Bab 18. Remember That Night?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

The day after you said goodbye
All I did was lay in bed and cry
But after one month, I started to move on
And after two, I felt alright
Then three months in, you were off my mind

Sara Kay's - Remember That Night

"Saya adalah orang paling bijaksana di lingkaran, tetapi ketika berhadapan dengan kamu, saya menjadi orang yang paling tidak rasional."

"She, pernahkah kamu mencintai seseorang hingga terasa sangat sakit? Apakah memang ada cinta yang seperti itu? Bukankah cinta datang membuat hati seseorang merasa nyaman? Bukankah cinta datang untuk kebahagiaan? Kenapa yang saya rasakan hanya rasa sakit? Saya bahkan tidak mampu menangis. Semua air mata saya seolah berubah menjadi darah di hati saya. Saya merasa sangat sakit."

Shea tidak pernah melihat Manna seperti ini. Ia mencoba mengerti rasa sakit Manna, lewat penglihatannya. Ia mencoba mendeskripsikan mata sayu, bibir yang tampak retak, kulit wajah kering, hingga hidung yang tak terlihat kembang kempis, tampak nyata seperti mayat. Orang-orang menyebutnya "mayat hidup". Namun, bukankah mayat memang tidak hidup lagi? Nyatanya, Manna terlihat lebih buruk dari itu. Shea bahkan tidak bisa merasakan rasa sakit itu, lebih tepatnya tidak berani. Ia mungkin merasa ingin mati, tetapi Manna menghadapinya dengan kuat.

"Saya tidak tahan lagi ...."

"Mbak!" seru Shea panik saat Manna beranjak dari kasur. Ia takut jika Manna melakukan hal yang buruk, bunuh diri misalnya. Karena itulah ia segera menangkap lengan Manna dan memeluknya erat.

"Mbak, jangan lakuin hal bodoh. Inget bayi Mbak. Bukannya dia adalah sesuatu berharga yang ditinggalin Mas Okka? Mbak harus jaga dia baik-baik."

Shea menangis. Ya, Shea yang mencoba untuk menguatkan diri selama ini akhirnya runtuh. Ia mungkin tidak terlalu dekat dengan Okka, kepergiananya mungkin tidak terlalu terasa. Namun, kematian adalah ketakutannya. Setiap mendengar kabar duka seseorang, ia akan menangis. Ia begitu banyak dihadapkan dengan orang-orang terdekat yang meninggalkannya di usia muda. Ia trauma. Trauma melihat kematian. Karena itu, ia tidak ingin melihat Manna, sahabatnya, orang terdekatnya, bahkan sudah dianggap kakaknya sendiri itu untuk melakukan hal bodoh. Tidak akan pernah.

"She, saya tidak akan mati. Saya bahkan mencoba untuk hidup dengan minum segelas air agar tidak mati," jawab Manna pelan seraya mengelus kepala Shea pelan. Wanita berambut pendek itu sedikit kaget dan langsung menghapus air matanya. Dengan buru-buru, ia segera mengambil segelas air di meja dan menyodorkannya pada Manna.

"Minum yang banyak, Mbak."

Kelakuan Shea tanpa sadar menyetak seulas senyum tipis di wajah Manna. Hal itu membuat Shea senang setengah mati. Ia akhirnya bisa tenang. Ini senyum Manna pertama kali setelah kematian Okka. Setidaknya menunjukkan bahwa wanita itu baik-baik saja.

"Mbak, mengenai Mas Okka ...."

"Sya bermimpi, panjang." Manna memotong ucapan Shea. "Saya bertemu Okka. Kehidupan kami seolah berlanjut. Tapi saya berharap, yang saya rasakan saat ini adalah mimpi yang sebenarnya. Sungguh sayang, saya belum sempat mengatakan hal paling penting untuk Okka."

Saya mencintai kamu, Okka.

"Saya bangun telat hari ini. Kamu pasti capek jagain saya terus, kan, She? Kamu mau makan apa? Saya bakal masakin."

Manna menyisir rambut yang sepertinya mulai lepek. Ia lupa kapan terakhir kali mencuci rambut. Kapan terakhir kali ia mengurus diri? Ia merasa seperti dirinya telah banyak mengecewakan Okka.

Shea sedikit terperangah dengan sikap Manna yang tiba-tiba. Tampak seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Tampak normal, tetapi mencurigakan.

"Mb—"

"Saya lagi pengen masak, She. Begitupun  calon anak saya."

"Tap—"

"She, I'm okay, kalau itu yang kamu khawatirkan. Saya mencoba untuk memahami dan mengerti kondisi saat ini. Saya butuh menenangkan pikiran. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba, saya pikir saya perlu menjernihkan pikiran dengan kembali menjadi Manna yang bijak. Kamu bisa bantu saya, kan?"

Shea juga sedang memahami situasi yang terjadi. Sementara kepalanya bergerak, mengangguk.

"Bisa bantu saya membeli bahan masak?"

"Ah, kalau gitu aku bakal belanja. Mbak kirimin aja bahan-bahan yang perlu. Tapi Mbak yakin bakal baik-baik aja?"

"Kamu bisa panggil Radian untuk mengawasi kalau kamu ragu."

Shea tidak berani membantah lagi dan segera keluar dari kamar untuk mencari Radian yang tadi keluar karena panggilan telepon. Sementara itu, Manna menghela napas dan duduk di meja riasnya. Ia menatap diri di cermin yang menunjukkan seberapa buruk dirinya.

Semua terjadi begitu cepat. Namun, sentuhan Okka masih terasa. Nyata. Seolah itu bukan mimpi panjang. Seolah ia memang merasakan pelukan Okka, menikmati tatapan teduh Okka, dan mendengarkan suara lembut Okka. Semuanya terasa mendebarkan.

Manna tidak percaya takhayul atau segala hal yang tidak masuk akal. Hidupnya selama ini berpegang pada realita dan fakta. Namun, pernah suatu hari ini menemani Shea menonton K-drama tentang perjalanan waktu.

Bagaimana jika perjalanan waktu memang ada?

Rasanya memang tidak masuk akal, bahkan jika Manna mencari referensi dari berbagai sumber. Manna mengambil smartphone-nya dan mulai mencari informasi, tetapi hasilnya nihil.

"Manna?"

Suara yang tak disangka-sangka itu membuat Manna kaget setengah mati hingga menjatuhkan benda pipihnya tanpa sengaja ke lantai. Ia tidak mempedulikan benda tersebut, melainkan perhatiannya teralih pada lelaki yang tiba-tiba masuk ke kamar.

"O-Okka?"

"Saya sudah masak sup krim. Kalau kamu sudah siap, kamu bisa makan sekarang."

Manna menegang. Ia rasanya nyaris gila. Apa-apaan ini? Baru beberapa menit yang lalu ia menangis tersedu-sedu, kemudian mencoba mewaraskan diri di depan Shea dan Radian. Namun, sekarang? Ia bermimpi kembali? Bahkan ia tidak tidur!

"Manna? Ada apa?"

Lelaki dengan setelan jas itu tampak khawatir. Ia menghampiri Manna dengan langkah lebar, menyentuh dahinya dengan lembut, memastikan wanita itu baik-baik saja.

"Kamu gak demam, tapi keliatan pucat. Ada yang sakit? Saya akan bawa kamu ke dokter."

Manna menggeleng cepat. Ia hanya merasa sedikit pusing. Otaknya tidak bisa merespon situasi ambigu dan membingungkan ini. Semuanya terjadi begitu cepat. Jadi, bagian mana yang ternyata mimpi?

"Okka, apa ini mimpi?" tanya Manna dengan tatapan memelas yang sulit diartikan Okka. Lelaki itu semakin khawatir. Hari ini Manna memang telat bangun, tidak seperti biasanya. Ia kira ibu hamil memang butuh istirahat yang banyak, karena itu dibiarkan saja. Namun, wanitanya menjadi tampak lebih aneh saat ini.

"Saya tidak mengerti maksud kamu."

Manna masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Namun, karena saat ini Okka sudah ada di depannya, ia rasa semuanya akan baik-baik saja. Bodo amat dengan time travel, mimpi atau apalah itu. Hal yang terpenting adalah kehadiran Okka di depannya. Nyata.

"Okka, ayo melanjutkan hidup dengan baik."

Manna menyalurkan tangan, bersalaman sebagai tanda kesepakatan. Okka tampak bingung, tetapi ia mengulurkan tangannya, menerima sambutan hangat dari wanita yang dicintainya.

Dan ketika itu, tangisan Manna pecah.

***
We went for a drive, 2:30 in the morning
I kissed you, it was pouring
We held each other tight before the night was over

Sara Kays - Remember That Night

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro