Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semenjak perjalanan singkat waktu itu, hubungan Uri, Dina dan Damai semakin erat. Damai sudah dipastikan menjadi sopir dan pengawal pribadi Uri.

Sama seperti Damai, Dina juga mendapat tugas baru yaitu menjadi asisten pribadi Uri yang bertugas membantu perempuan itu untuk melakukan banyak hal.

"Din, Dina!" panggil Uri dengan sedikit berteriak. Perempuan ini itu baru saja turun dari lantai dua dan mencari keberadaan Dina untuk menanyakan sesuatu.

Kemana sih dia, tanya Uri di dalam hati.

Karena tak kunjung menemukan Dina, perempuan itu kemudian keluar dari rumah dan pergi ke gym area. Selama tinggal di rumah Eric, perempuan itu belum pernah berolahraga dan dia merasa berat badannya terus naik sehingga Uri memutuskan untuk berolahraga.

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Uri datang ke gym area. Dia sudah pernah pergi ke sana walaupun hanya sebentar. Tadinya dia mau mengajak Dina. Namun, perempuan itu menghilang entah kemana.

Sesampai di sana, Uri langsung membuka jaketnya dan hanya mengenakan bra sport untuk berolahraga juga leging pendek sebagai bawahan.

Saat tengah asyik berolahraga, tiba-tiba Uri dikejutkan dengan kedatangan seorang pria. "Maaf, anda siapa ya?" tanya Uri dengan hati-hati.

Pria itu tersenyum kecil sembari memperhatikan tubuh Uri dari atas hingga bawah dan setelah selesai, dia akhirnya membuka suara. "Saya Axel. Kamu pasti Uri kan?" tanyanya yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Uri.

"Ternyata adik saya itu pintar sekali mencari perempuan," bisik Axel setelahnya yang masih dapat didengar oleh Uri sehingga membuat perempuan itu sedikit kesal. Dia tau maksud ucapan Axel yang terkesan melecehkannya.

Saat bersiap pergi, tangan Uri dipegang oleh Axel. Namun, perempuan itu langsung melepaskannya. Mata keduanya bertemu, Uri dengan tatapan tajam menatap Axel yang tengah menaikan sudut bibirnya.

Senyuman meremehkan itu membuat amarah Uri meningkat. Namun, seketika dia sadar diri dan memutuskan untuk pergi tanpa mengeluarkan suara.

Sesampai di rumah, Uri langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa dan Dina yang entah dari mana tiba-tiba datang menyapanya. "Loh, Mbak Uri, saya cariin dari tadi di sini ternyata."

"Iya, kenapa, Din?" tanya Uri sembari memperbaiki posisi duduknya, jaket yang sebelumnya dia lepas juga sudah dia pakai.

"Itu, Mbak, tadi Mas Eric bilang Mbak harus siap-siap ya jam tujuh nanti soalnya bakal ada acara makan malam di rumah utama."

Uri menganggukkan kepalanya saat mendengar ucapan Dina, perempuan itu kemudian bangkit dari duduknya dan membuat asistennya itu terkejut. "Loh, Mbak kok pake baju begitu?" tanya Dina sembari memperhatikan pakaiannya, Uri juga melakukan hal yang sama dan setelahnya menatap Dina.

"Aku tadi abis dari gym area, mau ngajak kamu, tapi kamunya nggak ada."

Raut wajah Dina berubah kaku setelah mendengar ucapan Uri. "Iya, Mbak. Tadi saya abis dari gudang, ngambil stok makanan. Saya lupa ngomong."

"Oh gitu, ya udah nggak pa-pa. Aku ke atas dulu ya."

"Iya, Mbak."

Walau hanya sebentar melakukan olahraga, tubuh Uri berkeringat banyak dan terasa begitu lengket. Perempuan itu langsung masuk ke dalam kamar mandi dan melepaskan semua pakaiannya.

Di bawah shower, Uri menutup matanya, membiarkan air yang turun dari atas sana membasahi tubuhnya secara menyeluruh. Setelah selesai, Uri terdiam sesaat mengingat bagaimana tatapan Axel kepadanya. Kayanya aku harus cerita ke Mas Eric deh.

Dengan tubuh yang belum sepenuhnya kering, Uri keluar dari kamar mandi dan mencari pakaiannya di lemari. Saat tengah sibuk itu, tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya dan membuatnya sontak terkejut.

"Mas Eric!" pekik Uri setelah tau siapa orang yang memeluknya dari belakang.

Eric tertawa kecil sembari membalik tubuh Uri tanpa melepaskan pelukannya. "Maaf ya, sayang."

"Ngagetin banget sih kamu."

Pukulan kecil mendarat di dada Eric, Uri-lah pelakunya. Dia terlihat kesal, tetapi juga bahagia dengan perlakuan pria tersebut.

Sedetik kemudian, raut wajah Uri berubah datar dengan tatapan kosong. Eric yang melihat hal itu menjadi bingung. "Kamu kenapa?" tanya Eric yang langsung dibalas gelengan oleh Uri.

Perempuan itu kemudian pergi ke ruang ganti dengan membawa baju yang sebelumnya dia ambil di lemari.

Saat keluar, Uri menemukan Eric tengah duduk di atas kasur dengan kaki menyilang. Pria itu menunggunya keluar. "Are you okay?" tanya Eric lagi yang membuat Uri berpikir sejenak.

Perempuan itu ikut duduk di sisi Eric, merapatkan tubuhnya dan Eric langsung merangkulnya erat. "Kalau ada apa-apa, kamu ngomong aja sama saya."

Seperti lampu hijau yang Eric berikan, Uri langsung mendongak menatap pria itu dengan tatapan sayu. "Aku pengen ngomong sesuatu."

"Ngomong aja, saya bakal dengerin."

"Tadi, aku ketemu sama kakak kamu." Dahi Eric mengerut setelah mendengar ucapan Uri, dia bingung siapa yang perempuan itu maksud. Namun, tetap berusaha tenang menunggu Uri selesai berbicara. "Aku ketemu Mas Axel."

"Terus kenapa? Apa yang buat kamu jadi begini?"

Uri membasahi bibirnya yang terasa kering, agaknya susah untuk jujur, tetapi dia harus melakukan hal itu. "Aku nggak suka sama tatapan Mas Axel, aku juga nggak suka sama ucapannya yang seakan merendahkan aku."

Eric menghela napas dan kembali mengeratkan rangkulannya. "Saya minta maaf atas nama kakak saya ya."

Uri perlahan mengangguk pelan walau sebenarnya berat untuk mengikhlaskan apa yang Axel lakukan padanya.

Tepat pukul tujuh malam, Eric dan Uri pergi ke rumah utama. Eric terlihat begitu tampan dengan jas hitam juga kemeja biru laut sebagai dalamannya. Di sisi pria itu, Uri terlihat begitu cantik dengan dress malam panjang berwarna biru muda yang senada dengan kemeja yang Eric kenakan.

Layaknya seperti pasangan pada umumnya, Uri melingkarkan tangannya di lengan Eric saat keduanya memasuki rumah utama.

"Silakan Tuan, Bapak dan Ibu sudah menunggu di taman."

Sesuai instruksi, Eric dan Uri pergi ke taman dimana tempat makan malam akan berlangsung. Ternyata mereka menjadi orang terakhir yang datang karena semua anggota keluarga sudah berkumpul dan duduk di kursi mereka masing-masing.

Hanya ada dua kursi kosong yang tersisa dan kursi itu adalah milik Eric juga Uri yang langsung ikut duduk bersama anggota keluarga lain.

Tanpa disangka, acara makan malam itu adalah acara penyambutan Uri sebagai anggota keluarga Cameron walau perempuan itu tidak memiliki ikatan resmi dengan Eric. Uri yang menjadi pusat perhatian hanya bisa tersenyum kaku dan ikut dalam suka cita yang dibawa saat makan bersama itu.

Saat makan, mata Uri menjelajah, memperhatikan siapa saja yang ikut dalam acara tersebut. Ada tujuh orang dewasa dan dua anak kecil yang sepertinya kembar. Pasti kedua perempuan itu salah satunya istri Mas Alex, satunya lagi Mbak Cherly, tebak Uri di dalam hati.

Namun untuk kedua anak kecil perempuan tersebut, tidak bisa Uri tebak anak siapa dan mungkin akan perempuan itu tanyakan ke Eric saat pulang nanti.

Setelah selesai makan malam, semua anggota keluarga Cameron diberi segelas minuman yang Uri tidak tau isinya apa.

"Untuk menyambut kedatangan anggota baru. Mari kita cheers!" ucap Ivan, Ayah Eric dengan semangat sembari mengangkat tinggi gelas di tangannya.

Serempak, semua anggota keluarga Cameron - kecuali kedua anak kembar yang ikut makan bersama mereka, mengangkat tinggi gelas di tangan mereka dan mulai meminumnya sampai habis.

Tetapi tidak untuk Uri, perempuan itu malah menghirup aroma minuman yang dia pegang terlebih dahulu sebelum meminumnya. Ih, kok baunya aneh sih, keluh Uri dengan dahi mengerut.

Mata Uri kembali menjelajah memperhatikan sekitar yang ternyata menatap ke arahnya, mau tak mau Uri langsung meminum air di gelas tersebut dengan cepat dan di akhir, wajahnya jelas mengerut bingung dengan rasa yang baru pertama kali dia coba itu.

"Kalau kamu nggak suka, nggak usah diminum," bisik Eric yang langsung membuat Uri menatapnya.

Kenapa nggak ngomong dari tadi sih! omel Uri di dalam hati. Walau kesal, perempuan itu tetap tersenyum kecil ke arah Eric dan seluruh anggota keluarganya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro