14 | Asamnya Rasa Cemburu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mengapa cinta segitiga itu menyakitkan? Karena dinamakan segitiga, semua sisi begitu tajam."


Kim Sangeum percaya, ketika seseorang jatuh cinta dan baru punya kekasih, maka orang itu akan terlihat lebih bersinar. Matahari saja kalah karena memang tidak punya tekanan darah.

Baik, Kim Sangeum bercanda.

Menurut Richard Fried, MD, seorang ahli psikodermatologi dari Yardley, Pennsylvania, kulit orang yang tengah jatuh cinta akan terlihat cerah dari sebelumnya lantaran sirkulasi darah lebih lancar, sehingga kulit mendapatkan asupan oksigen serta nutrisi secara cepat sekaligus banyak. Terlebih, ketika jatuh cinta tubuh akan memproduksi dopamin dan oksitosin, dua hormon bahagia yang membuat perasaan tenang dan berbunga-bunga.

Sangeum membaca itu semua dari buku terkait cara kerja tubuh manusia. Memang benar, ia mengalami tubuhnya ringan dibawa melangkah. Demikian, Sangeum dengan penuh percaya diri memasuki lingkungan kampus, pandangan mata seluruh makhluk bernapas bisa terasa mengarah kepada Sangeum.

Ya, begitulah perasaan jatuh cinta!

Walau tidak menggembar-gemborkan bahwa Sangeum sudah punya pacar, tapi tubuh bisa angkuh mengatakan sendiri melalui kulit yang sedang bagus-bagusnya.

"Jadi intinya, aku sedang cantik pakai banget," kata Sangeum pelan, mengetahui bahwa penghuni kampus menjadikannya pusat perhatian. Tentu saja, mereka pasti iri sama kecerahan Sangeum yang menyilaukan pagi ini.

"Heh."

Langkah Sangeum terhenti di lorong kampus, ada tangan yang menahan tubuhnya dari belakang. Punggung terasa hangat, tapi kupingnya panas kala deru napas membelai cepat-cepat, seperti orang habis lari tanpa jeda.

Pinggang sampai ke perut terasa kencang kemudian. Lengan mantel hijau tua terikat di area sana, lantas badan Sangeum bergerak sebab orang yang baru saja membuat letupan mercon dalam dada menariknya guna menghadap.

"Kau tembus."

"Apa?" Sangeum yang belum menguasai situasi, mencoba bernapas normal lebih dulu. Asal tahu saja, detik dari Sangeum menghentikan langkah mendadak, ia lupa meluangkan waktu bernapas.

Park Jimin berdecap, melotot pada mahasiswa atau mahasiswi yang curi-curi pandang arah mereka. Kembali menatap Sangeum, gadis itu terlihat lebih... dua kali lipat... berbeda. Semakin manis. Iya, iya, Jimin mengakui dalam hati.

Apalagi, ia pakai kemeja kerah berwarna putih yang dimasukan ke dalam celana, tapi sialnya celana panjang Sangeum juga berwarna serupa! Hanya ikat pinggang kecil kepang serta tas pundaknya yang berlainan warna; hitam.

"Ceroboh," desis Jimin, kemudian menarik pergelangan tangan Sangeum mengarah toilet. Bagaimana bisa gadis ini tidak sadar?

Tanpa Sangeum tahu, ada pasang mata yang menatap kepergian dirinya dan Jimin: Seo Eunkwang.

Saat gadis itu melewati halaman kampus, Eunkwang sudah menilik sesuatu yang tidak beres termasuk tatapan para mahasiswa. Setelah tahu penyebabnya, Eunkwang baru akan menghampiri Sangeum sekaligus melindungi kekasihnya, tapi dia terlambat, kalah cepat.

"Mengapa rasanya panas," gumam Eunkwang. Itu bukan pertanyaan untuk diri sendiri, melainkan keluhan. Dalam dada seolah-olah terbakar, lidah menjadi asam.

Seo Eunkwang cemburu.

Melihat kedekatan Sangeum bersama Jimin kendati sudah tahu mereka memang seperti anak kembar yang sulit berpisah, tapi entah mengapa usai mengatakan seluruh perasaannya kemarin Eunkwang jadi tidak rela Sangeum terlalu dekat dengan lawan jenis.

Eunkwang hanya takut. Apakah memang begini? Ketika kita telah mengatakan rasa yang sebenarnya, ada ketakutan kalau bisa saja orang itu berpaling, atau mungkin kita akan dikalahkan oleh perasaan sendiri sewaktu-waktu.

Mungkin wajar. Eunkwang ingin menganggap demikian, dia juga tidak mau kalau kecemburuannya bakal mengekang Sangeum apalagi membatasi gadis itu bergaul.

Namun... Jimin terlihat sigap, sepertinya ia selalu ada dalam keadaan sulit atau memalukan Kim Sangeum. Eunkwang juga ingin cepat tanggap untuk seluruh hal mengenai gadisnya.

✳✳✳

Sangeum keluar dari toilet perempuan. Niat ingin berterima kasih kepada Jimin yang sudah membelikannya pembalut, tapi batal sebab Jimin sudah lebih dulu mengoceh.

"Memangnya kau tidak sadar? Sejak kau masuk halaman kampus, semua orang sudah memerhatikanmu tahu."

"Aku tidak gila, Jim. Kalau aku sadar tidak mungkin masih berjalan di tempat umum." Sangeum memegang erat gumpalan ikat mantel Jimin yang melingkar di pinggang. Sangeum tidak memiliki celana ganti. Walau sudah menggunakan pembalut, tetap saja celana bagian belakang Sangeum mesti ditutupi sebab noda merah.

"Anggap begitu, lalu mengapa dengan beraninya kau menggunakan busana putih-putih begini? Memang sebelumnya tidak ada tanda kedatangan tamu? Biasanya kau mengeluh sakit, atau jika parah kau sampai tidak kuliah."

Sangeum membenarkan dalam hati, kemudian tersenyum lebar. Amat lebar membuat Jimin tertegun alih-alih mengira anak itu terganggu kewarasannya.

"Kurasa karena aku jatuh cinta." Lantas Sangeum menyampaikan kepada Jimin bahwa dirinya dan Eunkwang sudah resmi merajut hubungan sebagai sepasang kekasih terhitung dari kemarin.

"Endorfin mengalami peningkatan produksi pasti, pereda rasa sakit alami itu lho, sama seperti hormon bahagia. Nah, makanya aku tidak merasa nyeri perut saat datang bulan seperti biasa, bahkan aku tidak sadar kalau sudah kedatangan. Hehehehe...." Sangeum mengikik geli, memang terlihat bahagia.

"Kau benar-benar jatuh cinta." Terdapat rona kecewa dari Jimin. Bukan karena tahu bahwa sekarang sahabat perempuannya ini punya kekasih, tapi karena lagi-lagi Jimin merasa gagal perihal menggenggam. Toh, Jimin sudah menebak alurnya ketika mendengar Eunkwang mengatakan cinta kepada Sangeum secara lantang kemarin.

Kemarin, ya? Kemarin. Astaga, Jimin jadi alergi sama kata 'kemarin'.

Lantas alergi Jimin memburuk saat Sangeum menyinggung kata itu lagi.

"Saat kita chating kemarin aku mau memberitahumu, menceritakan bagaimana Eunkwang oppa...." Seperti kebiasaan, Sangeum mengangkat tangan kanannya ke tepi bibir mengarah Jimin; berbisik-bisik supaya suara tidak terlalu kedengaran seseorang kecuali temannya. "Mengatakan cinta kepadaku. Tapi aku malah keburu mabuk. Mabuk cinta."

Kemudian tawa Sangeum terdengar lagi. Lebih keras, maka lebih menusuk bagi Jimin. Jelas, ia tidak terjangkiti rasa yang serupa seperti Sangeum.

Jika hormon pereda sakit Sangeum meningkat, hormon dopamin Jimin menurun drastis.

"Tapi yang aku heran," kata Jimin, sengaja menunda kalimatnya guna Sangeum berhenti tertawa.

Keinginan Jimin terlaksana, gadis itu menghentikan tawa, menanti Jimin melanjutkan kalimat dengan wajah segar.

"Kukira Eunkwang seonbae akan segera lari darimu. Menjauh, saat dalam masa perkenalan. Tahunya Eunkwang seonbae mengungkap cinta, apa yang dilihatnya dari perempuan yang tidak punya tubuh ideal sama sekali sepertimu? Kau cuma punya lemak begitu."

Ibarat bunga yang tersengat mentari, kesegaran Sangeum sirna secara kilat. Bibir melengkung ke atas lenyap tiada jejak.

"Perempuan yang bahkan tidak tinggi semampai, jauh berbeda sama teman-teman Eunkwang seonbae yang molek."

"Jim." Sangeum memperingatkan dari nadanya, sudah mulai mengobarkan amarah. Jimin keterlaluan bagi Sangeum, kata-katanya mengarah pada penindasan verbal.

"Gaya jalanmu juga tidak seanggun teman perempuan Eunkwang seonbae kebanyakan. Aku hanya penasaran, apa yang membuatnya menyukaimu sampai jatuh cinta? Jika kau suka kepadanya ya wajar, Eunkwang seonbae punya muka yang lumayan, perangainya bagus katamu, dia juga dikagumi banyak orang yang mengenalnya. Mengapa memilihmu?"

"Dari sisi mana pun, aku memang tidak seindah teman-teman Eunkwang oppa, tapi setidaknya aku manusia yang merasa terluka saat kau mengatakan itu. Lalu aku bisa apa dengan semua kekuranganku?!" Berteriak, Sangeum tidak peduli lagi oleh keadaan sekitar, tidak peduli pada posisi mereka yang masih di depan pintu toilet.

Jimin tidak terintimidasi, perilakunya begitu tenang seolah-olah kalimat yang terlontar dari mulutnya barusan bukan perkara besar.

Kedua mata Sangeum berkilau sebab air yang tahu-tahu kompak berkumpul, tapi masih bertahan menatap Jimin. Sangeum menunggu, barangkali Jimin akan meminta maaf. Menunggu laki-laki itu tersenyum menyebalkan, barangkali kalimatnya tadi cuma bualan.

"Kau saja yang tidak punya cermin."

Maka saat itu, Sangeum berhenti menunggu, kesabarannya cuma sebatas ini, tidak bisa menambah. Jimin dan kata-katanya sudah tidak dapat ditoleransi.

"Kau pernah bilang kalau aku menyukai seseorang, aku mesti menjadi diri sendiri. Selagi aku menjadi diriku, selagi aku tidak menyusahkan orang, aku di sisi Eunkwang oppa tidak akan menjadi kemustahilan." Seperti biasa, Sangeum akan melontarkan kata panjang lebar jika sedang emosi. "Semua orang yang terlahir selalu membawa dua hal selain tubuh mereka, kekurangan dan kelebihan. Kau juga paham soal itu, tapi mengapa secara tidak langsung kau mengatakan bahwa aku tidak cocok jika bersama Eunkwang oppa?"

"Aku pernah mengatakan kalau kau tidak cocok bersamanya. Dari sudut Eunkwang seonbae yang terlalu baik, sekarang dari sudut dirimu. Seharusnya kau tidak perlu sampai semarah ini." Jimin menanggapi cepat, hanya menyahut poin penting dari kalimat Sangeum.

"Caramu lebih kasar daripada waktu itu." Tahu emosinya memuncak melebihi batas, Sangeum melangkahkan kaki meninggalkan Jimin yang membatu di tempat.

Jika sedang marah, Sangeum bisa saja melakukan hal anarkis, tapi kalau marah bercampur sedih begini, yang ada malah tangis keluar. Sangeum tidak mau menangis di depan Jimin, akan terlihat cengeng sekali. Belum lagi, laki-laki itu pasti merasa hebat menjadi penyebab Sangeum mencucurkan air mata.

Seperti kebiasaan, Jimin selalu berani menuturkan apa pun pendapatnya, tidak jauh berbeda dari Sangeum. Namun, pendapat Jimin yang ini membuat Sangeum terluka. Cara penyampaian Jimin tidak enak terdengar. Seakan-akan Jimin mengatakan Kim Sangeum tidak berharga, tidak pantas dicinta.

"Mengapa Eunkwang seonbae memilihmu, bukan perempuan lain? Mengapa dari... banyak teman perempuannya dia harus melihatmu? Mengapa mesti kau...." Lantas Jimin menertawakan diri sendiri dalam batin usai membiarkan Sangeum menghilang dari penglihatannya.

Kim Sangeum memang tidak punya tubuh ideal, tapi ia tidak pernah ribet soal penampilannya. Berdandan adalah hal tidak wajib bagi Sangeum, ia bahkan tidak merasa harus bersolek tiap mau keluar rumah. Jimin mengakui, kalau Sangeum tidak masuk dalam kategori cantik bak model, hanya saja ia terlihat begitu manis apalagi ketika membagi senyum, hingga Jimin tak pernah bosan memandanginya.

Sangeum mampu mengekspresikan perasaan negatif sekalipun lingkungan menganggap haram sisi itu, mengajarkan Jimin bahwa hidup tidak melulu dipenuhi rasa yang bersifat positif; semua orang boleh marah, terlalu marah, atau sedih, terlalu sedih. Sangeum tidak pernah terganggu sama pandangan orang lain, sebab ia juga tahu bagaimana punya pandangan sendiri.

Perempuan yang seperti Kim Sangeum... hanya satu, gadis itu tidak ada lagi dalam diri gadis lain, dan masalah utamanya Jimin juga menginginkan Kim Sangeum.

Meski terkesan tidak mau tahu sama orang lain, sebenarnya Sangeum bisa peduli jika mendengarkan kesedihan orang-orang. Asal mereka bercerita, berterus terang, sebab Sangeum memang tidak peka kalau orang tidak bilang secara langsung apa maksud mereka. Seperti Jimin yang baru sadar akan perasaannya kala Sangeum mengaku mengulik laki-laki yang ia suka. Saat itu sampai detik ini Jimin bungkam, menutup perasaannya sehingga Sangeum tidak tahu. Kode-kode yang diberikan Jimin bahkan tertangkis.

Seandainya sebelum perhatian Sangeum tertuju kepada Seo Eunkwang, Jimin menyadari kalau rasanya tumbuh berbeda kepada Sangeum, ia akan mengungkapkan perasaan secara terang-terangan agar Sangeum memahami; Jimin membutuhkan kehangatan Sangeum lebih dari sekadar teman dekat.

Terus terang, Jimin kesakitan ketika Sangeum membahas Eunkwang dengan penuh gelora. Hampir tidak kuat menahan perih meradang.

Kesekian kali seandainya... ia berkuasa atas waktu, Jimin akan mengendalikannya semudah memutar jam dinding atau membalik kalender meja hingga ia bisa balik ke masa itu, dan tidak akan membiarkan Eunkwang hadir menjadi bagian istimewa dari cerita Sangeum. Tidak peduli tentang ikatan pertemanan mereka, Jimin akan memperjuangkan kasih yang mekar. Sayangnya selalu ada penyesalan yang menjadi bagian hidup.

Jika Eunkwang cemburu atas kedekatan Jimin dan Sangeum, maka Jimin cemburu kepada Eunkwang yang berhasil memeluk perasaan Kim Sangeum, bertakhta dalam kitaran cinta gadis itu.

Ah... rasa gagal lagi yang memenuhi relung hati, membikin Jimin jengkel.

✳✳✳

Masih bersama mantel Jimin yang melilit pinggang, Sangeum masuk ke dalam rumah lantas menghampiri Ibu yang sedang membaca majalah mingguan.

"Ibu, mau jujur kepadaku?"

Bukannya mengucap salam bahwa dirinya sudah pulang, Sangeum menciptakan kilat sebelum hujan, membikin tubuh Ibu sedikit menegang mendapati anaknya berada di hadapan mendadak. Mujur, Ibu sehat luar dalam.

"Kalau kau mau percaya bahwa Ibu jujur, tentu saja."

Menarik napas dari hidung sekaligus menahan lendir yang akan keluar, Sangeum sudah punya kalimat di ujung lidah.

"Apakah aku terlihat jelek karena gemuk?"

"Pertanyaan macam apa itu? Kau gemuk berarti Ibu berhasil mengurusmu, berhasil memberimu makan. Jangan konyol." Ibu menutup majalah, dan mulai menaruh perhatian penuh kepada Sangeum yang masih berdiri di posisi serupa.

"Berarti aku cantik, 'kan? Tidak apa-apa kalau tubuhku tidak ideal, 'kan? Padahal aku lebih suka dipuji kreatif dibanding cantik, cuma mengapa gemuk menjadi perbandingan yang memalukan? Aku tahu, di usiaku sekarang tinggi badan tidak akan bertambah lagi, tapi berat badanku pasti bisa bertambah. Mengapa...." Mulai menangis, dinding pertahanan Sangeum nyatanya tidak kokoh, apalagi di hadapan Ibu. Beliau seperti rumah, jadi Sangeum bisa bebas mencurahkan apa pun, bebas membuka diri lebar-lebar.

Melihat putrinya menangis, Ibu jadi teringat masa Sangeum baru masuk sekolah dasar di usia tujuh tahun. Ia menangis terus sehingga Ibu mesti menemani di dalam kelas. Sangeum tidak pernah bilang apa alasannya menangis, tapi Ibu tahu kalau Sangeum belum bisa beradaptasi, apalagi murid sekelas rata-rata berusia enam tahun di bangku kelas satu.

Menarik tangan Sangeum, Ibu membuat anak gadisnya duduk di samping. Bagi Ibu, tidak apa-apa mencurahkan seluruhnya melalui tangis, daripada tidak menangis sama sekali.

"Sangeum, cantiknya seseorang tidak butuh pengakuan. Jika kau suka membantu seseorang, ramah, murah senyum, sering mendengarkan orang lain, itu saja sudah cantik. Jelek? Ibu tidak percaya kalau ada manusia yang jelek, terkecuali tingkah laku manusia itu sendiri. Jika kau tidak punya tubuh ideal lalu mengapa? Itu bukan dosa. Tidak ada agama juga yang melarang seseorang bertubuh gemuk. Jadi jangan pernah mempermasalahkannya lagi, Sangeum. Terpenting dirimu sehat. Mm?"

Bukannya berhenti menangis, Sangeum semakin tidak bisa menahan guncangan yang memorakporandakan rasa. Walau tahu pasti ada hal buruk yang menimpa, Ibu tidak mencoba bertanya sebelum Sangeum tenang.

Sifat manja Sangeum timbul, membuatnya segera mendesak masuk ke dalam dada Ibu, menghirup aroma sedikit masam, tapi menimbulkan kenyamanan yang tidak tertandingi. Memeluk Ibu erat-erat, Sangeum masih menangis terisak-isak.

"Jimin jahat, Bu...."

Suara si bungsu teredam, Ibu mesti menajamkan telinga.

.
.
.

Bersambung....

Bogor, 18 April 2021
Kimmie_Tan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro