78. Bisikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Talia buru-buru memutar balik arah terbangnya dan kembali menuju hutan. Hatinya begitu waspada kalau-kalau tabir pelindung lembah yang mengurung naga itu terlepas dan ia harus kembali berhadapan dengan monster raksasa tersebut. Namun beruntung kekhawatirannya tidak menjadi nyata. Ia berhasil menemukan Kyle yang sedang mencari-carinya di sekitar hutan.

"Kau terbang kemana?" tanya Kyle sedikit berteriak untuk mengatasi deru suara angin.

"Maaf. Tanpa sadar aku terbang terlalu jauh," sesal Talia menyahut.

Keduanya pun akhirnya kembali mendarat di tengah hutan terlarang. Talia menyimpan sapu terbangnya lalu menunjukkan Euphoria, spirit angin yang baru saja dia peroleh.

"Kau berhasil," komentar Kyle bangga.

Talia mengangguk senang. Akan tetapi kegembiraannya tidak berlangsung lama. Ia kembali mengingat suara desis naga yang bicara padanya dalam pikiran. Begitu mendengar cerita Talia itu, Kyle buru-buru mengajaknya pergi meninggalkan hutan. Akan sangat berbahaya bila naga itu muncul sewaktu-waktu.

"Kupikir kita harus menemui Ludwig. Dia mungkin bisa membantu," usul Talia sembari berjalan membelah hutan.

"Kau benar-benar tidak berniat untuk memberitahu para profesor atau orang dewasa lain?" bujuk Kyle cemas.

Talia terdiam sejenak. Ada alasan kenapa ia memilih untuk merahasiakan kekuatannya itu. hidupnya akan menjadi semakin rumit jika orang-orang tahu bahwa ia memiliki kemampuan oracle. Talia tidak mau hidup terpenjara dalam kuil cahaya karena kemampuannya itu.

"Baiklah. Kita temua Ludwig saja," kata Kyle mengalah.

Mereka berdua pun segera melesat menuju asrama putra. Kamar Ludwig berada di lantai teratas, kamar yang paling luas dan mewah. Seekor Kappa – monster air bertempurung kura-kura yang berdiri dengan dua kaki – membukakan pintu kamar Ludwig. Talia selalu terheran-heran dengan cara hidup Ludwig yang begitu flamboyan. Meski begitu ia tidak banyak berkomentar.

Ludwig sedang duduk minum teh di dekat jendela kamarnya yang tinggi. Pemuda itu menyambut kedatangan Talia dan Kyle tanpa berdiri dari tempat duduknya.

"Apa kau berhasil memanggil spirit angin?" tanya Ludwig kemudian.

Talia mengangguk lantas menunjukkan Euphoria yang berwujud pusaran angin kecil. Sang monster Kappa mengerut menjauh ketakutan. Ludwig melambai pada Kappa tersebut, menyuruhnya untuk pergi ke ruangan lain.

"Baguslah. Jadi kenapa kalian ke sini?" Ludwig kembali bertanya sembari menyesap cangkir tehnya yang masih mengepul.

Talia lantas duduk di hadapan Ludwig dan mulai bercerita tentang suara naga itu.

"Jangan berkeliaran di sekitar lembah. Energimu bisa memicu kerusakan penghalang sihir naga. Sebaiknya kau mulai berhati-hati dari sekarang," nasehat Ludwig kemudian.

"Tidak bisakah kau mencoba berbicara pada naga itu?" desak Talia mencari solusi.

"Bicara tentang apa? Kemapuanku tidak cukup besar untuk memengaruhi seekor naga. Lantas kau berniat menyuruhku bicara baik-baik dan membujuk naga itu untuk tidak menangkapmu? Kau pikir dia bisa diajak bernegosiasi? Kalau aku jadi naga itu, setelah terkurung selama ratusan tahun dan menemukan cara untuk terbebas, tentu saja aku akan mengejarnya. Apa pun resikonya naga itu pasti mengincar kekuatanmu, Talia," tutur Ludwig panjang lebar.

Talia mendengkus pendek. Tentu saja penjelasan Ludwig itu masuk akal. Meski begitu Talia tetap merasa tidak adil. Kenapa harus dirinya?

"Jadi sepanjang hidupku, aku harus menghindari naga?" tanya Talia menarik kesimpulan.

"Sudah tidak banyak naga yang hidup sekarang ini. Sepanjang kau tidak berkeliaran ke dataran jauh yang berbahaya, hidupmu akan aman. Dan selama di Akademi, sebaiknya kau berhati-hati agar tidak berada terlalu dekat dengan lembah." Ludwig memberi nasehat.

"Masalahnya Tes Bakat Sihir hari ketiga diadakan di tepi lembah. Itulah yang memicu kematianku di kehidupan sebelumnya," keluh Talia kemudian.

"Kalau begitu kau tidak perlu ikut tes itu. Lagipula kau sudah menguasai tiga spirit elemen. Kau bisa memilih kelas elemen sesuka hatimu," usul Ludwig yang langsung disetujui oleh Kyle.

Talia tercenung sejenak. "Tapi semua siswa wajib mengikuti seluruh rangkaian tes itu. Bagaimana caraku mencari alasan untuk tidak mengikutinya. Bisa-bisa aku terkena hukuman atau bahkan mendapat nilai minus dan dikeluarkan dari Akademi," ratap Talia panjang lebar.

"Kalau kau keluar dari Akademi, aku juga akan mengundurkan diri," sahut Kyle cepat.

"Bukan itu poinnya, Kyle. Kalau aku tidak lulus dari Akademi ini, aku tidak akan mendapat izin sebagai penyihir."

"Aku bisa menemanimu hidup sebagai orang biasa," timpal Kyle lagi.

"Tunggu. Hentikan kalian berdua," potong Ludwig tampak muak. "Jangan berpikir terlalu jauh. Cukup buat dirimu sakit di hari ujian. Kau bisa membolos di ruang kesehatan. Apa aku perlu mengirim hewan buas ke kamarmu?" tawar Ludwig kemudian.

Talia menarik napas panjang. Kedua orang ini memang sama tidak warasnya. "Sudahlah. Biar kupikirkan caranya nanti," gumam gadis itu lelah.

"Tenang saja. Dengan levelmu, aku yakin para profesor akan membiarkanmu masuk ke semua kelas elemen. Kau satu-satunya penyihir yang bisa memanggil lebih dari satu spirit elemen. Akademi tidak akan melepaskanmu begitu saja," celetuk Ludwig ringan.

Talia hanya bisa menghela napas menanggapi.

***

Sesuai saran Ludwig, Talia kini sama sekali tidak pernah lagi keluar masuk hutan terlarang dengan sembarangan. Area hutan itu berbatasan dengan lembah dan ia merasa lebih baik menghindar saja daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagian besar sesi latihan praktik Talia kini kembali dilangsungkan di ruang rahasia Departemen Alkemis.

Di sana Talia dan Kyle justru sering bertemu Leo yang sibuk meracik berbagai hal untuk mempersiapkan diri mengikuti Tes Bakat Sihir. Sesekali Susan juga ikut bersama mereka sekadar untuk menghabiskan waktu.

Hari tes akhirnya tba. Seperti kata teman-temannya, Talia tidak terlalu khawatir tentang hasil Tes Bakat Sihir nantinya. Dia berencana untuk masuk ke kelas sihir air yang memang paling dia sukai. Karena itu ujian praktik kelas tersebut dilakukan pada hari pertama di rumah kaca, maka Talia bisa mengikuti tanpa perlu khawatir akan keberadaan naga.

Talia sedang bersiap-siap untuk pergi sarapan sebelum Tes dimulai ketika mendadak Talia berpapasan dengan Kyle di depan asramanya.

"Kyle? Kau menungguku?" tanya Talia keheranan. Sejak mengulang kehidupan, Kyle tidak lagi terlalu protektif dan mengantar jemput gadis itu ke asramanya. Terutama sekarang merkea juga sudah berdamai dengan Ludwig.

"Ada masalah," ungkap Kyle pendek. Pemuda itu lantas mengerling ke arah Susan yang memang biasanya berangkat bersama Talia.

Susan balas menatap Kyle dengan malas. "Kalian mau bicara berdua saja tanpaku lagi," sindir gadis itu sarkastik.

"Ah, tidak. Kita tetap berangkat bersama, Susan," sahut Talia cepat. Talia tidak ingin Susan merasa tersinggung karena selalu dikucilkan dalam pembicaraan. "Jadi ada apa, Kyle?" lanjutnya beralih pada sang pemuda.

Ekspresi Kyle tampak cemas. Pemuda itu pun akhirnya membuka mulut dengan berat hati. "Ujian pertama kita diadakan di sungai dekat lembah," ungkapnya frustrasi. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro