ranjang, di antara buku-buku yang terpajang rapi, ada dua buah lensa bergagang hitam yang menjadi jawaban kebutaanku ini. Dengan cepat kuraih kacamata dan mengamati kamar ini lebih saksama.

Ini bukan kamar khas cewek, kecuali aku memang seorang cewek tomboi. Buku-buku yang tertata memang menarik. Beberapa judulnya membuatku sedikit yakin bahwa ini mungkin saja memang kamarku. Saat membuka lemari pakaiannya pun, kebanyakan hanya diisi kaos dan kemeja. Sedikit sesuai dengan selera fashion-ku yang malas repot. Ada kemungkinan ini memang kamarku. Namun, benarkah ini tubuhku? Benarkah aku sebenarnya seorang laki-laki dan mimpi tadi malam semacam inner passion yang selama ini kusembunyikan?

Kuputuskan untuk menjelajahi rumah ini guna mencari info lebih lanjut. Namun sebelumnya, ada sesuatu yang harus kuselesaikan. Benda tegang di bawah ini harus segera melembek jika tidak mau membuatku malu. Aku mencari kamar mandi di rumah yang sama sekali tak kupahami ini. Bayangkan rasanya berkeliaran dengan celana pendek dan kaos tanpa lengan sedangkan orang-orang di luar sana sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Aku mendengar suara wanita yang berteriak merapikan meja makan, ketok sendok dan garpu di piring, serta tangisan gadis remaja yang tampaknya sedang bicara di telepon dengan pacarnya.

Apakah ini keluargaku?

“Kecak! Kenapa malah baru bangun? Siapa yang akan mengantar si kembar ke sekolah?”

Wanita yang membawa spatula dan mengenakan celemek, berteriak padaku. Ya, padaku. Karena sudah jelas Cuma aku yang pakaiannya masih slengean begini. Jadi namaku, Kecak?

“I-iya,” jawabku tergagap, “Ma.” Kutebak, ia pasti kepala rumah tangga alias ibu yang paling galak di keluarga ini. Walaupun wajahnya cantik, nyaris tertutup kerutan dan penampilan yang seperti tidak terawat. Beda sekali dengan Baginda ratu yang tadi malam kumimpikan.

Sudah jelas, kehidupan tadi malam adalah kehidupan ideal yang sedemikian berhasrat untuk kumiliki, sampai-sampai terbawa ke alam bawah sadar. Melihat dari rumah yang sederhana ini, bisa kupastikan keluargaku golongan menengah ke bawah. Tipikal ayah dan ibu yang menentang KB sampai akhirnya kebobolan dan punya banyak anak.

“Ma?” Wanita itu mengerutkan keningnya. “Tumben panggil ‘Mama’.”

Apakah aku salah ucap? Siapa wanita itu? Asisten rumah tangga?

“Biasanya juga panggil Ibu,” sambungnya.

Aku menghela napas lega. Hampir saja aku ketahuan hilang ingatan. Namun, sebenarnya tidak masalah juga jika kukatakan aku hilang ingatan. Toh, dia tampak seperti seorang ibu yang hangat, perhatian, walaupun sedikit cerewet. Mungkin menggali sedikit informasi bukan masalah. Aku bisa pura-pura mabuk dan meracau tidak jelas.

Kakiku melangkah menuju meja makan. Aroma sup hangat yang dibuatnya menggodaku. Seperti selimut bulu-bulu di musim hujan, sup itu mengalihkan niatku menuju kamar mandi. Baru saja kakiku melangkah, tiba-tiba seorang gadis remaja dengan rambut dicat merah dan biru menabrak tubuhku. Membuatku yang masih sempoyongan limbung ke kanan, hampir jatuh. Wajah kami sempat bertatapan. Bukan kesan yang menarik tentu saja. Gadis ini sangat ... menyebalkan?

“Sana mandi! Jangan limpahkan tanggung jawabmu mengantar Acel dan Fael padaku.”

Aku tidak tahu siapa dia, tapi sepertinya dia kakak perempuanku. Penampilannya yang eksentrik membuat gadis ini ditakuti dua bocah kembar yang mendadak berhenti memukul piring dengan sendok dan garpu. Semua hening. Hanya Ibu yang masih sesekali mengomeli gadis muda ini, berulang kali mengatakan bahwa cat rambutnya sangat tidak nyambung. Perdebatan ibu dan anak ini membuatku pusing. Aku beralih menuju kamar mandi. Demi apa pun yang akan terjadi hari ini, setidaknya aku harus punya sedikit ingatan sebelum menjalani hari. Sayangnya ingatan ini belum juga kembali.

Satu hal yang setidaknya cukup membahagiakan adalah kamar mandi rumah ini punya cermin. Aku mengamati tubuhku dari atas ke bawah yang kurus dan datar. Sebagai seorang laki-laki, bukankah seharusnya aku punya otot? Namun, yang kudapati justru belulang. Aku mengangguk paham, mengerti mengapa pakaian di lemari kebanyakan kemeja. Tentu saja untuk menyamarkan tubuh mungil ini. Wajahku cukup tampan. Kulitku putih bersih, mirip Ibu. Kesamaan kami yang lainnya adalah sama-sama tidak terawat. Hanya kakak perempuanku yang sepertinya mengikuti perkembangan zaman.

“Kecak jangan lama-lama di kamar mandi! Ibu harus siap-siap juga.” Ibu berteriak dengan suaranya yang melengking. Disusul selanjutnya deru suara motor matic yang halus bergerak meninggalkan rumah.

“Ya, Bu,” jawabku seraya bergegas membersihkan diri agar tidak kena semprot lagi. Saat mandi aku masih terus memikirkan potongan informasi tentang siapa diriku dan mengapa aku bisa hilang ingatan. Walaupun semua masih samar, kuharap hari ini aku bisa menemukan jawabannya.

Namaku Kecak. Anak laki-laki kedua dari empat bersaudara dan ....

Suara tangisan Acel dan Fael meledak dari sana. Dua bocah kecil itu kemudian berteriak memekik, memanggil namaku, mengancam akan membocorkan rahasiaku pada Ibu jika tidak bersegera mengantar mereka ke sekolah. Aku yang ingin berleha-leha sembari mengeksplorasi tubuh baruku ini jadi kalang kabut. Apakah aku punya rahasia yang seharusnya tersimpan rapat-rapat? Bagaimana bisa dua makhluk itu mengetahuinya? Atau mungkin, aku bisa memanfaatkan mereka berdua untuk mencari tahu tentang siapa diriku yang sebenarnya. Ya, tidak boleh ada yang tahu bahwa aku amnesia. Acel dan Fael jelas akan membantuku menyelesaikan masalah ini perlahan-lahan.

---

Mensyen Mak chachaprima terima kasih mentor kecayangan:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro