9 - TETANGGA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Rainbow' tanpa 'Rain' gak akan jadi 'Rainbow'. Sama artinya seperti Pelangi yang gak mungkin muncul kalau hujan gak turun. -Sisterhood

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Begitu sampai di luar villa, mata Panji terpaku kepada seorang wanita muda yang sedang menikmati teh nya di teras sambil memainkan jari-jarinya di keypad handphone. Teras yang terletak di villa yang bersebrangan dengan villa mereka beraksen kayu. Terlihat minimalis namun cukup kalau ia hanya tinggal seorang diri disana.

"Guys. Liat deh..." Kata Panji sambil menunjuk ke arah wanita muda itu.

Luna dan Sofi langsung mengarahkan pandangannya kepada wanita itu.

"Yeh. Kak Panji biasanya gini ya? Ga kesana ga kesini yang diliat tetep aja cewek." Celetuk Sofi jengkel.

"Anak kecil diem aja dah." Balas Panji pedas.

Sofi langsung menekuk muka dan memanyunkan bibirnya.

Duh gawat kalo dia ngambek, nanti yang bayar villa siapa? Gak deng, kasian kalo ngambek gitu. Ih si Panji rese juga. Batin Luna begitu melihat keadaan adiknya.

"Lo berani hah? Dia adek gue!" kata Luna sambil menjewer telinga Panji.

"Ih ih ih bukan. Aduh sakit! Lepas oey!"

Luna langsung melepas jewerannya.

"Bukan gitu, ih lo galak banget, jewer pake perasaan dong. Maksud gue, liat deh, itu cewek mantep banget. Seksi anjir. Demen nih gue." Kata Panji dengan wajah ngiler sok polos.

"Dih! Lo demen sama tante-tante? Gak banget deh."

"Ah, lo mah udah tau gue jomblo. Dukung dikit kek! Bodo ah. Kalo lo gak suka, biar gue yang nyamperin dia kesana." Balas Panji sambil menghiraukan Sofi ataupun Luna.

"Ih. Malah nyelonong duluan. Yuk ah Sof." Luna langsung menarik tangan Sofi untuk menyusul Panji.

Begitu sampai disana, tampaknya wanita muda tersebut agak kaget dengan kedatangan mereka.

"Siapa ya?" tanya nya ramah.

"Misi...tante, eh mbak, kak...kita dari villa di sebrang. Baru aja sampe. Mau itu—hehe, kenalan." Ucap Panji sambil cengar cengir kuda.

"Ooh kalian baru sewa disini ya? Kenalin...saya Yunita. Boleh panggil Tante Nita aja." Balas wanita yang bernama Tante Nita itu sambil mengulurkan tangannya.

Yah, jangan ditanya. Tangan Tante Nita langsung disambut genggaman tangan Panji. Emang dasar ya cowok.

"Saya...Panji Oliver Astrajaya. Panggil Panji aja tante..hehe."

"Ooh Panji, kalo yang ini? Yang cantik-cantik," tanyanya.

"Minggir tangan lo dodol!" kata Luna sambil memukul tangan Panji yang masih asik menggenggam tangan Tante Nita.

"Galak banget." Wajah Panji berubah seperti anak kucing.

"Bodo." Balas Luna jutek dan lalu tersenyum paksa ke arah Tante Nita.

"Nama saya Luna tante, kalo ini Sofi, adik saya."

"Oh iya? Salam kenal ya cantik...mau masuk dulu?," ia langsung menawarkan mereka untuk masuk ke dalam villa nya.

"Gak us—"

"Boleh tante...ayuk masuk!"

Tadinya, Luna berniat menolak ajakan Tante Nita untuk masuk, tapi apa daya, Panji jika punya keinginan terlalu susah untuk di cegah.

***

"Tante disini sendirian?" tanya Luna.

"Oh iya, kebetulan saya sendirian. Saya belum punya suami. Disini cuma mau refreshing aja." Balas Tante Nita sambil sibuk memberikan anak-anak itu es teh manis di gelas bening. Es teh itu terlihat menggoda di tengah teriknya Sang Raja Siang.

"Tan, toilet dimana ya?" tanya Sofi tiba-tiba. Membuatnya jadi pusat perhatian.

"Loh? Kamu kebelet ya? Pantesan dari tadi diem aja. Dari sini lurus terus belok kanan. Pintu yang ada kunci nya gantung di luar ya."

Tiba-tiba saja, Panji nyeletuk

"Yeh, si kunyuk, kirain gue lo baper sama gue. Taunya nyari toilet."

"Sirik."

Melihat hal tersebut, Tante Nita turun tangan.

"Sudah-sudah, tadi mau ke toilet kan?,"

"Eh iya tan, Kak anterin." Sofi menggenggam tangan Luna.

"Sendiri aja..."

"Ayo ah..."

"Manja nih." Kata Luna sambil bangkit dan menemani Sofi menuju kamar mandi. Meninggalkan Panji yang lagi asyik PDKT dengan Tante Nita.

"Dari sini lurus...pintu kanan kunci gantung. Nah ini Sof! Cepetan!." Perintah Luna begitu mendapati letak toilet yang diarahkan Tante Nita.

"Tunggu sini ya kak."

Luna mengangguk.

Sembari menunggu sang adik yang sibuk dengan hajat nya di toilet, Luna mengedar pandang.

Tiba-tiba matanya tertuju kepada kamar disebrang kamar mandi/toilet. Tepatnya dibelakangnya karena ia membelakangi kamar itu. Kamar tidur. Pintunya terbuka sedikit.

Luna lalu memberanikan diri untuk mengintip ada apakah dibalik kamar tersebut. Karena pada dasarnya, Luna lebih kepo an dengan segala sesuatu milik orang asing daripada milik nya atau teman nya sendiri. Ia melangkah sangat pelan. Bahkan bisa dibilang sambil berjingkat. Tak enak jika ketahuan. Namun entah energi apa yang menariknya untuk kesana. Energi nya sangat kuat. Sebelumnya ia tak pernah se-penasaran ini.

"Hah?" Ucapnya pelan begitu mendapati sesuatu diatas kasur. Sesuatu yang sangat dikenalinya.

"I—tu bukannya teddy punya Calum—eh Rascal?," ia langsung menutup mulutnya. Berusaha tak menimbulkan suara sedikitpun.

Dengan pelan ia melangkah ke kasur dimana boneka teddy itu berada. Teddy coklat itu masih bersih. Namun ada satu hal yang memaku matanya. Di leher teddy tersebut terukir manis sebuah kalung berliontin permata merah.

Apa jangan-jangan...

"Ah tapi gak mungkin. Gak mungkin banget. Ah, siapa tau ini cuma mirip. Iya, cuma mirip." Gumamnya menenagkan diri.

Awalnya ia berfikir bahwa sosok dibalik jubah hitam yang menyakiti Rascal saat itu adalah Tante Nita. Tapi hal itu benar-benar tidak mungkin.

Tiba-tiba...

DUK ! DUK !

Suara itu berasal dari arah lemari yang berada tepat di sampingnya. Luna berdecak kaget. Mundur beberapa langkah. Kemudian menampakkan aura keanehan di wajahnya. Lalu maju dan bersiap untuk membuka lemari itu.

DUK ! DUK !

"Hmmph!"

Gadis itu tersentak mendengar suara yang tiba-tiba muncul dari dalam. "Ih suara siapa itu. Merinding gue. Gak jadi ah. Mending cabut, ntar Sofi keburu keluar juga." Ucap Luna sambil bergegas pergi—dan bergegas membawa boneka itu juga.

Untung Luna mengenakan jaket, ia jadi bisa membawa kalung liontin permata merah dan boneka teddy mini tersebut sebagai bukti. Semoga saja Tante Nita tak tahu bahwa Luna mencuri boneka teddy miliknya. Karena satu-satunya tempat untuk menyembunyikan boneka tersebut hanya jaket yang membalut tubuhnya. Setelah selesai, ia langsung melangkah keluar kamar perlahan. Berdiri di depan pintu toilet tepat saat Sofi memutar knop pintu tersebut.

"Udah?"

"Udah kak. Tapi ada yang aneh."

"Aneh apa, Sof?"

"Umm—gak jadi deh. Ayo." Balas Sofi sambil menarik lengan kakaknya. Menyisakan kebingungan di hati Luna.

Begitu sampai di ruang tamu...

"Eh sudah? Mau saya bawain camilan gak?" Tante Nita kembali menawarkan sesuatu kepada Luna dan Sofi begitu melihat mereka sampai di ruang tamu.

"Bol—"

"Gak usah Tante, kita buru-buru ada urusan!" Sergah Luna.

Yah, tadinya Panji masih mau menerima tawaran itu, namun Luna yang terlalu takut ketahuan bahwa ia menyembunyikan teddy mini milik Tante Nita langsung mencegah Panji menerima tawaran tersebut.

"Ih tapi gue masih mau.."

"Panji, inget tujuan kita?"

"Ah yaudah dah elah."

"Tan pulang ya..." Kata Sofi sambil menarik tangan Panji dan mendorong Luna keluar rumah.

"Loh kok cepet banget? Lain waktu mampir kesini lagi yaa..."

"Iya tan, makasih banyak." Balas Sofi.

Setelah ketiga anak itu pergi, Tante Nita mulai merasa ada yang aneh. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dari bagian tubuhnya.

"Apa jangan-jangan..."

***

18.30

SOFIA POV

"Ini sih gila namanya..."

Gue mondar-mandir sendirian di kamar. Sementara Kak Luna lagi duduk di ruang tamu dan Kak Panji lagi mandi. Gue masih bingung, bau busuk apaan tadi di kamar mandi? Merinding gue. Rascal bikin rencana tanpa sepengetahuan gue, padahal gue diikutsertakan dalam rencananya. Bisa-bisa ini malah keluar dari rencana. Pake segala hilang lagi tuh kakel. Surprise nya gimana dong kalo dia hilang gini?.

***

AUTHOR POV

"Sofi! Panjing!"

Luna berteriak memanggil Sofi dan Panji untuk menuju ke ruang tamu. Pas sekali Panji selesai mandi dan berpakaian.

"Woey! Bisa gak manggil nama gue biasa aja. Pake perasaan, pake hati." Protes Panji begitu sampai di hadapan Luna.

"Gak perlu kasih hati sama jomblo macem lo, dikasih hati aja nanti minta jantung." Ujar Luna terkekeh. Sementara Panji berposisi kuda-kuda dan siap meninju jika ia tak ingat Luna adalah sahabatnya juga.

"Kenapa kak?"

"Duduk dulu sini..."

Begitu Sofi dan Panji—yang masih jengkel—duduk di sofa kiri dan kanannya, ia menarik napas dalam dan mengeluarkan sesuatu dari dalam jaketnya.

"Boneka siapa tuh, Lun?," selidik Panji.

"Ini kayak teddy bear mini nya Rascal, gue temuin di lemari kamar Tante Nita. Gue inget waktu kita video call dia sempet bawa-bawa ginian. Dia bujuk gue banget buat kesini pake baby bear ini. Ya, gue gak sempet ngomong apapun lagi, soalnya dia juga keburu di sergap."

"Lo masuk ke kamar dia? Wah lancang banget."

"Yah maaf, tapi mungkin ini bisa jadi petunjuk. Soal masalah orang berjubah itu, gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalo dia itu kayak—ya you know lah."

"Terus baby bear apa?," tanya Panji

Luna sempat melirik kearah Sofi yang asik melihat setiap bagian boneka tersebut. Lalu kembali terfokus kepada Panji.

"Baby bear itu sebutan yang dia kasih buat teddy nya ini. Terus lo liat liontin permata merah di leher teddy ini kan?,"

"Iya kak, bagus banget liontin nya!" celetuk Sofi.

"Nah, Liontin ini adalah hal lain terakhir yang gue liat dari si sosok jubah hitam."

Hening.

"Hal lain terakhir? Berarti ada lagi dong..." kata Panji.

"Ada. Gigi taring yang lancip nya kayak...drakula gitu. Tapi masa iya ada drakula di kehidupan nyata. Lagipula ini Indonesia loh, bukan Eropa."

"Bisa aja, Lun."

Panji dan Luna mulai merinding.

Iya benar, bisa saja. Sempat terlintas di pikiran Luna itu adalah orang yang menganut sebuah ilmu hitam atau apa. Semacam drakula itu.

Sementara Sofi masih memandangi teddy yang berada di genggamannya itu.

"Terus lo kira Tante Nita si sosok berjubah hitam itu?," tanya Panji.

"Tadinya gue sempet mikir gitu. Tapi masa iya sih. Jadi gue tangkis pikiran-pikiran itu dengan hal lain. Mungkin aja sama." Balas Luna.

"Lo inget gak apa kata-kata yang keluar dari mulut si jubah merah? Suaranya cewek atau cowok?," tanya Panji.

Luna sempat berpikir keras.

"Ada! Dia sempet nyuruh Rascal buat diem. Dia teriak gitu. Suaranya kayak...cewek."

"BOOM!"

Seruan Sofi tiba-tiba mengagetkan semua orang yang berada disana. Bersamanya, di dekatnya.

"Sofi?! Kenapa sih? Nagetin aja orang lagi serius juga!" Teriak Luna.

"Tau ini anak satu ngapa sih?!" sambung Panji.

"Kak, ada darah..."

Darah?

"Mana?" Ucap Luna panik.

"Udah kering. Liat deh..." Balas Sofi sambil menunjukkan boneka beruang mini tersebut kepada Luna dan Panji. Darah tersebut terlihat menutupi jahitan yang sempat terbuka. Iya, jahitan yang kalau terbuka bisa mengeluarkan kapuk dari dalam boneka.

"Apa jangan-jangan?!"

Yap. Luna dan Panji serentak berbicara tanpa ada kode apapun. Spot jantung bisa-bisa mereka.

"Kita harus intai rumah Tante Nita sekarang." Mantap Luna.

"Tapi kenapa?," tanya Panji.

"Lo tau kan, gue sama Rascal suka disebut 'lem perangko' di sekolah?," Panji mengangguk. Memang, Rascal dan Luna seringkali disebut seperti itu di SMA mereka karena mereka selalu berdua kemanapun. Dimana ada Luna, disitu ada Rascal. And begitu sebaliknya. Membuat setiap insan manusia iri dengan kedekatan mereka. Cantik dan ganteng. Mereka cocok sekali disebut sebagai sepasang kekasih, namun sayang, mereka berdua hanya sekedar berlabel sahabat.

"Gue sama dia ibarat Rainbow. 'Rainbow' tanpa 'Rain' itu gak akan jadi 'Rainbow'. Gue tanpa dia ataupun sebaliknya gak akan jadi kita. Dan pelangi pasti gak akan muncul kalau hujan gak turun. Sama artinya seperti kita gak akan ada kalau sampai detik ini gue ataupun dia gak saling kenal. Makanya dia penting banget buat gue."

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kurang baik apa nih?

Kurang panjang apa nih?

Udah ya, maaf kalau lagi gak sesuai ekspetasi kalian, ini gak 'wah' banget kok. Makasih buat yang mau ngehargain karya gue dengan baca, komen, dan vote. Makasihhhh banyak, mwa.

Kalo kurang sreg sama bagian ini, tenang, nanti bagian selanjutnya bakal gue rombak biar lebih nyambung dari ini. Makasihhhh.

Kamsahamnida~~

JAKARTA, 20 MARET 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro