Bab 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidur Mima malam ini terasa begitu berat setelah mengetahui bahwa Raura menyukai Aska, kakak sepupunya. Dia sendiri bingung dengan perasaannya terhadap Aska padahal pria itu adalah keluarganya.

Mima mengganti posisi tidurnya menjadi duduk. Matanya melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Biasanya perempuan itu akan tertidur pada jam 10 dan sekarang sudah lewat satu jam.

"Duh, kenapa aku nggak bisa tidur," omel Mima sembari mengacak rambutnya.

Rasa kantuknya hilang seketika. Namun, dia juga ingat bahwa besok dia harus turun bekerja.

"Atau, aku izin aja ya besok?"

Lagi-lagi, pikiran aneh menguasai otak Mima dan semua itu karena pernyataan Raura. "Apa aku cemburu?" tanya Mima pada dirinya sendiri.

Namun karena tidak mendapat jawaban apapun, dia akhirnya memaksakan diri untuk tidur dan untungnya dia bisa tertidur walau telat.

Biasanya, Mima akan bangun pukul enam pagi dan bersiap pergi ke tempat kerja. Namun, pagi ini dia malah terbangun cukup pagi yaitu pukul lima.

Karena tidak bisa tidur lagi, Mima memutuskan untuk bangun saja dan melakukan aktifitas seperti biasanya.

Setelah pukul tujuh, Mima pergi ke kantor dan bekerja seperti biasanya. Namun, konsentrasinya hari ini sedikit buruk sehingga dia berulang kali melakukan kesalahan dalam memasukkan data.

"Duh, kok salah lagi sih," omelnya pelan sembari memijat dahinya yang terasa pening. "Kayanya aku butuh kopi deh."

Mima berdiri dari duduknya dan pergi ke dapur kantor. Sebenarnya dia bisa saja menyuruh OB melakukan hal itu. Namun, dia juga bosan berada di ruangannya.

Saat tengah menyeduh kopi, Mima disapa salah satu OB yang ada. "Eh, Mbak Mima, lagi bikin kopi ya?" tanya OB perempuan itu dengan ramah.

Mima tersenyum kecil sebelum menjawab. "Iya nih, lagi pengen minum kopi."

"Silakan, Mbak. Kalau butuh apa-apa bilang aja ya."

"Iya, Bu. Makasih."

OB tersebut keluar dari dapur dan meninggalkan Mima yang masih sibuk membuat kopi. Setelah selesai, perempuan itu segera keluar dari dapur dan berjalan menuju meja kerjanya.

Diletakkan perlahan gelas tersebut dan dia kembali duduk di kursi kerjanya. Sembari merenggangkan badan, Mima memperhatikan sekeliling ruangannya. Pada sibuk semua ya? tanya Mima di dalam hati.

Ruangan kerjanya memang sangat sepi. Dia juga jarang berkomunikasi dengan teman-temannya. Mereka sibuk dengan pekerjaannya begitu pula dengan Mima. Sehingga mereka kurang akrab dan Mima susah mendapatkan teman selain Raura.

Jam pulang kantor pun tiba dan satu persatu teman seruangan Mima pulang. Sayangnya, Mima harus pulang lebih lama hari ini karena pekerjaannya yang belum selesai.

Saat tengah sibuk bekerja. Sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel perempuan itu dan tanpa melihat si penelepon, Mima mengangkatnya.

"Iya, halo," sapa Mima sembari sibuk menulis.

"Lo dimana?" tanya penelepon tersebut yang sebenarnya adalah Aska.

"Masih di ruangan, Kak. Pekerjaan aku belum selesai," jelas Mima dengan pelan karena takut kakaknya marah.

"Loh, ini sudah jam berapa, Mim? Ayo pulang, gue udah di depan."

Mima terdiam sesaat setelah tau bahwa Aska sudah menunggunya di depan perusahaan. "Duh, Kak. Kenapa nggak ngomong mau jemput?"

"Kenapa? Lo nggak suka?"

"Bukan gitu, Kak," tolak Mima sembari menggelengkan kepalanya. "Aku masih ada kerjaan, belum bisa pulang."

"Mim, gue nggak suka ya, elo mikirin kerjaan mulu. Ini sudah jam berapa, lo harus istirahat. Kalau lo nggak pulang, gue jemput lo ke ruangan lo," ancam Arka yang membuat Mima ketakutan.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kakak sepupunya itu akan mengamuk. Karena sayang pada pekerjaannya, Mima memutuskan untuk berhenti melakukan pekerjaannya dan bergegas keluar dari perusahaannya.

Dengan sebuah map di tangan kanannya, perempuan itu mencari Aska di depan gedung perusahaan. Saat ketemu, Mima segera berlari mendekat pada kakak sepupunya itu yang tengah duduk di atas motor.

"Kak," sapa Mima sembari menepuk pelan lengan atas Aska.

Wajah Aska menoleh dan mata keduanya bertemu. "Kalau lo nggak dengerin omongan gue, gue aduin lo."

"Iya, iya, Kak."

Mima harus mengalah dengan kakak sepupunya itu, karena tentu dia tidak akan menang jika harus melawan Aska. Lebih baik dia diam dan mengikuti perintah kakak sepupunya itu.

Sesampai di kos, Mima segera membersihkan tubuhnya dan Aska terlihat asyik bersantai di ruang televisi. Pria itu Bahkan membaringkan tubuhnya di atas sofa agar merasa nyaman.

Dengan handuk yang masih terpasang di atas kepala, Mima yang baru saja selesai mandi langsung berjalan mendekat ke arah Aska. Perempuan itu duduk di lantai sembari menyalakan televisi.

Aska yang melihat hal itu langsung bangun dari tidurnya dan mendudukkan dirinya di atas sofa. Perlahan Aska menepuk sisi sofa yang kosong dan meminta Mima untuk duduk di sana. "Nih, duduk sini."

Mima yang duduk di lantai langsung menoleh dan mengangkat wajahnya agar dapat menatap wajah Aska. "Kenapa muka lo begitu?" tanya Aska dengan wajah bingung.

Mima menggeleng pelan dan kembali menonton televisi.

Di tengah kegiatan menonton televisi, Mima memanggil nama Aska dengan pelan sehingga membuat pria yang duduk di belakangnya ikut duduk di lantai.

"Iya, kenapa?" tanya Aska sembari menatap ke arah wajah Mima. Sayangnya perempuan itu malah menundukkan kepala. Perlahan Aska mengangkat wajah Mima dan ternyata perempuan itu tengah menangis. "Loh, kenapa nangis?" tanya Aska lagi.

Dengan cepat Mima mengelap air matanya hingga bersih. "Aku nggak pa-pa kok, Kak," jelas Mima yang tentu tidak membuat perasaan Aska membaik.

"Mending lo jujur, elo kenapa?" tanya Aska lagi karena masih belum ada jawaban jelas yang keluar dari mulut Mima.

Mima terdiam sejenak untuk merangkai kata. Dia takut salah bicara apalagi berbicara dengan Aska. Dia takut dengan respon kakak sepupunya itu.

Perlahan, wajah Mima terangkat dan matanya bertemu dengan mata Aska. "Sudah bisa jelasin?"

Mima mengangguk pelan sebagai jawaban dari pertanyaan Aska. "Ya udah, jelasin."

"Raura suka sama kakak," ucap Mima singkat yang membuat Aska mengerutkan dahinya.

"Raura?"

"Iya, Raura teman sekantor aku. Yang pernah jalan sama kita."

Aska terdiam sejenak sembari mengingat mengenai perempuan bernama Raura tersebut. "Gue nggak inget dia siapa, tapi kenapa dia bisa suka sama gue?" tanya Aska karena dia benar-benar bingung dengan ucapan Mima.

"Nggak tau, dia bilang kakak tipe dia dan dia suka sama kakak."

"Ya terus?" tanya Aska dengan wajah yang sedikit menyeramkan.

"Kakak mau nggak jadi pacar dia?" tanya Mima dengan polos yang membuat Aska ingin mencubit ya.

"Kok malah elo yang ngatain cinta ke gue?"

Wajah Mima kembali tertunduk karena Merasa bersalah. "Hmm, aku mau Raura bahagia dan mungkin bahagianya dia sama kakak."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro