Bab 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat sampai di tempat kerja barunya, Uri merasa terjebak. Perempuan itu pikir, tempat kerja barunya adalah sebuah restoran. Namun, ternyata tempat itu ialah sebuah diskotek.

Dengan wajah kesal, Uri kemudian menelepon Cleo guna meminta penjelasan. Setelah panggilan telepon itu diangkat oleh mantan atasannya, Uri segera mengeluarkan semua hal yang ingin dia katakan.

"Kenapa nggak bilang dari awal sih kalau tempat kerja aku yang baru itu diskotek? Aku pikir restoran atau apa gitu!"

"Loh, aku pikir kamu paham sama maksud ucapanku kemarin."

"Ucapan yang mana?"

"Tentang minuman."

Uri menggali ingatannya tentang ucapan yang dimaksud Cleo. Dengan mata bergetar dia pun menjawab, "minuman?"

"Iya, minuman. Kan aku bilang minuman. Aku nggak bilang ada makanan dan sebagainya. Ya udah sih, coba aja dulu. Nggak ada salahnya kan."

Jawaban Cleo berhasil membuat Uri terdiam. Perempuan cantik dengan rambut panjang bergelombang itu kemudian menatap bangunan di hadapannya, bangunan mewah itu terlihat begitu mencolok di antara bangunan lainnya dan membuat Uri sedikit penasaran dengan isi di dalamnya.

Di tengah kesibukannya berpikir, Cleo kembali berbicara dan mengganggu lamunan Uri. "Nanti, kalau sudah masuk. Kamu langsung bilang aja kalau kamu mau ketemu sama Felly."

"Iya, iya bawel banget sih!"

Karena merasa tak ada lagi yang perlu diucapkan, Uri segera mematikan panggilan tersebut dan berjalan ke arah gedung tempat kerja barunya.

Sesampai di pintu masuk, Uri bertemu dengan dua orang penjaga berbadan besar yang menggunakan pakaian serupa. Kedua penjaga itu bernama Kemal dan Arif. Nama tersebut tertulis di baju yang mereka gunakan.

"Maaf, Mas. Saya mau ketemu sama Felly."

Kedua pria itu saling bertatapan dan setelahnya beralih menatap tubuh Uri dari atas hingga bawah.

Salah satu di antaranya yang bernama Kemal kemudian bertanya, "ada urusan apa mau ketemu Ibu Felly?"

"Saya pegawai baru, Mas," jawab Uri singkat yang langsung membuat Kemal membuka pintu bangunan tersebut.

"Ya sudah. Silakan masuk."

Tanpa basa basi, Uri berjalan masuk ke dalam bangunan tersebut dan saat masuk, dia langsung di sambut dengan lorong kosong yang cukup luas.

Kemal yang sebelumnya berada di belakang Uri, kemudian mengambil alih perjalanan dan Uri mengikutinya dari belakang.

Sesampai di sebuah ruangan, Uri ditinggal oleh Kemal yang langsung keluar setelah mengantar perempuan itu.

Ruangan yang Uri masuki terlihat seperti ruang kerja dengan banyak barang di dalamnya. Namun, tak ada seorang pun di dalam ruangan tersebut. Kenapa aku ditinggal sendirian sih! omel Uri di dalam hati.

Karena bosan, perempuan itu kemudian berjalan ke arah lemari yang berada di sudut ruangan. Sejak masuk, lemari itu menarik perhatiannya.

Saat tengah asyik memperhatikan beberapa buku yang terpajang, pintu ruangan tersebut terbuka dan suaranya membuat Uri terkejut.

Perempuan itu sampai membalik tubuhnya dan matanya bertemu dengan seseorang yang baru saja masuk. "Kamu Gauri ya?" tanya orang itu setelah kembali menutup pintu yang baru saja dia buka.

"Iya benar, Bu. Saya Gauri," jawab Uri dengan sopan karena kini yang berdiri di hadapannya adalah seorang perempuan yang mungkin berumur 40 tahunan.

"Nggak usah manggil ibu, panggil aja mami. Mami Felly."

Walau sedikit aneh dengan keinginan Felly dipanggil Mami, Uri tetap mengiyakan keinginan perempuan itu. "Baik, Mami."

Setelah perkenalan singkat yang dilakukan antara Uri dan Felly, keduanya kemudian terdiam sembari sibuk dengan kegiatan masing-masing. Felly sibuk memperhatikan lekuk tubuh Uri dan si pemilik tubuh yang mengetahuinya menjadi sangat cemas.

Melihat sikap Uri yang sedikit berbeda dari sebelumnya, Felly perlahan mengusap bahu perempuan itu. "Tenang, saya nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok."

Walau sudah ditenangkan oleh Felly, perasan Uri tetap saja tak karuan. Apalagi setelah Felly memperhatikan setiap sudut tubuhnya.

Suara sepatu hak tinggi yang Felly gunakan menggema di dalam ruangan karena sang pemiliknya tengah berjalan ke arah sebuah sofa.

"Kamu pasti sudah dikasih tau kan, tentang pekerjaan kamu sekarang?" tanya Felly setelah duduk rapi di atas sofa.

Sebagai jawaban Uri mengangguk pelan walau sebenarnya dia kurang yakin dengan pemahamannya tentang pekerjaan baru tersebut. Namun, entah kenapa dia terus-terusan menganggukkan kepala seperti tak ingin berkata tidak.

"Mari duduk," tawar Felly yang membuat Uri tanpa penolakan berjalan ke arahnya.

"Pekerjaan kamu nggak susah kok, cuman bawa minuman ke tamu yang datang."

Jawaban yang sama, Uri dengar dari mulut Felly. Namun, perempuan itu masih merasa ganjil dengan pekerjaannya.

"Pasti kamu masih ragu kan dengan pekerjaan ini? Biar kamu nggak ragu, kamu bisa langsung bekerja sekarang."

Felly mengeluarkan ponselnya dari tas yang dia tenteng sejak awal, ponsel tersebut kemudian dia taruh pada telinga kanannya. "Silakan masuk."

Tak lama kemudian, seorang perempuan dengan papan nama Lova masuk ke dalam ruangan Felly dan membawa Uri keluar dari sana.

Tanpa penolakan Uri mengikuti Lova yang membawanya ke sebuah ruangan lain. Uri didandani dengan cantik dan dia diharuskan menggunakan pakaian yang tak kalah seksi dari pakaian SPGnya dulu.

Setelah selesai, Uri menatap pantulan tubuhnya ke cermin besar di dalam ruangan tersebut. Kenapa harus berdandan seperti ini? tanya Uri di dalam hati.

Sebenarnya, bukan hanya dia yang berdandan seperti itu. Namun, ada beberapa perempuan lain juga yang melakukan hal serupa.

Perempuan-perempuan itu terlihat begitu bahagia dan Uri menjadi semakin penasaran dengan pekerjaannya.

"Yuk, baris yang rapi," perintah Lova yang sepertinya adalah atasan Uri di tempat itu.

Setelah perempuan-perempuan itu berbaris rapi termasuk Uri, Lova kembali mengeluarkan suaranya. "Sebelum kita mulai bekerja, saya mau memberitahu bahwa kita kedatangan teman baru. Silakan maju ke depan."

Merasa terpanggil, Uri berjalan ke sisi kanan Lova. "Hai semua, kenalin nama aku Gauri Elina. Kalian bisa manggil aku dengan nama Uri. Salam kenal semuanya."

Merespon perkenalan Uri, beberapa perempuan di hadapannya kemudian melempar senyuman ke arah perempuan itu.

Setelahnya, Uri kembali masuk ke dalam barisan dan mendengarkan arahan dari Lova. "Ingat ya, nggak boleh masang wajah sedih atau galak. Apalagi cemberut. Pokoknya harus senyum dan ramah ke tamu."

"Baik, Kak!" jawab perempuan-perempuan lain yang sama seperti Uri dengan kompak. Namun, Uri tidak mengikuti dan malah melirik ke arah mereka.

Uri dan beberapa perempuan lainnya kemudian dibawa ke aula tengah yang masih kosong tanpa pengunjung.

Di sisi aula tersebut, ada sebuah bar yang cukup luas dengan beberapa pekerja yang tengah sibuk membersihkan peralatan mereka termasuk gelas yang akan digunakan.

"Seperti biasa, kalian bisa langsung membawa pesanan dari bar ke meja-meja yang ada. Setelahnya, kalian tetap sigap jika ada yang ingin menambah atau bertanya. Kalian paham, kan?"

"Paham, Kak," jawab mereka lagi serempak. Namun, tidak bagi Uri karena dia masih bingung dengan pekerjaannya.

Perempuan di hadapannya kemudian berjalan mendekat ke arah Uri dan memegang bahu perempuan itu. "Karena kamu masih baru, kamu bisa memperhatikan yang lain dulu ya. Kalau bingung, kamu bisa langsung tanya."

"Baik, Kak."

"Ya udah, silakan bekerja ya."

Perempuan-perempuan tadi yang bersama dengan Uri, langsung berpencar dan meninggalkan perempuan itu sendirian. Dia benar-benar kebingungan untuk melakukan apa.

Seperti jawaban dari kebingungannya, tiba-tiba seorang perempuan cantik mendatangi Uri dan mengajaknya berkenalan. "Hai, kenalin aku Aura. Nama kamu siapa?"

Perempuan bernama Aura tersebut kemudian menyodorkan tangannya ke arah Uri. Walau sedikit bingung, perempuan itu tetap menerima salaman Aura. "Nama aku, Gauri. Panggil aja Uri."

"Salam kenal ya, Uri. Kamu pekerja baru ya?"

"Iya."

"Ya udah, ikut aku aja yuk. Biar aku ajarin," ajak Aura dengan semangat.

Perempuan itu kemudian membawa Uri ke arah Bar dan mulai menjelaskan pekerjaan mereka. Saat Aura menjelaskan, beberapa orang terlihat masuk ke dalam aula.

"Nah, itu mereka pelanggan kita. Yuk, kita layani."

Dengan semangat, Aura berjalan ke arah beberapa tamu tersebut. "Malam, Tuan-tuan. Ruangan nomor berapa?" tanya Aura dengan ramah.

"Ruangan nomor lima."

"Baik, silakan ikuti saya."

Aura berjalan memimpin di depan dan pria-pria berpakaian rapi itu kemudian berjalan mengikutinya. Uri juga melakukan hal yang sama, perempuan itu mengikuti Aura guna memperhatikan cara kerja mereka.

Setelah ruangan yang dimaksud terbuka, Uri langsung terpanah pada ruangan tersebut. Ruangan mewah itu nyatanya begitu menakjubkan.

"Silakan duduk, tuan-tuan."

Aura kembali menjamu tamu yang ada dan membuat mereka layaknya raja di ruangan tersebut.

Di tengah, kegiatan menunggu pesanan. Aura beberapa kali digoda oleh tamu-tamu tersebut dan Uri yang melihatnya sedikit terganggu. Walau sebenarnya dia juga melakukan hal yang sama saat masih menjadi SPG. Namun, tamu mereka sekarang umurnya jauh di atas mereka. Mungkin sekitar 40 sampai 50 tahunan.

"Baik, tuan-tuan. Mohon ditunggu ya. Pesanannya."

Aura menarik Uri untuk keluar dari ruangan tersebut. Mereka kemudian berjalan ke arah dapur guna memberitahu pesanan tamu-tamu mereka tadi.

"Nah, begitu cara kerja kita."

"Baiklah."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro