Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kamu tahu, kenapa aku ngajak kamu ke Bali?"

Pemuda itu mengerutkan kening. Belum pernah sekalipun gadis itu melempar pertanyaan klise yang terdengar tidak masuk akal. Hal-hal remeh seperti ini, sama sekali bukan dirinya. Namun, ia hanya menggeleng. Menatap langit yang berarak awannya di penghujung senja. Warna oranye itu membias ke lautan, ke rerumputan, ke bebatuan, ke wajah jelita yang disukainya sejak hari pertama menjejakkan kaki di SMA 701.

"Ah, enggak seru! Tebak dulu, dong.' Ia merengek. Menepuk pundaknya dengan tertawa kecil yang tampak lucu.

Pemuda itu memandang langit sebentar, tampak berpikir walaupun sebenarnya ia tidak suka menebak-nebak. Baru sehari ini ia di Bali, belum sempat mengunjungi tempat mana pun, sudah ditodong pertanyaan apa yang paling indah di Bali. Ia memutar ingatan tentang apa saja yang pernah ia baca tentang Bali.

"Karena ... Pantainya indah?" tebak pemuda itu.

Gadis tadi menggeleng lalu berkata, "Coba lagi."

Pemuda itu tersenyum kecil lalu menebak kedua kalinya. "Makanannya enak?" Pemuda itu melirik ke perut si gadis.

Gadis itu malah manyun. Merasa tersindir karena perutnya jadi buncit lantaran kebanyakan jajan selama liburan. "Bukan. Enggak ada hubungannya sama makanan."

Pemuda itu tertawa kecil. "Terus apa, dong? Ayolah. Aku baru sekali ini ke Bali. Mana kutahu hal-hal seru di sini."

Gadis itu mengetukkan jemarinya ke dagu, mengangguk. Bola matanya mengerling jenaka. Mempertanyakan mengapa kekasihnya ini sangat old style dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. "Kamu nggak pernah denger bercandaan tentang Bali ya?"

Pemuda itu menggeleng. Bandung saja sudah cukup rumit untuknya. Ia tidak mau menambah beban pikiran lagi dengan memikirkan Bali yang baru tiga jam lalu ia pijak.

"Karena ke mana pun aku pergi, aku selalu akan 'bali' ke kamu." Gadis itu menyembunyikan tawa. Malu. Seharusnya pacarnya itu yang menyampaikan ini, kenapa justru malah dirinya.

Si pemuda, bukannya tertawa malah tercengang. Itu guyonan paling garing yang pernah ia dengar. Meskipun begitu ia tidak mau mengecewakan kekasihnya. Gadis itu pasti sudah berusaha keras memberanikan diri menyatakannya.

"Oh, aku paham. 'Bali' seperti balik? Kembali? Coming back to you?" terka si pemuda.

Sang gadis mengangguk riang walaupun ia kecewa karena pacarnya sama sekali tidak romantis.

"Lalu, kenapa kamu tidak memperkenalkan aku ke teman-temanmu sebagai seorang pacar?" tanya pemuda itu lagi. Ia mendesah pelan, mempertanyakan kekasih yang katanya mencintainya setengah mati tapi memilih untuk menyembunyikan hubungan mereka rapat-rapat.

Gadis itu menggelayut manja. Menggandeng lengan sang pemuda lalu merebahkan kepala di pundaknya. Matanya memandang jauh ke depan. Memikirkan alasan terbaik yang bisa ia berikan pada pacarnya. "Aku belum siap go public."

"Kapan siapnya?"

"Aku harus tanya teman-temanku dulu."

"Kamu lebih mementingkan mereka daripada aku?"

"Bukannya begitu, Sayang. Aku cuma ...."

Pemuda itu menolehkan pandangan. Ia sudah bosan dengan alasan yang sama yang diberikan pacarnya ini. Keraguan menghinggapinya lagi. Mungkin saja ia tidak benar-benar mencintainya?

"Kamu enggak akan pernah kembali ke aku."

Gadis itu menatap kedua mata sang pemuda. Ada raut kecewa dan sedih.

"Maksud kamu?"

"Teman-teman kamu lebih tahu."

Gadis itu menahan tangan kekasihnya, minta penjelasan lebih lanjut. Mengapa semua jadi semakin rumit? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro