Bab 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pekerjaan yang dilakukan Mima benar-benar menyita waktunya, dia bahkan jarang pergi ke kantin saat istirahat karena dikejar deadline. Waktunya bersama Raura juga harus hilang padahal perempuan itu adalah penyemangat Mima.

Mima masih berkutat dengan komputernya. Namun, satu persatu temannya pergi ke kantin dan hanya meninggalkan Mima sendirian seperti biasanya.

Mata Mima menatap sekeliling ruangannya yang nampak kosong. Lalu, perempuan itu merenggangkan tubuhnya.

"Akh, capek banget!" keluhnya karena merasa pinggangnya begitu sakit.

Tak lama kemudian, ponselnya bergetar karena ada panggilan masuk di sana. Senyum Mima terlukis saat melihat penelpon yang ternyata adalah Raura.

"Hal...."

"Halo, Mima. Kamu dimana?" tanya Raura dengan memotong sapaan dari Mima.

Mima tersenyum kecil karena mendapati perlakuan aneh dari Raura. "Masih di ruangan nih, kenapa?" tanya Mima dengan santai. Namun, Raura langsung membalas dengan suara yang cukup tinggi.

"Masih kerja! Ini jam istirahat, Mima!" tegas Raura yang malah membuat Mima tertawa kecil. Dia bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah Raura saat tengah marah seperti sekarang.

"Iya, aku tau kok, tapi ini tugasnya nggak bisa ditinggal," jelas Mima yang berhasil membuat Raura mendengus kesal.

"Mim, kerjanya jangan terlalu serius, nanti kamu sakit," peringat Raura karena dia tidak mau Mima kenapa-kenapa.

"Enggak kok, aku nggak pa-pa."

"Mau aku bawain makanan nggak?" tanya Raura lagi yang langsung ditolak oleh Mima.

"Nggak, nggak usah."

"Ih, kenapa?"

"Aku nggak mau ngerepotin kamu."

"Nggak repot kok. Aku bawain roti ya. Bentar lagi aku otw ke sana."

Raura mematikan panggilan telepon itu dengan cepat agar Mima tidak bisa menolak keinginannya. Mima yang melihat hal itu hanya dapat tersenyum kecil sembari memperhatikan ponselnya yang kini masih ada di genggamannya.

Mima kembali fokus dengan pekerjaannya. Namun, kali ini dia banyak berhenti karena perutnya terasa sakit.

Tangan Mima menekan perutnya dengan sedikit kuat dan tiba-tiba dia merasa ingin muntah. Duh, kayanya maag aku kambuh deh, pikirnya, karena jika gejalanya seperti itu biasanya Maag Mima tengah kambuh.

Tanpa Mima sadari, dahinya basah oleh keringat. Sakit di perutnya tak kunjung sembuh dan membuat perempuan itu kebingungan harus melakukan apa.

Tak lama kemudian, Raura datang dan terkejut setelah melihat kondisi Mima. Ternyata wajah perempuan itu sudah terlihat begitu pucat.

"Mim, kamu nggak pa-pa?" tanya Raura yang langsung dibalas gelengan oleh Mima.

Perempuan itu tak mampu menjawab. Namun, Raura tau bahwa temannya itu tengah menahan rasa sakit.

"Yang mana yang sakit?" tanya Raura dan Mima langsung menunjuk perutnya. "Kamu ada maag?" tanya Raura lagi yang dibalas anggukan oleh Mima.

"Ya udah, aku ambilin obat maag dulu ya."

Raura berlari menuju dapur kantor. Di perusahaan tempat Raura dan Mima bekerja memang memiliki dapur di setiap lantainya. Di sana ada banyak makanan dan minuman juga obat-obatan sehingga Raura berlari ke tempat itu untuk mencari obat maag.

Tak lama kemudian, Raura kembali ke ruangan Mima dan memberikan perempuan itu obat maag yang dia bawa. Mima dengan cepat mengunyah obat tersebut dan menyadarkan tubuhnya ke punggung kursi.

Raura menggeser sebuah kursi dan duduk di sisi temannya itu. Dengan perlahan Raura menyeka keringat yang ada di dahi Mima. "Kan, sudah aku bilang, jangan kerja mulu."

Raut wajah Raura terlihat begitu khawatir. Namun, Mima malah tersenyum kecil saat menatapnya. "Lah, malah senyum, aku nggak lagi becanda loh!"

"Iya, iya. Maaf. Aku cuman nggak mau telat ngumpul tugas."

Raura menghela nafasnya dengan pelan sembari memegang tangan Mima. "Mim, aku tau kamu punya tugas. Aku juga kok. Tapi, tugas itu nggak perlu diselesaikan langsung. Kamu juga butuh istirahat dan makan. Jangan sampai kejadian kaya gini keulang lagi."

Mima mengangguk dengan pelan sebagai tanggapan dari ucapan temannya itu. "Iya, makasih ya udah ngingetin."

"Iya, sama-sama."

Setelah maag Mima berangsur sembuh, perempuan itu memutuskan untuk makan roti pemberian Raura. Dia melihat dengan jelas bahwa kini nyaris semua teman sedivisinya sudah kembali ke ruangan dan bekerja. Namun, perempuan itu memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Dengan santai Mima memakan roti tersebut hingga habis dan tiba-tiba saja ada sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Pesan tersebut dari Raura, perempuan itu mengajak Mima untuk pergi ke sebuah Cafe yang baru saja buka di dekat perusahaan.

Mima sebenarnya malas untuk pergi kemanapun. Namun, sepertinya dia harus refresing sejenak dari kesibukannya karena sudah nyaris dua minggu dia tidak pergi kemana-mana.

Mima membalas pesan tersebut dengan singkat hanya tulisan satu kata yaitu Oke.

Dengan pakaian kerja lengkap, kedua perempuan itu pergi ke cafe yang baru saja buka tersebut. Cafe kecil dengan suasana santai berhasil membuat Mima terkagum-kagum.

Saat masuk, keduanya langsung diperlihatkan jejeran makanan penutup yang begitu menggiurkan. Raura sendiri bahkan langsung memesan dua kue yang terpanjang. Namun, Mima hanya memesan sebuah smooties strawberry.

"Itu aja, Mbak pesanannya?" tanya si kasir pada Mima.

"Iya, itu aja."

Mima kemudian memberikan selembar uang 20 ribu sebagai bayaran dan langsung mencari tempat kosong untuk dia dan Raura duduki.

Mereka tadi memesan sendiri-sendiri agar tidak bingung untuk membayar dan hal itu memang  menjadi kebiasaan mereka.

Kedua perempuan itu memutuskan untuk duduk di dekat dinding kaca yang bisa membuat mereka menatap keluar. Dapat mereka lihat, ada banyak kendaraan lalu lalang diluar. Untungnya, suara bising dari luar tidak sampai masuk ke dalam cafe tersebut.

Tak lama kemudian, pesanan kedua perempuan itu datang dan mereka langsung menyantapnya sembari berbincang.

Ada banyak hal yang mereka perbincangkan, salah satunya adalah tentang Aska. "Jadi, Kak Aska belum punya pacar?" tanya Raura sembari menyendok kue di hadapannya.

Mima mengangguk pelan tanpa melepas sedotan di bibirnya. Smooties yang dia pesan ternyata sangat enak dan dia menjadi sedikit merasa bersalah karena smooties itu akan segera habis.

"Hmm, berarti aku punya kesempatan dong," ucap Raura tiba-tiba yang berhasil membuat Mima tersedak.

Raura segera membantu Mima dengan memberi air mineral kepada perempuan itu. "Kamu nggak pa-pa?" tanya Raura dengan wajah khawatir.

Mima mengibaskan tangannya di depan wajah dengan pelan. "Nggak pa-pa kok."

"Syukurlah."

Kesunyian menerpa kedua perempuan itu setelah Mima tersedak. Mima sibuk dengan pikirannya sendiri dan Raura juga sibuk dengan ponselnya. Sepertinya perempuan itu tengah memiliki hal penting yang perlu untuk dilakukan.

Setelah Raura melepas ponselnya dan menatap kembali wajah Mima, perempuan itu membuka suaranya. "Hmm, kamu suka sama Kak Aska?" tanya Mima dengan hati-hati.

"Iya, aku suka sama Kak Aska."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro