Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kesedihan pertamaku adalah ketika wanita yang melahirkanku harus kembali pada Sang Khalik. Ibuku meninggal ketika aku masih duduk di bangku SMP. Aku terlahir dari kalangan sederhana. Ibuku buruh cuci di rumah orang, sedangkan ayahku pengangguran. Aku tak tahu ibuku sakit apa, tapi yang kutahu beliau sering mengalami pingsan karena kelelahan. Ibu bekerja keras setiap hari untuk mencukupi kebutuhan aku dan ayah. Kesedihan setiap hari menghantui sampai saat ini karena aku tak mengetahui penyakitnya.

Setelah kepergian Ibu, aku tinggal Bersama Tante Riana. Dia sangat baik padaku. Awal aku mengenalnya ketika ibu masih hidup. Dulu, Ibu pernah bekerja pada beliau bahkan sampai menjelang kepergiannnya. Ketika beliau mengetahui ibuku sudah tidak ada, beliau menyarankan agar aku tinggal bersamanya. Awalnya aku menolak, tapi setelah melihat keadaanku yang sering kena pukul ayah akhirnya aku menerima. Beliau orang kedua yang aku sayangi setelah Ibu. Aku pun menganggapnya sebagai ibu keduaku setelah ibu kandungku tiada.

Perhatianku teralih ketika deringan ponsel membuyarkan pikiran. Tanganku bergerak menepuk dahi ketika atasanku mengirim pesan. Aku bergegas merapikan pakaian, meraih tas, dan berlalu pergi untuk menuju tempat kerja. Sudah beberapa kali aku mendapat teguran karena terlambat masuk. Ini sudah ke sekian kalinya aku terlambat.

Langkahku terayun cepat menyusuri lorong-lorong gang agar cepat sampai di tempat kerja. Aku tak memerhatikan jalan karena pikiranku tertuju pada tempat kerja. Tak sengaja tubuh ini menabrak seseorang sehingga membuat tubuhku tak seimbang. Aku mengaduh saat tubuh ini mendarat di atas aspal. Tatapanku teralih pada sebuah sepatu dari kaki orang yang ada di hadapanku saat ini. Aku mengangkat kepala untuk memastikan orang itu. Sesaat aku terpaku pada wajah laki-laki yang ada di hadapanku saat ini.


"Tuan, ini benar alamatnya." Seseorang muncul dari belakang tubuh laki-laki itu.

Laki-laki itu berlalu pergi tanpa membantu atau meminta maaf padaku. Napas kuembuskan. Ingatanku kembali pada tempat kerja. Aku beranjak dari posisi untuk melanjutkan perjalanan menuju tempat kerja. Langkah kembali mengayun cepat. Tak sengaja aku menendang sesuatu. Aku menatap ke bawah, memastikan benda itu. Kulihat dompet hitam tergeletak di depan kakiku saat ini. Aku meraih benda itu. Pandangan kuedarkan.  Tak ada orang di sini. Ini dompet siapa? Apa dompet ini milik salah satu orang tadi?

Aku membuyarkan pikiran ketika mengingat tempat kerja. Saat ini yang terpenting bagiku adalah tempat kerja. Jangan sampai aku kembali mendapat teguran dari atasan.


Napasku naik turun ketika tiba di depan pintu tempat kerja. Aku menarik napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan agar mengurangi napas yang masih belum teratur. Langkah kuayun untuk masuk ke dalam tempat kerja setelah cukup lega. Kulihat Nia masih merapikan etalase. Aku segera menuju menuju kasir.

"Ana!"

Aku menghentikan langkah, menggigit bibir bawah, lalu membalikan tubuh perlahan.

Semoga Bu Mega masih memberiku kesempatan untuk tetap kerja di sini. Aku masih ingin kerja di sini untuk bertahan hidup.

"Sudah berapa kali kamu terlambat?! Alasan apalagi yang akan kamu berikan?!" tanya Bu Mega dengan nada tinggi.

Kepala kutundukkan, memilih diam. Tak ada cara lain selain hal ini. Sudah beberapa kali aku mengalami hal ini. Hatiku sudah kebal.

"Bu, mau tanya." Seseorang menegur Bu Mega.

Aku bernapas lega, bergegas masuk ke dalam sebelum Bu Mega kembali mengomel. Dia bukan pemilik toko ini tapi gayanya selangit seperti bos. Lebih baik aku bekerja daripada harus memikirkannya.

***

Jangan lupa vote, ya.
Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro