Bab 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nikah nggak semudah itu, Yah!" balas Kenan dengan suara yang cukup tinggi. Dia tentu sangat marah karena keinginan ayahnya.

Entah sudah berapa kali sang ayah ingin dia menikah. Namun, tentu menikah tidak semudah yang diucapkan.

"Ayah sudah bilang, nikahlah dengan anak sahabat, Ayah!"

"Nggak, aku nggak mau. Aku mau nikah sama perempuan yang aku cintai."

"Siapa? Siapa perempuan yang kamu cintai?"

Pertanyaan tiba-tiba yang terlontar dari mulut Tommy membuat Kenan terdiam sesaat. Dia tidak mungkin menyebutkan nama Mima padahal perempuan itu tidak mengenalnya.

"Ayah nggak perlu tau dia siapa, pokoknya aku akan menikah dengannya."

Kenan keluar dari ruangan ayahnya dengan amarah yang menguasai dirinya. Entah kenapa dia menjadi sangat sensitif ketika berbicara tentang pernikahan.

Sesampai di mobil, Kenan meninju keras setir mobilnya sehingga membuat buku-buku tangannya memerah. Walau tidak mempengaruhi keadaan. Namun, apa yang dia lakukan saat ini setidaknya bisa menenangkan perasaannya.

Hari-hari setelahnya, Mima menjadi jarang mendatangi cafe milik Kenan dan hal itu membuat Kenan sedikit bingung. Dia ingin mencari tau alasan Mima tidak datang ke cafenya, tapi berkali-kali dia mencoba menenangkan dirinya sendiri agar tidak bertingkah gegabah.

Terhitung lima hari Mima tidak datang ke cafe tersebut dan Kenan masih terus menunggunya. Namun, tiba-tiba tepat pukul sembilan malam. Mima datang ke cafenya dengan wajah yang terlihat begitu kelelahan.

"Smoothies strawberrynya ya satu," ucap Mima pada kasir yang tengah berjaga.

Setelah membayar, Mima bergegas mencari tempat duduk. Namun sayang, tempat duduk yang biasa dia gunakan sedang ditempati oleh orang lain sehingga akhirnya dia duduk di tempat lain.

Sembari menatap jauh keluar, Mima setia menunggu pesanannya datang dan saat smoothiesnya datang dia cukup terkejut karena yang mengantar smoothiesnya adalah seorang pria, yaitu Kenan.

"Smoothiesnya, Mbak," ucap Kenan dengan ramah. Namun, Mima malah terlihat begitu ketakutan. Kenan yang melihat hal itu langsung kebingungan.

"Mbak nggak pa-pa?" tanya Kenan sembari mencoba untuk memegang lengan Mima. Belum sempat tangannya mendarat di lengan perempuan itu, Mima segera menghilaunya dan membuat smoothies yang dia bawa jatuh ke lantai.

Mima tentu merasa bersalah dan langsung mencoba untuk membantu. "Nggak usah, Mbak. Biar saya yang urus," ucap Kenan menahan tangan Mima yang tengah mencoba mengambil serpihan kaca gelas smoothies yang pecah.

Mima kembali duduk dan memperhatikan Kenan yang tengah sibuk membersihkan kekacauan yang diperbuatnya. "Maaf," cicit Mima dengan pelan.

Sayangnya, Kenan tidak mendengar ucapan Mima dan bergegas pergi ke dapur untuk mengambil pel lantai. Setelah kembali, Kenan langsung membersihkan sisa smoothies yang tumpah dan Mima memegang lengan pria itu.

Dengan mata yang memerah, Mima menengadah untuk menatap wajah Kenan. "Maaf," ucap Mima lagi dan Kenan tersenyum kecil ke arahnya.

"Nggak pa-pa kok, bukan salah kamu," ucap Kenan menenangkan. "Biar saya buatin yang baru ya."

Kenan bergegas kembali ke dapur untuk membuatkan Mima smoothies yang baru. Mima yang ditinggal begitu saja malah menangis sesenggukan karena merasa bersalah akan tindakannya.

Tidak sampai 10 menit, smoothies pesanan Mima selesai dibuat. Dengan perasaan gembira, Kenan membawa smoothies tersebut ke hadapan Mima. Namun sesampai di meja perempuan itu, dia sangat terkejut karena Mima tengah menangis sembari menundukkan kepalanya.

Kenan menaruh smoothies tersebut ke atas meja dan berlutut di sisi Mima. Dari bawah, Kenan menatap Mima yang masih menangis. "Kamu kenapa?" tanya Kenan dengan hati-hati.

Mima tidak menjawab, lebih tepatnya tidak bisa menjawab karena terus-terusan menangis. Hal itu membuat Kenan ikut merasa bersalah dan perlahan mengusap tangan Mima dengan lembut. "Nggak pa-pa kok, bukan salah kamu."

Cukup lama, Mima menangisi kebodohannya bahkan hingga jam tutup cafe tersebut datang.

Kini Kenan tak lagi berlutut di sisi Mima. Melainkan pria itu sudah duduk di hadapan perempuan cantik berambut pendek tersebut.

Kenan terus memperhatikan wajah Mima yang kini sudah mulai berhenti menangis. Dengan senyum kecil di wajahnya, Kenan perlahan mengusap pipi Mima sehingga membuat sisa air mata perempuan itu menghilang.

"Udah enakan?" tanya Kenan yang langsung membuat Mima mengangguk pelan.

Kenan menyodorkan segelas smoothies yang dia buat sebelumnya. "Nih, minum dulu."

Dengan cepat Mima meminum smoothies yang dia abaikan beberapa menit yang lalu. Rasa smoothies itu masih sama, enak dan benar-benar menenangkan.

Keduanya kemudian terdiam tanpa peduli bahwa kini mereka tengah menjadi tontonan pelayan cafe. Untungnya sudah tidak ada pelanggan lagi yang datang dan cafe tersebut benar-benar terlihat seperti milik mereka berdua.

Izza yang memang memiliki sifat jahil kemudian berjalan mendekat ke meja Mima dan Kenan. Perempuan itu kemudian menyenggol tubuh bosnya dengan pelan. "Udah waktunya pulang nih, bos," sindir perempuan itu yang membuat Kenan menatap tajam ke arahnya.

Mima yang sebelumnya sibuk minum kemudian menatap sekeliling cafe tersebut yang ternyata sudah sangat sepi. "Sudah tutup ya?" tanya Mima dengan polosnya.

"Iya, Mbak. Baru aja," jawab Izza sembari tersenyum ke arah Mima.

Mima yang paham dengan situasi saat ini kemudian bangun dari duduknya. "Maaf sudah buat masalah di cafe ini," ucap Mima dengan pelan dan Kenan ikut berdiri mengikuti perempuan itu.

"Nggak pa-pa kok, santai aja," jawab Kenan sembari menatap Mima yang masih setia menundukkan kepala.

"Mbak mau pulang?" tanya Izza yang membuat wajah Mima terangkat.

"Iya, makasih ya atas pelayanannya," ucap Mima pelan sembari melangkahkan kaki ke arah pintu cafe.

"Mau saya anterin nggak?"

Tawaran tiba-tiba yang keluar dari mulut Kenan berhasil membuat langkah kaki Mima terhenti. Matanya kemudian menatap ke arah Kenan yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

"Kalau nggak mau, nggak pa-pa kok, saya nggak maksa," ucap Kenan lagi yang malah membuat Mima merasa bersalah.

Mata keduanya kembali beradu dan entah kenapa perasaannya menjadi campur aduk. Dia bingung harus menjawab apa.

Di tengah kebimbangannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi dan Mima merogoh tasnya untuk mengambil ponsel yang tengah berdering tersebut.

Setelah menemukannya, Mima langsung mengangkat panggilan itu yang berasal dari Aska.

"Halo, Kak," sapa Mima setelah mengangkat panggilan itu.

"Dimana?" tanya Aska dengan suara yang cukup menyeramkan.

Mima tidak langsung menjawab dan malah menatap ke arah Kenan. Dengan menggunakan telapak tangan, Mima menutupi speaker ponselnya agar suara yang keluar dari mulutnya tidak terdengar oleh Aska.

"Maaf, Mas. Saya sudah dijemput."

Dengan langkah panjangnya, Mima keluar dari cafe tersebut dan kembali berbincang dengan Aska. Pria itu memarahi Mima karena belum pulang ke kosnya dan Aska meminta Mima untuk menunggunya.

Tak lama kemudian, Aska datang untuk menjemputnya dan dari dalam cafe Kenan melihat itu semua. Ada rasa cemburu di benaknya setelah melihat kemesraan Mima dan Aska padahal pria itu belum tau hubungan keduanya apa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro