Bab 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jarak antara kos Mima dan perusahaan tempat dia bekerja tidak terlalu jauh, perempuan itu hanya perlu berjalan kaki selama lima sampai 10 menit dan hal itu tentu tidak merepotkan baginya. Hitung-hitung sebagai olahraga setiap paginya.

Sesampai di tempat kerja, Mima dan beberapa teman yang lain berkumpul di sebuah ruangan khusus. Di sana, Mima mendapat tanda pengenal dan beberapa informasi mengenai pekerjaan yang perempuan itu akan lakukan.

Sayangnya, Mima dan Raura tidak bisa bersama karena keduanya ada di divisi yang berbeda. Mima berada di divisi keuangan dan Raura berada di divisi administrasi. Walau begitu, Mima dan Raura tetap dapat bertemu saat istirahat seperti sekarang.

Sejak beberapa menit lalu, Raura sudah ada di dekat Mima yang masih sibuk dengan kegiatannya. Perempuan itu bahkan bosan saat mendengar Mima mengatakan 'sebentar' padanya.

"Mim, kamu itu nggak boleh terlalu baik. Kalau waktunya istirahat, ya istirahat. Kalau waktunya kerja, ya kerja," tegas Raura mengingatkan temannya itu yang masih bersikeras menyelesaikan tugasnya.

Mima tidak terlalu peduli dengan omongan temannya itu karena menurutnya tugas yang dia kerjakan sebentar lagi akan selesai.

Sayangnya, kesabaran Raura nyaris habis saat menghadapi Mima sekarang ini.  "Ayo, Mim. Jam istirahatnya keburu habis!" rengek Raura lagi.

"Iya, bentar, tinggal simpan datanya kok."

"Ya udah, buruan!"

Setelah nyaris 20 menit, kedua perempuan itu bisa pergi istirahat. Mereka memutuskan untuk pergi ke kantin perusahaan karena mereka tidak harus membayar jika makan di sana.

Sesampai di kantin, Mima dapat melihat ada banyak karyawan yang sama sepertinya. Namun, mereka semua tengah sibuk makan dan antrian untuk mengambil makanan tampak sepi. Keduanya kemudian segera mengambil tempat untuk antri makan siang.

Makanan di kantin perusahaan Mima terlihat begitu menggiurkan sehingga membuat perempuan itu tidak sabar untuk menyicipinya. Satu persatu lauk Mima ambil dan selanjutnya perempuan itu segera mencari tempat duduk yang kosong.

Setelah mendapat tempat duduk, Mima dan Raura segera menyantap makan siang mereka. Namun di tengah kegiatan makan, tiba-tiba saja kantin menjadi sangat sunyi. Mima dan Raura tentu bingung sehingga keduanya memperhatikan sekitar.

"Ada apa sih?" bisik Raura yang langsung dibalas gelengan oleh Mima.

"Nggak tau juga," jawab Mima singkat sembari kembali menyantap makanannya.

Raura masih sibuk mencari alasan kesunyian kantin tersebut. Namun sayangnya, perempuan itu tak kunjung mendapat jawaban. Raura memutuskan untuk kembali makan karena sebentar lagi dia dan Mima harus kembali bekerja.

Keduanya berpisah di lift setelah Raura terlebih dahulu keluar untuk pergi ke ruangannya dan Mima harus naik dua lantai lagi untuk sampai pada ruangannya.

Di tengah perjalanan menuju lantai delapan, tiba-tiba saja beberapa orang masuk ke dalam lift yang sebenarnya hanya di isi oleh Mima itu. Semua orang yang baru masuk itu adalah pria. Mima yang masih memiliki sedikit trauma kemudian terlihat begitu pucat.

Baru satu lantai naik dan Mima memutuskan untuk keluar dari lift. Hal itu tentu membuat orang-orang di dalam lift menatap aneh ke arahnya. Mima tidak peduli dengan tatapan mereka karena kini detak jantung Mima menjadi tidak karuan.

Mima tak berani mengangkat wajahnya saat keluar dari lift tersebut. Dia memeluk tas yang dia gunakan dengan erat sampai ke meja kerjanya.

Keringat dingin membasahi dahinya karena kejadian di lift tersebut. Mima pun sadar bahwa trauma nya ternyata masih ada.

Mima kembali bekerja sesuai dengan instruksi atasannya. Pekerjaan yang dia lakukan memang mengandalkan ketelitian dan Mima sangat paham akan hal itu.

Waktu kini sudah menunjukkan pukul lima sore dan seharusnya Mima sudah pulang bekerja. Sayangnya, tugas yang diberikan padanya belum juga selesai dan perempuan itu memutuskan untuk menyelesaikannya terlebih dahulu sebelum pulang.

Beberapa karyawan yang juga bekerja di divisi keuangan terlihat menghilang satu persatu dan kini, hanya ada Mima sendirian. Sebagai seseorang yang pendiam, Mima lebih senang dengan kesunyian kantor sore ini.

Setelah nyaris satu jam, pekerjaan Mima pun selesai. Perempuan itu merenggangkan tubuhnya karena akhirnya dia bisa pulang.

Saat berdiri, matanya menatap sekeliling ruang kerjanya yang sudah kosong dan hanya dia yang tersisa. Sudah pulang semua ternyata, ucapnya di dalam hati sembari memasang tas selempang di tubuhnya.

Perasaannya sedikit membaik setelah hari pertamanya kerja selesai, dengan santai dia berjalan menuju lift dan menekan salah satu tombol di sana.

Tak lama kemudian, lift tersebut terbuka. Namun sayang, ada seorang pria di dalamnya. Mata Mima dan pria itu sempat bertemu, lalu dengan cepat Mima putuskan.

Dia kemudian mundur satu langkah dan membuat orang di hadapannya bingung. "Nggak mau masuk?" tanya pria itu yang langsung dibalas gelengan oleh Mima.

Dahi pria itu mengerut sembari matanya menyusuri ruangan kerja divisi Mima yang tampak sepi. "Kamu mau nunggu siapa? Di sini sudah sangat sepi."

Mima terdiam sejenak dan ikut memperhatikan ruangannya yang memang begitu sepi tanpa orang lain selain mereka. Dengan wajah tertunduk, Mima berjalan masuk ke lift tersebut dan berdiri tepat di sisi dinding lift agar tidak berdekatan dengan pria yang berdiri di hadapannya.

Saat pintu lift tersebut tertutup, pria itu menoleh ke belakang dan bertanya, "mau ke lantai dasar?"

Mima mengangguk pelan dan pria itu mengembalikan posisinya seperti sebelumnya. Dari lantai delapan, kedua orang itu sama-sama terdiam tanpa mengeluarkan suara mereka sekecil pun.

Tanpa sadar mereka sudah sampai di lantai dasar dan pria di hadapan Mima segera keluar. Hal itu membuat Mima akhirnya dapat bernafas lega. Segera dia keluar dari perusahaan tempat dia bekerja dan pulang ke kosnya.

Selama perjalanan menuju rumah, Mima sibuk memperhatikan jalanan yang sangat ramai. Dia benar-benar lupa kapan terakhir dia bisa jalan-jalan seperti ini.

Sangking asyiknya menikmati jalan, Mima tak sadar bahwa dia sudah sampai di kos tempat dia tinggal. Segera Mima memasuki bangunan lima lantai tersebut dan naik ke lantai dua, tempat dia tinggal.

Setelah membuka pintu kamarnya, dia sangat terkejut karena mendapati Aska sudah ada di dalam kamarnya. "Loh, Kak Aska ada di sini?" tanya Mima sembari melepas heels yang dia gunakan dan menaruhnya di rak sepatu.

Aska yang sebelumnya tengah duduk di sofa kemudian berdiri dan jalan menuju Mima yang masih setia berada di depan pintu kamarnya. "Iya, gue barusan aja dateng."

Mima mengangguk paham dan tersenyum ke arah Aska. "Kakak sudah makan? Mau aku masakin makan malam nggak?" tanya Mima dengan ramah.

"Nggak usah masak, gue ada bawa makanan, kita makan bareng aja."

"Ya udah, kalau gitu aku mandi dulu ya."

Mima segera masuk ke dalam kamarnya dan membersihkan tubuhnya yang terasa begitu lengket karena bekerja seharian. Setelah mengganti baju piyama, perempuan itu segera keluar kamar dan ikut duduk di atas sofa bersama dengan Aska.

Selama makan, Aska beberapa kali melirik ke arah Mima yang terlihat fokus pada makanannya. Tak lama kemudian, pria itu mengeluarkan suaranya.

"Gimana hari pertama lo?" tanya Aska tanpa menatap ke arah Mima.

Mima menghentikan makannya dan malah menatap ke arah Aska. "Hmm, baik kok, Kak."

Aska mengangguk paham dan kembali mengeluarkan suaranya. "Kalau ada apa-apa, lo bilang aja ke gue."

Mendengar ucapan Aska yang tiba-tiba, membuat Mima sedikit bingung. Perhatian sepupunya itu terasa begitu mengganjal. "Iya, Kak. Makasih sebelumnya."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro