Bab 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keadaan Ayah Kenan tidak berangsur baik selama beberapa hari setelahnya. Mau tak mau pria yang nyaris berumur 30 tahun itu harus menjaga sang Ayah lebih ketat lagi.

Sayangnya, kesibukan itu membuat Kenan lupa dengan janjinya pergi bersama Mima di akhir pekan.

Mima cukup bingung karena Kenan tidak pernah datang ke cafe dan dia juga tidak bisa dihubungi. Mima menjadi sangat khawatir pada pria yang dekat dengannya itu.

Dia kemana ya? tanya Mima di dalam hati sembari memperhatikan langit-langit kamarnya.

Jujur, kini Mima tidak memiliki apapun untuk dikerjakan dan memutuskan untuk berdiam diri saja di kamarnya. Dia juga malas untuk pergi ke luar apalagi cuaca sekarang sedang buruk.

Hujan sedari pagi turun tanpa henti dan membuat udara menjadi sangat dingin.

Mima perlahan meraba kasurnya untuk menemukan ponsel yang sebelumnya dia letakkan tak jauh darinya dan setelah menemukannya Mima segera membuka salah satu sosial medianya.

Perlahan senyumnya merekah setelah melihat postingan dari Raura beberapa menit yang lalu. Di foto tersebut, Raura terlihat tengah tersenyum sembari mengaitkan tangannya ke tangan Aska.

Perempuan itu akhirnya bisa mendekati kakak sepupu yang sangat dingin tersebut sehingga Mima tidak diganggu lagi. Hubungan mereka pun sudah lebih baik sekarang. Ya walaupun belum ada status yang jelas, setidaknya Aska sudah mau pergi dan dekat dengan Raura.

Tanpa terasa, malam pun tiba. Mima yang tengah sibuk makan malam kemudian dikejutkan dengan sebuah panggilan masuk dari Kenan padahal nomor pria itu tidak bisa dia hubungi dalam beberapa hari ini.

"Halo, Mas," sapa Mima dengan pelan sembari menggigit bibir bawahnya. Dia cukup takut mendapat berita buruk dari pria tersebut.

"Halo, Mim. Maaf ya saya baru bisa hubungin kamu sekarang," jawab Kenan yang berhasil membuat Mima bernafas lega.

"Iya, nggak pa-pa kok, Mas. Tapi ... Mas nggak pa-pa, kan?"

Pertanyaan Mima yang tiba-tiba itu berhasil membuat Kenan merasa bingung. Dia yang tengah berada di ruang rawat ayahnya kemudian keluar agar dapat berbicara lebih jelas pada perempuan yang tengah dia dekat itu.

"Emangnya saya kenapa?" tanya balik Kenan dengan dahi mengkerut.

"Hmm, saya kira Mas lagi ada masalah. Jadinya saya nggak bisa hubungin Mas dalam beberapa hari ini," cicit Mima yang berhasil membuat Kenan tersenyum kecil.

"Kamu khawatir?"

"Iya."

"Saya nggak pa-pa kok, tapi ... Ayah saya enggak," lirih Kenan dengan pelan.

"Ayahnya Mas kenapa?"

"Beliau lagi sakit dan sampai sekarang masih belum sadar."

"Saya turut berduka cita ya, Mas. Semoga beliau cepat sadar dan sembuh."

"Iya, Amin. Makasih ya."

Keduanya kemudian asyik berbincang setelah sekian lama tak bertemu. Perasaan Kenan pun membaik setelah berbincang dengan perempuan yang dia sukai tersebut.

Di Akhir pembicaraan, Mima meminta izin untuk menjenguk Ayah Kenan dan pria itu mengizinkannya.

"Kalau kamu mau ke sini, kabarin saya aja ya," ucap Kenan sembari kembali masuk ke dalam ruang rawat ayahnya.

"Iya, Mas. Nanti saya hubungin."

"Ya udah, kalau gitu. Selamat malam, semoga mimpi indah."

"Iya, Mas. Kamu juga ya."

Panggilan selama satu jam itu kemudian Kenan matikan setelah mendengar suara terakhir Mima. Dia tidak menyangka bahwa perempuan itu sangat khawatir padanya. Memang salahnya karena tidak memberitahu sejak awal tentang keadaan ayahnya. Namun setelah berbincang tadi, ada perasaan lega di benaknya.

Tak lama setelahnya, pintu ruang rawat Ayah Kenan terbuka dan masuklah Kenzo dengan beberapa kantung plastik di tangannya. Pria itu menatap Kenan dengan tatapan penuh curiga karena kakaknya tengah berdiri tak jauh dari pintu masuk.

"Ngapain berdiri, Bang?" tanya Kenzo sembari menaruh kantung plastik yang dia bawa ke atas meja di depan sofa.

"Nggak papa, pengen aja," jawab Kenan singkat sembari ikut duduk di sofa karena Kenzo sudah terlebih dulu duduk di sana.

"Keadaan Ayah masih belum ada peningkatan ya?" tanya Kenzo yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Kenan. "Terus, kita harus ngapain?"

Kenan menoleh ke arah adiknya yang tengah menatap lurus ke arah kasur rawat sang Ayah. "Cuman satu hal yang bisa kita lakuin."

Mendengar ucapan Kenan yang tiba-tiba itu kemudian Kenzo ikut menatap ke arah sang kakak dan keduanya saling bertatapan. "Apa? Apa yang bisa kita lakuin?"

"Berdoa."

"Kalau itu, aku selalu lakuin, Bang."

Kenan mengangguk pelan setelah mendengar balasan dari adiknya, pria itu kemudian menyadarkan tubuhnya ke sofa dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Hmm, gimana keadaan Erin?" tanya Kenan tiba-tiba dan membuat Kenzo terkejut.

Pria itu mengulum bibirnya karena gugup setelah mendengar pertanyaan dari kakaknya. Kenzo tidak langsung menjawab dan Kenan kembali menoleh ke arahnya.

"Dia nggak pa-pa, kan?" tanya Kenan lagi yang langsung membuat Kenzo menganggukkan kepala.

"Dia nggak pa-pa kok, Bang," jawab Kenzo singkat.

"Kandungannya gimana?"

Pertanyaan ini kembali membuat Kenzo terdiam. Ada rasa bersalah di benaknya pada kakaknya itu. "Baik kok. Hmm ... Aku minta maaf ya, Bang. Karena aku, abang dipaksa secepatnya nikah."

Salah satu di salah satu pipinya dan tangannya kemudian menepuk paha sang adik dengan pelan. "Nggak pa-pa, lagi pula aku juga harus cepet nikah, kan. Umurku sudah nggak muda lagi."

"Abang udah dapet calon?" tanya Kenzo tiba-tiba karena selama ini dia belum pernah melihat kakaknya dekat dengan perempuan.

Kenan menyeringai sebelum menjawab pertanyaan sang adik. Perlahan dia mengatur nafasnya yang entah karena apa. "Udah, tapi ... ."

Kenan sengaja menggantung ucapannya karena jujur dia ragu untuk menjelaskan tentang Mima. Hubungannya dengan Mima pun belum resmi dan Kenan belum tau pasti tentang perasaan perempuan itu.

"Tapi, kenapa, Bang?"

Lagi-lagi Kenan tersenyum ke arah adiknya dan merangkul pria yang empat tahun lebih muda darinya itu. "Nggak usah khawatir, pokoknya aku usahain bisa nikah sebelum kamu ya."

Kenzo mengangguk pelan karena yakin dengan ucapan kakaknya. Selama ini, kakaknya adalah orang satu-satunya yang dapat dia percaya omongannya dan menurutnya kakaknya selalu tau apa yang terbaik untuk segalanya.

Kenzo sebelumnya tidak mau pulang ke rumah dan memaksa untuk menginap di ruang rawat sang ayah. Namun, Kenan memaksa adiknya itu untuk pulang dan menjaga sang ibu yang ternyata juga sedang sakit di rumah.

"Pulang gih, kasian Ibu di rumah sendirian," ucap Kenan sembari memukul pelan pundak sang adik.

"Ibu ada yang jagain kok di rumah."

"Ayah juga sudah aku jagain di sini," jawab Kenan tak mau mengalah. Dia tidak mau merepotkan sang adik apalagi sekarang dia akan menjadi seorang ayah.

"Tapi, Bang ... ."

"Nggak ada tapi-tapian."

Kenan mendorong Kenzo keluar dari ruangan ayahnya dan adiknya itu akhirnya mau mengalah. Kenzo pulang ke rumah karena dia juga baru ingat bahwa calon istrinya tengah menginap di rumah dan mau tak mau dia harus menjaga perempuan itu.

Di tinggal oleh Kenzo membuat Kenan merasa sedikit kesepian. Perlahan langkahnya membawa dia ke kasur sang Ayah.

Matanya menatap ke arah sang Ayah yang masih belum sadar. "Yah, ayo cepat sadar."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro