09 | Si Tidak Logis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saat sendiri, kau mengenal duniamu. Saat jatuh hati, kau mulai membagi duniamu, saat itu kau akan tahu betapa banyak cara dunia mempermainkan pandanganmu."


Bibi Cha menambahkan sepotong lauk ikan ke atas piring Sangeum, sambil memberi peringatan kalau harus pelan-pelan menyuap nasinya jika tidak mau kena sebu.

"Puluhan jam aku tidak makan, hebat sekali." Bukan cuma makannya yang cepat-cepat, Sangeum juga sambil bicara. Kembung baru tahu rasa. "Ini rekor tidak makan terlama buatku, hehehe."

"Ya iya, Agassi tidur terus. Nyonya hampir mau bawa Agassi ke rumah sakit, tapi kata Tuan Muda, Agassi tidak akan kenapa-kenapa, cuma demam psikogenik, bisa sembuh secara mandiri."

Sangeum manggut-manggut, mulut penuh sama satu suapan yang baru masuk. "Memang Soo Hyun dokter apa ya, kok bisa-bisanya diagnosis 'demam psikogenik'?"

"Agassi." Mata Bibi Cha menyiratkan teguran kepada si anak majikan yang masih duduk santai di kursi meja makan. "Tidak sopan menyebut Tuan Muda begitu, beliau lahir lebih dulu, Agassi mesti menghormati."

"Tidak ada orangnya, berarti tidak apa-apa." Sangeum bisa-bisanya terkikik di tengah kunyahan. Sepertinya malaikat murah hati sedang bersama Sangeum, makanya gadis itu masih baik-baik saja sampai sekarang; tidak tersedak.

Bibi Cha yang tahu Sangeum termasuk kaum pendebat, tidak mau berkomentar terlalu jauh. "Tapi akhirnya memang benar, Agassi bisa sehat lagi sekarang setelah tidur panjang. Mungkin itu cara Agassi menghilangkan beban pikiran. Apalagi ditemani sama Eunkwang Doryeonim, pasti menambah stimulasi positif."

"Eunkwang... oppa?" Gerak mulut Sangeum melambat, kemudian menelan habis sisa makanan di dalam mulut. "Memang Eunkwang oppa kemarin... ke sini?"

"Iya. Dia yang temani dan rawat Agassi semalaman, pagi-pagi tadi baru pulang."

Wow! Sangeum segera berdiri, kursi meja makan sampai mundur beberapa senti sebab gerakan tubuh Sangeum yang mendadak.

"Aku mau mandi dulu!"

Bibi Cha sampai tidak sempat mengeluarkan apa pun dari mulutnya kala Sangeum sudah pergi secara kilat, meninggalkan piring yang masih ada sisa. Ada-ada saja kelakuan Sangeum, kadang dewasa, kadang manja, atau bisa jadi perempuan pendiam, tapi sekalinya bicara pasti susah berhenti. Paradoks pula sifatnya.

Bintang Perak
Send a picture

Lengkung bulan sabit timbul dari bibir Sangeum, padahal handuk sudah menunggu di bahu. Sebelum turun untuk melaksanakan niatnya mandi, Sangeum menyempatkan diri cek ponsel. Foto gantungan bintang dan caption di dalam chat itu yang menjadi alasan Sangeum tersenyum.

Buru-buru, Sangeum mencharger ponsel, dan segera mandi.

Ia tidak sabar menemui pujaan hati!

✳✳✳

Wajar kalau Sangeum sampai di salon SeO hari sudah petang; bangun dari tidur panjangnya saja pukul setengah tiga, dan semakin wajar kalau sekarang wajah ceria Sangeum hirap, semangat yang tadi dibawa dari rumah lenyap sesaat berada tepat di depan bangunan SeO, lantas mendengar apa yang seharusnya tidak ia tahu.

"Terima kasih ya, sudah membantuku menjadi kekasih pura-pura di hadapan mereka. Kapan-kapan... boleh meminta bantuanmu lagi, 'kan?" Nam Nauna, ia perempuan berambut pendek yang cukup mendapat angka dua di kategori cantik. Alisnya tipis, bibir tebal hanya di belahan bawah, hidung bengkung, dan ciri khasnya adalah dagu yang terbelah indah.

Namun, secantik apa pun Nauna, Eunkwang tidak pernah menganggapnya orang paling akrab yang bisa disematkan sebagai teman. Nauna hanya pelanggan, dan Eunkwang kebetulan membantu. Maka Eunkwang mengangguk untuk tanggapan paling baik dari kalimat Nauna.

Membantu orang tidak akan menimbulkan masalah, justru membiarkan seseorang yang kesusahan adalah musibah. Sangeum tidak tahu hal itu, tidak paham jalan pikir Eunkwang. Hatinya mendongkol, sebelah tangan yang sudah memegang gagang pintu kaca terlepas.

"Jalang." Satu kata itu terlontar lugas dari mulut Sangeum bersamaan Nauna yang baru keluar dari SeO.

Merasa gadis itu bicara dengannya, Nauna menoleh samping tepat arah Sangeum berada, tapi ia merasa tidak mengenal Sangeum, jadi hanya membiarkan si gadis yang baru saja melontarkan kata semacam hinaan masuk ke dalam.

Rahangnya mengetat, Kim Sangeum benar-benar marah. Ingatan tentang malam minggu yang lagi-lagi tanpa kehadiran Eunkwang menambah bara kemarahan.

"Eum!" Mata Eunkwang berbinar cerah saat mendapati sang kekasih memasuki SeO, menghampirinya di dekat meja khusus menerima tamu yang baru saja diterapkan. Eunkwang tidak tahu kalau ada dua tanduk tajam yang menghias di sisi kanan dan kiri kepala Sangeum. "Kau sudah...."

"Putus. Aku mau putus."

Hilang.

Kalimat Eunkwang yang hendak bertanya tentang keadaan Sangeum sudah sehat total atau belum, entah ke mana perginya. Mendadak Eunkwang lupa saat-saat Sangeum sakit, Eunkwang lupa atas cemas yang kemarin tak terbendung. Sementara rasa terima kasih yang banyak memenuhi hati Sangeum juga telah tiada, perempuan itu telanjur dikuasai emosi.

Usai terpaku sejenak, Eunkwang sedikit menoleh arah belakang; masih ada pelanggan bersama para pekerja yang sibuk. Beruntung belum ada tambahan resepsionis di SeO. Eunkwang segera menarik halus pergelangan tangan Sangeum menuju ruangannya, melewati suara-suara tipis pelanggan, bunyi dentingan aplikasi Line, juga obrolan ringan mereka.

Ditutup pintu cokelat itu, dan argumentasi dimulai. Tidak ada kalimat yang baik dari Sangeum, penyampaiannya cenderung terburu-buru dan menghakimi.

Eunkwang terlalu berlebihan berperilaku di hadapan pelanggan.

Tidak seharusnya Eunkwang terlalu baik, mengumbar senyum, dan sembarang memuji orang sehingga harus jadi pacar pura-pura.

Seo Eunkwang-terlalu-berlebihan. Satu inti yang banyak dia dapat sebagai penyerangan dari Sangeum, lalu menarik kesimpulan pekerjannya adalah kesalahan. Padahal, Eunkwang tidak pernah menganggap apa yang dilakukan melampaui batas.

Bagai air laut yang dapat memecah karang, Eunkwang merasa kesakitan berkali-kali lipat. Kecewa, bingung, juga merasa bersalah telah ikut berdebat dan bukannya menjadi pereda konfrontasi yang tercipta. Hanya bagaimanapun, Eunkwang belum terima atas kata-kata Sangeum soal dirinya berlebihan bersikap. Tidak ada salah dengan kebaikan yang diperbuat, Eunkwang tidak merasa menyesal atas itu.

Iya, Eunkwang memang membantu Nauna, lantas mengapa? Eunkwang mengakui kalau menjadi pacar pura-pura Nauna untuk beberapa jam di malam itu. Apa yang salah? Terpenting Eunkwang tidak mengkhianati Kim Sangeum, bukan?

✳✳✳

@eumisang memposting foto
3 hari lalu

Bintang tidak bersinar malam ini, sama seperti hari lalu. Tidak seperti di dalam drama yang sering kutonton.

"Gila." Di dalam kamar, Jimin baru membuka Instragam, lantas menemukan postingan paling atas dari akun si ratu rumit; maklum, Jimin hanya mengikuti akun Sangeum dan dua orang yang pernah menjadi teman sefakultas. Jadi tidak heran postingan yang sering ada di paling atas cuma Sangeum. Kalau tidak, iklan promosi ponsel terbaru yang bikin tergiur, harganya setara permen karet Jimin, tapi bohong. Karena pas dikirim ke alamat rumah cuma brosurnya saja.

Foto yang Sangeum posting gelap, tapi ada sedikit penerangan dari arah sisi sehingga masih terlihat tiang lampu yang menempel di jembatan. Menekan ikon komentar, Jimin mulai menambahkan komentar dalam kolom. Tidak ada yang berkomentar selain Jimin.

@jimparkmin

Kurasa kau tidak lulus sekolah dasar.
Manusia bukan hanya menyebabkan polusi udara, tapi juga polusi cahaya. Sana pergi ke pulau tidak berpenghuni, atau masa Devonian yang masih banyak pohon-pohon!

Netizen usil bagi Sangeum adalah Jimin. Pengkritik Sangeum cuma Park Jimin, dan jangan lupakan gaya bahasanya yang menggurui begitu.

Mendapatkan notifikasi, Sangeum membuka Instagram kala user Jimin tertera sebagai pengomentar pertama. Komentar, tapi seperti kebiasaannya, tidak memberi hati.

Dengan mata sembap, Sangeum membaca komentar Jimin secara emosional. Sesuatu yang sepele, menjadi besar kalau Sangeum sedang dalam suasana hati berkabut.

@eumisang

Iya, aku memang ada di kelas enam dua tahun, puas? Daripada menjadi penolong kejiwaan orang, sebaiknya kau jadi pengajar.

@jimparkmin

Habisnya kau tidak logis, sih.
Bisa-bisa kau ditertawakan orang tahuuu....

Jimin langsung membalas, kebetulan ia belum mengakhiri sesi berselancar di media sosial. Mana tahu laki-laki itu kalau Sangeum sedang patah, dan penggunaan tiap katanya membuat satu efek pedih luar biasa bagi Kim Sangeum. Ini sebabnya seseorang tidak boleh sembarang mengetik, bukan cuma jangan sembarang bicara. Barangkali, apa yang kita anggap wajar, itu yang menciptakan satu lagi sobekan luka di hati orang lain.

"Kau benar-benar tidak logis, Sangeum. Pertengkaran kita ini karena kau yang mengundangnya. Masalah kecil tidak akan membuat hubungan merenggang jika tidak ada minyak penyulutnya. Kau yang menyulut."

Kembali, kalimat Eunkwang mencuat jelas dalam ingatan. Bus berhenti tepat di depan Sangeum, gadis itu mematikan sambungan data sambil beranjak dari duduk di besi keras halte, keluar aplikasi Instagram, mengabaikan komentar Jimin, mematikan ponsel sekaligus. Toh, sebentar lagi juga baterainya habis, ia tidak mencharger sampai penuh, sehabis mandi langsung membawa ponselnya pergi.

Dalam bus, Sangeum memilih duduk di kursi paling belakang dan pojok dekat jendela. Kalau dipikir-pikir, dari segi mana pun, Sangeum memang terbentuk oleh imajinasi sejak kecil, tidak pernah menggunakan penalaran logika yang lebih jika ia tidak menginginkan. Saat mengambil suatu keputusan, itu sesuai apa yang dirasa, atau cocok dengan prinsipnya. Terkadang juga spontan dan tidak berpikir matang-matang.

Terus terang, Sangeum cenderung tidak suka berpikir, tapi bukan berarti ia tidak memikirkan banyak hal. Kadar berpikirnya tidak mau berat-berat, lebih suka mengedepankan apa yang ada dalam bayangannya sebelum membandingkan di dunia nyata.

Sejak memulai pendidikan, Sangeum tidak suka matematika, tidak pandai berhitung sampai seratus, apalagi menghafal nama sekelompok hewan. Terkesan bodoh, tapi Sangeum memang begini. Ingin membenci diri, sayangnya Sangeum bahkan tidak sanggup. Ia selalu menyukai dirinya kala menyusun kata-kata, atau membuat sesuatu tentang komunikasi melalui seni bahasa.

"Aku memang bodoh." Maka, Sangeum hanya bisa sebatas mengutuk diri. Jika orang-orang tidak dapat menerima Sangeum, bukan berarti Sangeum juga harus tidak menerima diri. Seolah-olah, diri Sangeum terdesain untuk ia sendiri, dan orang di luar diri tidak akan pernah memahami.

Berbeda dengan Seo Eunkwang. Laki-laki itu selalu mengemban harapan kedua orang tuanya sejak kecil. Harapan mereka bahwa Eunkwang bisa menjadi sosok laki-laki baik, dan selalu dapat diandalkan. Tidak masalah jika Eunkwang tidak pandai dalam pelajaran, terpenting adalah menjadi orang baik yang bermoral. Karena orang paling pandai, jika tidak ada moral akan dengan mudah melukai atau membunuh orang lainnya.

Jalan pikir Eunkwang selalu masuk akal, walau perasaan diri sendiri yang timbul juga Eunkwang tanggapi sebagai pertimbangan keputusan. Seo Eunkwang penuh kedamaian, tidak tergesa-gesa. Dia sudah berhasil memenuhi harapan kedua orang tua, dan terus begitu. Eunkwang selalu hidup di masa sekarang, tidak pernah ketinggalan pembaruan informasi, terutama di bidang tata rias. Dia selalu menikmati momen-momen yang ada di waktu ini dengan penuh syukur. Demikian, terkadang Sangeum selalu tertinggal langkah Eunkwang, atau sebaliknya.

Jika Kim Sangeum sedang membahas bagaimana masa depan, Eunkwang tertinggal. Jika Sangeum bernostalgia saat-saat mereka kuliah dulu, dari yang paling terkonyol atau serius, Eunkwang lebih suka membahas bagaimana perkembangan hubungan mereka sekarang ini. Jika Sangeum lebih suka melihat gambaran besar, Eunkwang dapat menemukan detail kecil yang luput dari mata kebanyakan orang. Seandainya mereka bisa mengimbangi dari segi pikiran dan rasa, lebih menerima sekaligus memahami satu sama lain, seharusnya pertengkaran sore tadi tidak pernah ada.

Namun, seperti hukum dunia kebanyakan; hidup tidak akan pernah lepas dari masalah, sebahagia, sekaya, atau sesukses apa pun dirimu.

.
.
.

Bersambung....

Bogor, 17 Maret 2021
Kimmie_Tan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro