Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mima menjalani kehidupan barunya dengan sangat baik, pekerjaannya membuat dia lebih bersemangat karena sekarang dia tidak hanya berdiam diri di rumah. Beberapa kali, perempuan itu juga pulang ke rumah Om Raka untuk sekedar bertamu.

Seperti saat ini, dia tengah asyik mendengar cerita yang keluar dari mulut Tante Vita. Beliau, sudah nyaris satu jam bercerita dan Mima terus mendengarkan.

Om Raka masih belum pulang bekerja dan hanya ada mereka berdua di rumah itu.

"Sering-sering ke sini dong, Mim. Tante kesepian tau," ucap Tante Vita dengan wajah cemberut karena memang setelah Mima pergi, rumahnya terasa begitu sunyi.

"Iya, Tan. Aku usahain ya."

Walau nyatanya, Mima tidak bisa berjanji karena hari ini saja dia mendapatkan cuti dan bisa pulang ke rumah Om Raka untuk mengambil beberapa barangnya yang masih tertinggal.

Tak lama kemudian, Om Raka pulang dari kantornya dan sangat terkejut karena mendapati Mima tengah duduk di ruang keluarganya.

"Mima!" pekik Om Raka dengan semangat sembari berlari mendekat ke arah Mima yang kini tengah berdiri.

Tanpa malu, Om Raka memeluk erat Mima yang memang nyaris satu bulan tak dia temui. "Om kangen banget sama kamu," bisik Om Raka dengan pelan yang membuat Mima tersenyum kecil.

Pelukan keduanya kemudian merenggang dan Mima akhirnya dapat menatap wajah Omnya. "Iya, Om. Mima juga kangen sama Om."

Setelah melepas rasa rindu, mereka dikejutkan dengan kedatangan Aska. Kakak sepupu Mima itu tercengang melihat Mima tengah asyik berbincang dengan kedua orang tuanya.

"Loh, kok elo di sini, Mim?" tanya Aska sembari menunjuk ke arah adik sepupunya itu.

Mima tersenyum kecil sebelum menjawab pertanyaan dari Aska. "Hehe, iya, Kak. Aku lagi libur hari ini jadinya aku balik ke sini sekalian ambil barang."

"Kenapa nggak kasih tau gue sih? Kan bisa gue jemput tadi," ucap Aska yang membuat Mima sedikit merasa bersalah.

Terlebih lagi, sang Om juga ikut berbicara, "Iya, Mim. Kenapa nggak kasih tau Aska?"

"Kan, Kakak lagi kerja, aku nggak mau ganggu Kakak."

"Tempat Aska kerja itu punya Om, nggak masalah dia izin keluar buat antar kamu."

Mima tersenyum canggung setelah mendengar ucapan dari omnya, walau dia sudah keluar dari rumah itu. Omnya tetap memperlakukan dengan sangat amat baik.

"Hmm, nggak pa-pa kok, Om, Kak. Aku bisa kok ke sini sendiri."

"Tetep aja, Mim. Berbahaya kalau kamu jalan sendirian," sahut Tante Vita.

"Lain kali, kamu hubungi kami dulu ya, kalau mau ke sini. Pasti kami bisa jemput kamu."

Mima mengangguk pelan agar permasalahannya cepat selesai, jika terus menjawab dan memberi pembelaan, permasalahan itu tidak akan ada habisnya.

"Udah, udah, kita selesaikan di sini ya masalahnya. Sekarang, kita harus makan malam," ajak Tante Vita dengan semangat. "Kamu pasti sudah lapar kan?" tanya Tante Vita sembari menatap ke arah Mima.

Mima mengangguk sebagai jawaban dan mereka akhirnya pergi ke ruang makan. Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga seutuhnya. Orang tua dan juga anak. Namun, ada suatu hal yang mengganjal di benak Mima.

Perlahan mata perempuan itu menatap sekeliling rumah dan membuat Tante Vita yang duduk di sisinya ikut penasaran. "Kamu nyariin siapa sih?" tanya beliau yang berhasil membuat Mima terlonjak kaget.

Dengan senyum kakunya, perempuan itu menjawab, "nyari Fiona, Tan. Dia kemana ya?"

Pertanyaan Mima berhasil membuat Om Raka dan Tante Vita saling bertatapan. Keduanya tentu memiliki sebuah rahasia yang tak Mima ketahui.

Aska yang sebenarnya sejak tadi diam, akhirnya membuka suaranya sebagai perwakilan dari keluarganya itu. "Dia lagi di luar negeri."

Mima mengangguk paham sebagai jawaban dan kembali makan. Dia tak mau bertanya lebih lanjut mengenai kepergian Fiona keluar negeri, karena dia yakin bahwa adik sepupunya itu tengah memiliki urusan di sana.

Seharian, Mima habiskan di rumah Omnya dan saat pulang, dia diantar oleh Aska. Pria itu mengantar Mima dengan motor kesayangannya.

Di tengah perjalanan, Aska mengajak Mima berbincang. "Hmm, gimana pekerjaan lo?" tanyanya yang samar-samar didengar oleh Mima.

"Hah, apa, Kak?" tanya Mima dan Aska memperlambat laju motornya.

"Gimana pekerjaan lo?" tanyanya lagi.

"Aman kok, Kak."

Setelahnya, kedua orang itu sibuk membicarakan hal lain. Terlihat jelas bahwa Mima sudah tidak terlalu canggung berbincang dengan Aska. Namun, perempuan itu masih sedikit takut jika bertemu pria lain.

Saat menunggu lampu lalu lintas berubah hijau, seorang pria yang mengendarai mobil biru tua terlihat menatap serius ke arah Mima dan Aska. Kedua orang itu benar-benar seperti sepasang kekasih dan membuat pria bernama Kenan itu merasa cemburu. Padahal Kenan hanya bertemu dengan Mima sekali, saat di lift. Iya, pria itu adalah Kenan.

Mata Kenan terus menatap ke arah Mima hingga perempuan itu hilang dari pandangannya. Apa dia perempuan yang ada di Lift waktu itu? tanya Kenan di dalam hati sembari menjalankan kembali mobilnya. Jujur, Kenan merasa bingung karena raut wajah Mima sedikit berbeda saat bertemu dengannya pertama kali.

Sesampai di rumahnya, Kenan segera naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Dengan perasaan yang kurang enak, Kenan membuka kemejanya paksa dan membuat beberapa kancing terlepas.

Setelahnya, pria itu masuk ke kamar mandi. Dia harus menenangkan hatinya dan memutuskan untuk mengguyur kepalanya dengan air dari shower kamar mandi.

Tangannya bertumpu dinding dan dia terus membiarkan kepalanya dibasahi oleh air agar mendinginkan kepalanya yang terasa begitu penat.

Di tengah kegiatan mandinya, sang Ayah tiba-tiba menelpon. Namun, Kenan tidak menjawab karena dia tidak mendengar panggilan telepon tersebut.

Setelah selesai mandi, Kenan segera keluar dengan menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya. Menutupi penuh area sensitifnya.

Air masih terus menetes dari tubuhnya dan membuat pria itu terlihat begitu seksi. Namun, siapa yang bisa melihat keseksian pria itu jika dia hanya ada di kamarnya.

Mendengar ponselnya tengah berbunyi, Kenan dengan cepat mengangkat panggilan dari ayahnya yang mungkin adalah panggilan kesekian kalinya itu.

"Iya, halo," jawab Kenan dengan suara berat khasnya.

"Halo, Ken. Kamu dimana? Kenapa baru jawab telepon Ayah?"

Kenan mendengus pelan sebelum menjawab karena ayahnya selalu mengganggu waktu istirahatnya. "Hmm, aku di rumah, tadi lagi mandi," jelasnya dengan malas.

"Gimana? Kamu sudah menemukan pasanganmu? Kamu harus segera menikah, Ken."

Lagi-lagi, Kenan harus mendengar pertanyaan tersebut terlontar dari mulut ayahnya. Kini, dia tengah dikejar untuk menikah karena sang adik akan menikah sebentar lagi dan orang tuanya tak mau Kenan dilangkahi.

"Mencari pasangan itu susah, Yah. Beri aku waktu!"

"Waktu? Sampai kapan? Adikmu harus segera menikah, jika tidak kehamilan calon istrinya akan terlihat."

Kenan memutar bola matanya dengan malas, dia dikejar menikah karena adiknya yang tak sengaja menghamili pacarnya. "Iya, iya, secepatnya!"

Kenan segera mematikan panggilan tersebut dan duduk di atas kasur dengan kasar. Tangannya menggenggam erat ponsel yang dia gunakan tadi. Sebenarnya, dia tertarik dengan  perempuan di lampu merah tersebut. Namun, setelah melihatnya dengan pria lain. Kenan tidak tau harus melakukan apa lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro