77. Spirit Angin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Waktu Talia kini lebih banyak dihabiskan bersama Kyle dan Ludwig daripada Susan apalagi Leo. Mereka bertiga berlatih tanpa lelah demi menghadapi masa depan yang sudah dilihat oleh Talia. Meski begitu, latihan mereka belum menunjukkan hasil yang signifikan. Padahal Tes Bakat Sihir sudah hampir di depan mata. Entah mengapa Talia merasa titik balik hidupnya adalah saat Tes Bakat Sihir tersebut berlangsung, sama seperti sebelumnya.

Kesibukan Talia membuat gadis itu menjadi mudah lelah. Wajahnya semakin tirus dengan mata cekung dan menggantung. Susan yang kini turut sibuk di kegiatan klub surat kabarnya pun akhirnya mau tidak mau menjadi cemas. Pada suatu siang gadis itu menunggu Talia di depan kelas tingkat pertama hanya demi bisa bertemu dengan sahabatnya.

"Susan, kau di sini?" tanya Talia yang keluar dari kelas bersama dengan Kyle.

Susan mengerling sejenak ke arah Kyle dengan ekspresi tidak suka. Gadis itu lantas kembali fokus pada Talia dan menyeret sahabatnya itu ke ruang makan. Beruntung Susan tidak menyentuh tubuhnya dan hanya menyeret jubah Talia. Gadis itu tidak perlu terlempar ke masa depan sahabatnya. 

"Susan, kau mau membawaku kemana?" tanya Talia kebingungan.

"Makan. Sudah berapa hari kau tidak makan dengan baik. Lihat tubuhmu sudah seperti tengkorak berjalan," sahut Susan tak terbantahkan.

"Ta, tapi aku sudah ada janji dengan Kyle. Aku bisa makan nanti malam," tolak Talia sembari mengerling ke arah Kyle. Namun yang diliriknya hanya mengangkat bahu tanpa bisa membantu apa-apa.

Susan akhirnya menghentikan langkahnya lantas menatap Kyle yang berjalan mengikuti di belakang. "Sebenarnya apa yang kalian lakukan? Kyle, kau juga, kenapa kau membiarkan Talia menjadi kurus kering tak bertenaga begini? Makan adalah hal yang utama dari seorang penyihir. Yah, untuk semua manusia pada umumnya. Tanpa nutrisi yang cukup, energi sihir juga bisa melemah. Pokoknya sekarang kita makan dulu baru bicara," desak gadis itu lantas kembali menyeret Talia ke ruang makan.

Akhirnya Talia pun menurut, sementara Kyle juga mau tidak mau mengikuti mereka untuk makan siang. Leo menyusul tak lama kemudian, meninggalkan teman-temannya di meja Departemen Alkimia.

"Lama tidak melihat kalian, Kawan. Proyek apa yang sedang kalian kerjakan sampai begitu sibuk?" tanya Leo saat rombongan mereka sampai di meja makan.

"Kami hanya berlatih sihir," jawab Kyle pendek.

"Apa kalian sedang mempersiapkan untuk Tes Bakat Sihir?" tanya Leo.

Kyle mengiyakan sekadarnya. Baik dirinya maupun Talia tidak ingin membuat dua sahabat mereka ini khawatir.

"Aku sedang berusaha memanggil spirit angin dan tanah," ucap Talia akhirnya berterus terang.

Susan dan Leo tampak terkejut.

"Rupanya kau cukup ambisius, Talia," komentar Susan sembari menyodok daging ham besar dan meletakkannya di piring Talia.

"Begitulah. Tapi sampai sekarang belum berhasil," keluh Talia memotong-motong dagingnya seukuran satu suapan.

Susan tampak berpikir sejenak. "Seharusnya kau bercerita padaku. Aku tahu kau dan Kyle memang dekat. Tapi aku juga sahabatmu."

"Aku juga!" celetuk Leo dengan mulut penuh makanan.

"Maaf. Sepertinya aku terlalu fokus," sesal Talia yang masih menyimpan rahasia lain.

"Coba kupikirkan. Saat kau memanggil spirit apimu, waktu itu kau berada dalam keadaan marah. Kau punya keinginan yang kuat untuk menyerang lawan. Sementara itu, Undine berhasil dipanggil karena kau ingin menyelamatkan orang lain. Bukankah sebenarnya selalu ada pola dalam teknik pemanggilan spirit?" kata Susan kemudian.

Penjelasan Susan memang masuk akal. Selama ini Talia berhasil memanggil spirit-spiritnya karena berada dalam emosi yang begitu kuat. "Lalu emosi apa yang cocok untuk spirit angin dan tanah?" tanya gadis itu kemudian.

"Bukankah angin itu melambangkan kebebasan? Menurutku spirit angin menyukai emosi bahagia. Saat kau bisa bergerak bebas dan menikmati sihirmu sendiri. Aku juga pernah membaca literatur Alkimia yang menyinggung hal tersebut," timpal Leo menanggapi.

"Emosi bahagia?" Talia menatap Kyle yang duduk di hadapannya. Pemuda itu mengangguk singkat.

"Sepertinya layak dicoba," komentar Kyle kemudian.

"Kebahagiaan yang seperti apa yang bisa memanggil spirit angin?" Talia masih belum mengerti.

"Sesuatu yang menimbulkan euforia," celetuk Leo menambahkan.

Semuanya terdiam dan berpikir sejenak. Talia sendiri mencoba memikirkan hal-hal yang menyenangkan baginya. Ada banyak sekali, seperti fakta bahwa ia berhasil menjadi murid Akademi Ramona; persahabatannya dengan Kyle, Susan, Leo dan bahkan Ludwig; Talia juga senang saat berhasil memanggil Smoke serta Undine. Meski begitu semua kenangan itu tidak sampai membuatnya merasakan euforia.

"Bukankah kau suka terbang? Kau pernah bercerita padaku. Bagaimana kalau kau coba menikmati terbang bebas dengan sapu terbangmu sambil memanggil spirit angin?" usul Susan kemudian.

Usul sederhana itu pun akhirnya langsung ditanggapi dengan persetujuan oleh sahabat-sahabatnya yang lain. Bahkan Talia juga sepakat kalau terbang dengan sapunya adalah sensasi yang paling dia nikmati selama ini. Tanpa ragu lagi Talia pun setuju untuk mencoba usul Susan.

Talia harus menunggu saat akhir pekan dimana sekolahnya libur, untuk bisa mencoba usul dari Susan. Kyle melarang gadis itu mencoba terbang di malam hari karena terlalu berbahaya. Akhirnya mereka berdua pun sepakat untuk berlatih pada pagi hari di akhir pekan.

Ludwig tidak ikut sesi latihan kali ini karena merasa tidak dibutuhkan. Selama ini ia hanya menjadi pemasok hewan buas sebagai lawan untuk Kyle maupun Talia. Setelah Talia mengatakan bahwa ia akan berlatih terbang, Ludwig pun memutuskan untuk beristirahat saja di asramanya.

Hutan terlarang kini sudah seperti rumah bagi Talia. Ia sangat terbiasa keluar masuk dan membunuhi beragam monster yang ada di dalamnya. Talia tidak lagi takut untuk menjelajah di hutan tersebut karena sebagian besar monster sudah mengenali Talia sebagai predator yang berbahaya. Karena itu pagi hari tersebut perjalanan Talia dan Kyle menjelajah hutan cukup lancar. Mereka berdua berhenti di sebuah tempat lapang dengan pepohonan yang tidak terlalu rapat.

"Dari sini saja. Aku akan mengawasiku dengan kekuatan gelap," ucap Kyle menghentikan langkahnya.

Talia lantas memanggil sapu terbangnya dan bersiap untuk terbang. Dalam satu jejakan, gadis itu pun melesat tinggi hingga melewati puncak-puncak pepohonan. Hutan di bawah kakinya terlihat semakin kecil. Desir angin lembut menerpa tubuh Talia dan membuat gadis itu merasa begitu bebas.

Talia terbang berputar beberapa kali mengitari hutan terlarang yang sangat luas itu. Kyle mengikutinya dengan kekuatan gelap yang bisa membuatnya terbang juga.

"Coba kau panggil elemen angin sekarang," perintah Kyle kemudian.

Talia mengangguk, lantas kembali melesatkan sapu terbangnya dengan ke sudut-sudut hutan. Satu tangannya terangkat untuk memanggil angin yang lebih kuat mendorong sapu terbangnya. Talia terbang semakin cepat. Jiwanya terasa begitu bebas. Ia benar-benar menikmati momen tersebut dengan begitu intens.

Gadis itu kembali memangil angin untuk mempercepat laju sapu terbangnya. Kini ia membumbung begitu tinggi hingga seluruh hamparan hutan dan gedung Akademi terlihat sangat kecil di bawah sana. Talia sangat senang. Ia bermain-main dengan sapu terbangnya, terus melesat ke segala arah dan menikmati hembusan angin yang mengibarkan rambut panjangnya.

Mendadak sebuah suara bicara dalam benak gadis itu. "Apa kau begitu gembira?" tanya suara tersebut dengan nada kekanak-kanakan.

Talia tersenyum lebar. Itu pasti suara spiritnya. "Iya! Aku benar-benar senang!" seru gadis itu penuh keceriaan.

"Aku bisa memberimu lebih banyak kesenangan. Apa kau mau menjalin kontrak denganku?" tanya suara itu lagi.

"Tentu saja! Aku memberimu nama Euphoria!" seru Talia mengalahkan deru angin.

Sekonyong-konyong sebuah pusaran tornado mini muncul di sebelah Talia dan terbang bersamanya. Tornado itu mungkin hanya sebesar telapak tangan. Meski begitu Talia bisa merasakan energi elemen angin yang kuat darinya.

"Aku menyukai nama itu, Master," kata Euphoria, sang tornado mini yang tidak memiliki wajah itu.

Talia tersenyum senang karena akhirnya ia berhasil memanggil satu spirit lagi. Gadis itu hendak menoleh ke arah Kyle yang seharusnya terbang di belakangnya. Akan tetapi rupanya Talia sudah terlalu jauh menjelajah. Kini ia tidak lagi bisa melihat Kyle di mana-mana. Alih-alih ia justru menyadari bahwa dirinya sudah ada di atas lembah tempat tinggal sang naga.

Mendadak di dalam kepala Talia terdengar sebuah suara mendesis yang tak asing. Suara tersebut seperti sedang berbicara dengan bahasa yang tidak bisa dipahami Talia. Seketika gadis itu pun tercekat. Itu suara sang naga! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro