Breakthrough

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Danny, masuk Danny, kau dengar aku?" Sebuah suara terdengar di earpiece—alat komunikasi kecil yang dipasang di telinga—milik Danny.

"Ya ... aku dengar ...." Napas Danny terdengar tidak beraturan, tersengal-sengal seperti habis lomba lari. Dia memegang dadanya, mencoba menstabilkan napasnya.

"Kau tidak apa-apa? Keadaanmu sepertinya kurang baik," tanya suara diseberang sana lagi.

"Sebenarnya ... aku hampir ketahuan tadi ...," katanya dengan nada yang sudah mulai stabil. Belum orang di seberang sana merespon, Danny sudah berujar lagi. "Tapi sekarang aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir."

Danny memejamkan matanya sebentar, berpikir ulang kenapa dia setuju untuk menjalankan misi ini. Ini tidak seperti yang dia bayangkan. Kukira akan mudah, batinnya. Pikirannya terbang ke waktu dia menerima misi ini bersama Leo.

"Namanya Cassandra. Ia sudah menghilang selama tiga hari. Ayahnya, seorang pejabat. Dia terakhir terlihat di sekitar sekolahnya. Ada kemungkinan ia diculik." Suara seorang pria yang disamarkan terdengar dari laptop milik Leo yang hanya menampilkan gelombang suara yang bergerak saat berbicara. "Aku ingin kalian menemukannya bagaimana pun caranya." Sebuah foto gadis berambut hitam sebahu dengan mata cokelat yang umurnya baru 16 tahun dan segala rincian lainnya ditampilkan pada layar laptop saat orang itu bicara.

Saat pikirannya kembali ke realitas, Danny baru sadar. Ini bukanlah misi penyelamatan biasa. Mereka bukan berurusan dengan penculik kelas teri. Penjual organ dalam. Kalau misi ini gagal, kemungkinan dia juga akan jadi korban.

Gedung bekas di pinggiran kota yang sudah terbengkalai itu menjadi markas yang sangat strategis bagi para penculik ini. Kayu-kayu lapuk berserakan dimana-mana menandakan sudah lama sekali tempat itu ditinggalkan. Potongan-potongan besi berkarat dimakan usia berserakan di berbagai penjuru.

Danny bersembunyi di sebuah ruangan sempit seperti tempat penyimpanan barang-barang kebersihan. Ruangan itu gelap, debu-debu beterbangan membuat pernapasannnya terganggu.

"Leo," panggilnya pada orang di seberang earpiece-nya, "bagaimana sekarang?"

"Ada lubang ventilasi di atasmu, coba periksa," perintah Leo.

"Iya ada," jawab Danny yang langsung melihat ke atasnya.

"Kau bisa memanjatnya?"

"Akan kucoba."

Danny beberapa kali mencoba melompat untuk meraih mulut ventilasi itu. Lubang itu terlalu tinggi, dia akhirnya menumpuk beberapa barang agar bisa menggapainya. Ventilasi itu sempit sampai Danny harus merangkak untuk menyusurinya. Sesekali dia menahan napas dan geli karena ada tikus yang lewat. Dia harus fokus, tidak boleh ada yang mengganggu konsentrasinya bahkan binatang kecil menjijikan sekali pun. Leo menuntun Danny menyusuri tempat sempit itu menuju target penyelamatannya berada. Beberapa kali berbelok dan melewati persimpangan.

"Seharusnya saat ini kau sudah berada tepat di atas ruang penyekapan."

"Iya, aku melihatnya. Sayangnya ada tiga orang babysitter berbadan besar yang tidak ramah menjaga putri kita," ujar Danny dengan nada mengejek. Target penyelamatan mereka ditutup kain hitam di bagian kepala, diikat di sebuah kursi dan tangannya terikat ke belakang.

Suara bergetar muncul dari ventilasi yang dimasukinya. "Gawat!" Suaranya tertahan. Danny mencoba sekeras mungkin agar tidak ketahuan.

"Ada apa?" tanya Leo yang terdengar panik.

Ventilasi itu tidak kuat menahan bobot Danny lebih lama lagi, sampai akhirnya suara 'Bruaggh!!' terdengar. Dia mengaduh, sepertinya pendaratannya keras sekali. Danny terjatuh tepat di hadapan para babysitter itu. Jaraknya hanya terpaut 10 meter..

"Wah, wah, lihat siapa yang datang," sapa salah seorang pria yang memiliki tato naga di lengan kanannya yang menjaga seseorang yang diyakini sebagai Cassandra. "Pahlawan kesiangan," ejeknya.

Ketiga orang itu mengeluarkan senjata masing-masing. Ada yang membawa pisau, pemukul seperti untuk bermain baseball dan bahkan golok. Pisau yang dimiliki Dannny kurang untuk menghadapi mereka, sementara senjata api terlalu berbahaya kalau dipakai di tempat sempit seperti ini. Danny melihat sekeliling, menganalisa lingkungan, sambil mencari sesuatu yang dapat dijadikan senjata. Balok kayu! Itu mungkin cukup. Danny berguling ke kirinya mengambil balok kayu itu lalu menahan serangan vertikal dari pria dengan mata kanan bercodet yang bersenjata pemukul. Dua pria lainnya datang menghampiri untuk membantu.

Danny melonggarkan pertahanannya sehingga pria bercodet itu limbung oleh tenaganya sendiri. Danny lalu menendang perut si pria bercodet sampai menabrak kedua temannya. Dia melirik sekitar, balok kayu ternyata kurang bisa menahan serangan yang diterimanya. Dia perlu senjata yang lebih kuat. Pipa besi! Danny melemparkan balok kayunya ke tiga pria di depannya dengan sangat keras sampai mereka jatuh lagi. Dia mengambil pipa besi di sampingnya dan menggunakannya bagai ahli kungfu dengan tongkatnya.

Pria bertato naga yang bersenjatakan golok menghampiri Danny dengan penuh emosi. Dia mengayunkan goloknya secara brutal, Danny cepat-cepat menghindar sebelum benda tajam itu melukainya. Pria lainnya yang botak dengan pisau menghadang Danny dan sukses melukainya di bagian bahu kanannya. Danny melompat ke belakang untuk menjaga jarak. Pria bergolok itu datang lagi, Danny segera bertindak sebelum dia diserang. Dia menyerang dengan serangan vertikal dari bawah tepat di pergelangan pria itu sampai goloknya terlempar hingga hampir mengenai pria bercodet dengan pemukul di belakangnya. Danny menyerang pria bertato naga yang sudah tak bersenjata itu tepat di bagian terlemah setiap pria, lalu menutupnya dengan serangan di wajah sampai pria itu tak sadarkan diri sambil memegang selangkangan.

Dua orang tersisa. Pria dengan pisau yang sebelumnya berhasil melukai Danny bergidik ngeri. Pria bercodet dengan pemukul telah sadar kembali. Dia sangat ingin menghabisi Danny. Kedua pria itu menyerang Danny bersamaan dari sisi kiri dan kanan. Danny menahan serangan pria berpemukul di sisi kirinya tapi serangan lain berhasil mengenainya.

"Aakh!" Danny meringis. Pria berpisau itu sukses melukai Danny di bagian perut. Danny melompat mundur, lukanya tidak begitu dalam kelihatannya. Dia harus segera mengakhiri ini semua. Danny menerjang si pria berpemukul, dia mengayunkan pipa besinya secara horizontal tapi si pria dapat menghindar. Danny terkena serangan di dagunya sampai tubuhnya tak seimbang. Dia berdiri kembali sambil membersihkan darah yang keluar dari mulutnya, menggenggam senjatanya lebih erat. Si pria berpemukul kembali menyerang Danny dengan serangan vertikal, serangan itu bisa ditangkis lalu Danny berputar ke belakang si pria dan memukul tengkuknya sampai terkapar.

Satu lagi. Pria botak berpisau sudah mengganti senjatanya dan berubah menjadi pria botak bergolok. Rasa percaya dirinya meningkat. Mereka berdua saling menyerang. Tepat sebelum golok itu mengenai Danny, dia menunduk, merasakan kibasan angin yang tercipta karena golok di atas kepalanya hanya berjarak beberapa milimeter. Danny memukul tubuh samping pria itu denga keras sampai membentur tembok dan akhirnya tak sadarkan diri.

Danny menghampiri orang yang menjadi target penyelamatan. Seorang gadis berambut hitam sebahu dengan mata cokelat. Ia nampak ketakutan saat penutup kepalanya dilepas. Tubuhnya gemetar. Ia mencoba mundur tetapi tertahan karena tangan dan kakinya masih terikat.

"Tenanglah, aku datang untuk menolongmu. Kau Cassandra, kan?" tanya Danny sambil melepas ikatan tangan Cassandra dengan pisau lipat. Gadis itu mengangguk mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan padanya. Namun Cassandra masih belum sepenuhnya percaya pada Danny, ia masih ketakutan.

Tali yang mengikat Cassandra sepenuhnya telah lepas. "Ayahmu, Tuan Andra, mengirim kami untuk menolongmu." Air muka Cassandra berubah saat nama ayahnya disebut. Ia menggenggam tangan Danny yang dari tadi disodorkan padanya, setitik kepercayaan muncul.

"Kami?" tanya Cassandra bingung.

"Aku dan partnerku, Leo. Ayo kita harus cepat pergi sebelum mereka sadar," tunjuk Danny dengan jempolnya pada ketiga pria besar yang sudah tumbang dari tadi.

Mereka berdua keluar dari ruang penyekapan berdasarkan petunjuk yang Leo berikan sebelumnya. Danny memegangi perutnya yang terasa sakit, saat dia melihat telapak tangannya, darah membekas di jemarinya.

"Kak, kau terluka!" ujar Cassandra sambil melihat goresan merah di bagian perut Danny.

"Aku tidak apa-apa," kata Danny sambil memegangi perutnya. Namun ekspresi wajahnya tidak bisa berbohong. Sesekali dia meringis menahan sakit. "Ini akan segera sembuh," hiburnya.

Mereka berdua terus berlari menghindari para pria besar lainnya yang muncul tepat setelah mereka keluar dari tempat penyekapan. Sepertinya mereka datang karena suara yang Danny hasilkan. Misi penyelamatan diam-diam gagal sudah. Lorong-lorong yang temaram dengan lampu-lampu sekarat menemani pelarian mereka. Teriakan ancaman yang memekakkan telinga menggema di sepanjang lorong. Danny tidak bisa konsentrasi karena lukanya sampai mengabaikan instruksi dari Leo agar mereka bisa keluar dengan selamat. Dari earpiece Danny terdengar di seberang sana Leo sedang panik karena panggilannya tak dijawab.

Beberapa kali mereka berbelok dan naik-turun tangga untuk mengecoh para pengejar, tetapi semua itu sepertinya sia-sia. Lorong yang Danny kira mengarah ke suatu tempat yang lain ternyata malah buntu. Mereka berdua terpojok. Hanya ada jendela yang menghubungkan dengan dunia luar yang menampilkan langit berbintang. Lebih banyak orang yang datang. Tidak ada pilihan lain. Danny harus menghadapi mereka semua agar bisa kabur. Dia mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara, lalu memasang kuda-kuda untuk menyerang. 

"Mundur, cari tempat yang aman, dan jangan sampai terlihat," bisik Danny pada Cassandra yang berlindung di balik tubuhnya. Cassandra melihat sekitar, tidak ada tempat yang dapat dijadikan persembunyian. Danny bersiap untuk menghadapi mereka. Satu lawan lima. Ini tidak buruk, tapi sangat buruk!!

Praangg!! Kaca di belakang Danny pecah. Dia melindungi diri dengan tangan agar tak terkena pecahannya. Seseorang memaksa masuk lewat jendela sampai nekat memecahkan kaca. Orang itu melompat dari luar menggunakan tali. Rambut hitam kecokelatannnya berkibar diterpa angin. Mata cokelatnya mendelik ke arah Danny tidak suka.

"Leo!" teriak Danny girang. Leo langsung mengeluarkan senjata api sesaat setelah dia mendarat lalu menembaki orang-orang di depannya.

"Ayo!" ajak Leo yang terdengar lebih seperti perintah. Danny memegang tangan Cassandra yang gemetaran. Mereka bertiga berlari melewati lorong-lorong dipandu oleh Leo.

"Dan," panggil Leo.

"Ya?"

"Kau bo*oh! Kau to*ol! Kau ...." Leo mengumpat dan mengeluarkan semua hinaan yang pantas Danny dapatkan dan melanjutkannya dengan segenap sumpah serapah yang meluncur dari bibirnya yang kemerahan.

"Kau sudah selesai? Ada anak kecil disini." Danny mengingatkan. Wajah Cassandra nampak ketakutan melihat tingkah Leo.

Wajah Leo nampak merah menahan kesal. "Kenapa kau tidak mendengarku?!"

"Aku panik, oke? Aku berusaha untuk tidak terkejar tapi nyatanya malah seperti ini."

Orang-orang yang mengejar mereka bertambah, setiap ada persimpangan pasti ada saja tambahan. Sesekali tembakan terdengar dan peluru melesat melewati mereka. Leo mulai habis kesabaran. Dia mengambil sesuatu dari tas.

Danny yang melihat gelagat Leo langsung terbelalak dengan apa yang akan dilakukan temannya itu. "Kau sudah gila ya?!" teriaknya.

"Kau yang membuatku melakukan ini! Kalau kau mendengarku, ini tidak akan kulakukan!" bela Leo. Dia melemparkan beberapa buah benda bulat dari logam yang berbunyi 'pip pip pip' ke arah orang-orang yang mengejar mereka. Leo mengeluarkan ponselnya, kemudian dia menekan sesuatu di layarnya yang memiliki bentuk lingkaran dengan warna merah, kemudian hitung mundur terjadi.

"Jangan lihat ke belakang," perintah Danny pada Cassandra.

"Kena—" Belum sempat Cassandra bertanya sebuah ledakan terjadi di belakangnya. Ledakan itu menghempaskan mereka ke sebuah jendela di ujung lorong. Leo bersiap menghadapi benturan dengan kaca di hadapannya. Danny memeluk Cassandra erat agar tidak terluka. Mereka berdua terlempar ke luar dari lantai dua gedung bersamaan dengan serpihan jendela. Danny dan Leo mendarat mulus dengan punggung mereka.

"Kalau tulangku ada yang patah, ini salahmu," ujar Leo sambil menahan ngilu di bagian punggung.

Danny memeriksa keadaan Cassandra. Gadis itu menangis, tidak mau lepas dari pelukannya. "Kau aman sekarang," kata Danny menenangkan. Dia mencoba bangkit meskipun merasakan sakit juga di tubuhnya.

"Kita harus segera pergi," kata Leo sambil memeriksa keadaan.

Mereka bertiga pergi menggunakan mobil yang sudah Leo sembunyikan sebelumnya. Gedung di belakang mereka meledak dan akhirnya terbakar.

...

"Dan begitulah akhirnya aku bisa menyelamatkan Cassandra. Tamat...," kata Danny mengakhiri ceritanya.

"Kau hanya melebih-lebihkan, kan?" tanya Airin—partner baru Danny—dengan sinis. Ia melipat tangan di dada, bersandar pada punggung kursi, membiarkan tehnya tak diminum, masih sangsi dengan cerita yang terdengar berlebihan di sana-sini baginya.

"Tentu saja tidak," jawab Danny sambil menikmati kopi pesanannya.

"Ya, ya, terserah," balas Airin pada akhirnya. Mereka berdua menikmati sisa pagi hari dengan pesanan masing-masing sebelum ada pesan masuk yang bertuliskan '[MISI TERBARU]'.

-oOo-

Author's Note

Halo pembaca! Bagian kali ini adalah prototype dari novel yang akan saya buat entah kapan, hehe. Jadi mungkin akan ada banyak cerpen seperti ini sebagai sidestory-nya nanti.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro