Bab 1b

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Motor merah besar melesat dari arah jalan raya memasuki area perkantoran yang terdiri atas ruko-ruko. Berhenti tepat di samping banyak motor lain yang sudah terparkir lebih dulu di sana. Pengendaranya membuka helm, seketika rambut merah panjang tergerai hingga ke pundak. Disusul oleh jaket hitam yang ia lepas dan melipatnya lalu memasukkan dalam tas.

“Ngiri banget sumpah, aku sama motormu!” Seorang laki-laki dengan kemeja biru dan celana hitam menghampiri.

“Beli!” ucap Nadine acuh. Ia sibuk memasukkan jaket yang sudah dilipat ke dalam jok.

“Kamu enak belum menikah, nggak ada tanggungan. Nah, aku anak duaa.”

Laki-laki itu menggaruk kepalanya. Mendekat dan berdecak kagum pada motor Nadine. “Gilaa, sexy banget. Bisa-bisa aku klimaks kalau naik motor ini.”

Belum selesai laki-laki itu bicara, Nadine mengeplak belakang kepalanya. “Eh, Anto resek. Ngomong kagak pake dipikir!”

“Sakit tahu,” gumam Anto mengelus bagian belakang kepalanya. “pinjam motormu bentar dong. Muter-muterin parkiran sini doang.”

“Emang kamu bisa?” tanya Nadine dengan mata menyipit tak percaya.
Anto mengangkat dua jarinya. “Bisaa, sumpah! Aku jamin bisa.”

Nadine menimbang sejenak, untuk meminjamkan motornya atau tidak pada teman sekantornya yang terkenal sembrono. Ia bukan jenis orang yang pelit tapi, reputasi Anto sebagai manusia yang gampang menjatuhkan barang-barang cukup membuatnya kuatir.

“Please, Nadine. Sekali doang muternya.”
Dengan tangan menangkup di depan dada, Anto terus memohon. Membuat Nadine tak enak hati. Terlebih saat beberapa OB lewat dan berteriak menyemangati mereka. Akhirnya, dengan berat hati Nadine menyerahkan kunci motor pada Anto.

“Ingat, hanya muter sekali. Setelah itu balikin ke aku,” ucap Nadine mewanti-wanti temannya.

Wajah Anto berseri gembira. “Yes, tentu saja aku bakalan hati-hati. Percaya deh.”

“Masalahnya, kamu nggak bisa dipercaya!”

“Ah, kamu suka gitu!” sahut Anto riang, menyambar kunci di tangan Nadine.

Mengabaikan rasa kuatir, Nadine melangkah ke kantor dengan tas berayun di pundak. Sebelum memulai pekerjaannya, ia akan berganti baju lebih dulu. Kebetulan hari ini ada klien yang minta diantar ke apartemen Royal Garden City yang baru saja mulai dipasarkan. Ia akan membawa mobil kantor bersama teman-teman sales yang lain. Seorang satpam di depan pintu menyapanya ramah.

Ia membuka pintu lalu melakukan absen sidik jari, setelah itu bergegas ke lantai dua.

“Eh, ada tamu penting.” Lestari, sesama sales di kantornya menyapa sambil mencolek bahu.”Orang hebat, kaya, dan keren”

“Siapa?” tanya Nadine heran. Tidak biasanya Lestari memuja-muji orang. Wanita awal tiga puluhan dengan rambut panjang yang disanggul rapi itu tersenyum misterius.

“Ada deh, sana ganti baju.”

“Apa hubungnya kedatangan tamu penting itu sama kita,” ucap Nadine sambil meletakkan tas ke atas meja dan mengeluarkan ponselnya berikut setelan yang akan ia pakai.

“ Kita mau meeting sama beliau kayaknya,” sahut Lestari. “buruan sana.”

Mengernyit heran, Nadine melangkah ke kamar mandi untuk mengganti celana jin dan kemejanya dengan setelan ungu. Warna pakaiannya sangat kontras dengan rambutnya yang merah. Rok sedengkul dengam blazer membalut tubuhnya yang ramping sempurna. Banyak yang mengatakan, ia cantik dan tak sedikit yang mengaguminya. Bagi Nadine, kecantikannya ditunjang dengan kemampuannya berbicara adalah aset terbesar untuk memikat klien. Ia tidak segan-segan menggunakan daya pikatnya untuk mencari uang.

Memikirkan tentang uang, Nadine meraih ponsel dan mengecek saldo ATM. Ia mengulum senyum, Rama menepati janji. Memberikan bayaran 3 kali lipat berikut bonus. Rupanya ia berhasil membuat laki-laki itu berpisah dengan Safira.

Detik itu juga ingatannya berkelebat ke pesta dan apa yang dilakukannya. Ia mengetuk-ngetuk kepala dan menyumpahi diri sendiri. Teringat akan tindakan nekatnya mencium laki-laki yang tidak dikenal.

“Apa kamu mencium semua laki-laki yang memberimu tumpangan?” Kata-kata terakhir dari laki-laki berkacamata itu, saat mereka selesai berciuman membuatnya malu. Tanpa berpamitan, ia membuka pintu dan melangkah cepat dengan gontai tanpa menoleh lagi.

Hingga kini, beberapa hari berlalu tapi ia masih ingat dengan jelas rasa ciuman laki-laki itu. Tanpa sadar, ia meraba bibirnya.

“Pasti gara-gara minuman sialan itu, makanya aku jadi liar.” Ia menggumam pada bayangannya di dalam kaca.

Jika diingat lagi, ia masih merasa malu. Saat mereka mengakhir cumbuan, ia keluar mobil tanpa pamit dan setengah berlari pulang ke rumah.

Saat kembali ke meja, ia mendapati satu pesan tertera di layar ponselnya. Dari Anina, orang yang biasa mencarikan dia klien. Satu perjanjian dibuat, untuk malam Minggu. Tanpa pikir panjang ia menjawab ‘oke’. Konsep pesta dijabarkan oleh Anina melalui pesan, dan laki-laki yang meminta jasanya sebagai wanita pendamping adalah duda umur 30-an, berprofesi seorang akuntan. Mencatat informasi penting dalam otaknya, ia menutup ponsel dan melangkah menuju ruang meeting.

Di dalam ruangan sudah hadir sekitar 20 orang,  beberapa di antaranya ia kenal dengan baik. Tida biasanya kantor ramai seperti hari ini, kemungkinan para agen banyak yang membatalkan atau mengundur jadwal temu klien demi rapat hari ini. Mereka duduk berhadapan mengelilingi meja panjang, Nadine mengenyakkan diri di samping Lestari yang sudah lebih dulu di sana.

“Rapat apaan, sih?” tanya Nadine pada temannya.

“Direktur utama dari Royal Garden City ada di sini. Sepertinya mau membahas masalah penjualan.”

“Wow, orang sepenting itu mau datang ke kantor kita?”

“Kan,’ tadi aku bilang ada tamu penting. Itu dia.”

“Iya, tapi kamu nggak ngomong kalau tamunya direktur.”

“Biar jadi rahasia.”

Nadine berdecak tidak puas. Ia menunduk di atas ponselnya dan mengetik pesan dengan cepat. Dengan sopan ia memberitahu klien, akan datang sedikit terlambat karena rapat. Untunglah, klienya pengertian. Membalas pesannya dengan cepat dan bersedia memundurkan jam pertemuan.
Ia mendongak saat pintu membuka dan serombongan orang memasuki ruangan. Tanpa diperintah, semua yang ada di ruangan berdiri untuk menyambut tamu.

Nadine terbelalak. Bagaimana tidak jika ia melihat sosok yang ia kenali. Seorang laki-laki tampan berkacamata yang ia pernah berbagi ciuman dengannya.Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapati laki-laki itu di sini. Lututnya terasa lemas seketika dan tubuhnya gemetar hebat.

“Selamat pagi semua,” sapa direktur utama kantor agency Platinum Property. Kantor tempat Nadine bernaung. “Suatu kehormatan, hari ini kita kedatangan tamu istimewa. Beliau sengaja datang ke kantor kita untuk bersilaturahmi. Kita sambut, Pak Dave Leander. Direktur  Utama dari PT. Mahacitra Land,TBK. Sekaligus direktur pemasaran dari Royal Garden City.”

Tepuk tangan bergemuruh di seantero ruangan. Nadine yang masih terkaget, hanya memandang laki-laki itu hingga lupa bertepuk tangan. Beberapa orang yang baru datang termasuk Dave duduk di kursi paling ujung menghadap ke arah Nadine. Ia menahan keinginan untuk melarikan diri atau menghilang ke dasar bumi.

“Ya Tuhan, tampannya diaaa,” desah Lestari saat mereka sudah duduk kembali di kursi masing-masing.
Nadine tidak menjawab, masih mencerna dalam pikirannya jika laki-laki tampan yang ia kagumi malam itu adalah seorang direktur dari developer besar.  Pandangannya kembali tertuju ke depan saat sang direktur kembali bicara.

“Mungkin banyak dari kalian yang belum mengenal beliau. Royal Garden City, adalah salah satu property yang beliau tangani. Jadi, ini kesempatan kalian untuk belajar banyak dari Tuan Dave Leander.”

Tidak lama, Dave dipersilakan berdiri. Pandangan laki-laki itu menyapu seluruh ruangan dan sempat terhenti beberapa detik di wajah Nadine. Namun, tidak ada tanda-tanda jika dia mengenal Nadine. Dave memulai pidatonya dan langsung membahas hal-hal penting terkait pemasaran Royal Garden City.

Suara yang jernih berwibawa, ditunjang dengan postur tinggi dan wajah tampan, tidak heran jika banyak orang yang terkesima saat melihatnya. Terutama para pegawai wanita. Kekaguman tidak dapat disembunyikan dari wajah mereka. Nadine pun merasakan hal yang sama. Ia tidak dapat menyembunyikan debaran jantungnya, saat mencuri pandang ke arah Dave. Terlebih mendengar suara laki-laki itu yang seperti membiusnya. Rasanya, ia betah duduk berlama-lama hanya untuk mendengar Dave bicara. Saat menyadari, jika ia pernah mencium bibir sexy milik laki-laki yang ternyata adalah seorang direktur utama, ia menunduk dan berharap tidak dikenali.

Ada harapan Dave tidak mengenalnya karena malam itu saat mereka bertemu di pesta ia memakai rambut palsu warna hitam. Sedangkan saat ini, ia berambut merah. Mencoba melegakan hati, Nadine menepuk pelan dadanya.

“Saya harap kalian bisa memahami apa yang saya katakan. Penting bagi kita semua memantapkan strategi pemasaran untuk mendapatkan hasil penjualan yang maksimal. Terlebih lagi, Royal Garden City digadang-gadang sebagai salah satu hunian terlengkap, modern, dan ramah lingkungan yang berada tidak jauh dari ibukota.”

Dave mengakhiri pidatonya, disambut oleh tepuk tangan. Setelah itu, direktur utama dari Platinum Property mengakhiri rapat. Dave meninggalkan ruang rapat diiringi oleh para pejabat tinggi di tempat Nadine bekerja.

“Aku harap bisa closing akhir bulan ini,” ucap Lestari saat mereka beranjak dari kursi.

“Semoga.” Nadine menimpali dengan tulus.

“Kamu mah enak Nadine. Yang indent dari beberapa bulan lalu di kamu sudah banyak.”

“Tapi, belum tentu semua closing.”

“Kalau gitu kita semua harus berusaha.”
Nadine mengangguk semangat. Apa yang dikatakan Lestari ada benarnya. Mereka harus berusaha lebih giat jika ingin meningkatkan penjulan. Saat ia mengambil tas dari dalam laci meja, terbayang-bayang kembali wajah Dave dalam ingatannya. Termasuk, tubuh kokok laki-laki itu.Hari ini, dengan setelan abu-abu yang dipakainya, membuat Dave terlihat lebih menawan dan berkelas.

Ia mendongak saat dari arah pintu seorang laki-laki berseragam security datang tergopoh-gopoh menuju meja. Wajah laki-laki itu pucat pasi dengan bibir berucap gemetar.

“Kak Nadine, a-da masalah.”

“Ada apa?” tanya Nadine serta merta bangkit dari kursi.

“Di depan, ada kecelakaan. Ayo!”
Dengan wajah kebingungan, Nadine mengikuti langkah laki-laki itu. Ia merasa heran, kenapa ada kecelakaan harus lapor padanya. Bukankah harusnya ke polisi? Ia melangkah cepat menuruni tangga dengan pikiran bertanya-tanya.

“Jangan kaget, ya, Kak. Tenangkan diri. Jangan emosi.” Laki-laki itu berucap takut-takut saat mereka membuka pintu utama.

“Ada apa, sih, Pak?” tanya Nadine penasaran.

“Pokoknya, Kak Nadine harus lihat sendiri.”

Apa yang dilihatnya benar-benar membuat shock. Saat Nadine dibawa ke arah parkiran mobil.  Di sana, ada motornya terbaring miring, tepat mengenai bagian depan sebuah mobil mewah. Ia ternganga tidak mengerti, bagaimana motornya bisa menabrak mobil.

“Ba-bagimana mungkin?” tanyanya terbata.

“Ada apa ini?!” Suara yang tegas terdengar menegur dari belakang tubuhnya. Saat ia menoleh, berhadapan langsung dengan Dave. Belum hilang kebingungannya, laki-laki itu kembali berucap pelan.

“Perbuatan siapa ini? Kenapa bisa menabrak mobilku?”

Nadine merasa limbung seketika saat mendengar ucapan laki-laki itu. Begitu pula orang-orang yang berada di belakang Dave. Mata mereka tertuju ke arahnya. Dalam kebingungan, Nadine merasa terjatuh ke lubang paling dalam dari rasa malu dan bingung.
.
.
Versi lengkap tersedia di google playbook dan Karyakarsa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro