Mama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Songlit: Kemarin ~ Seventeen
Penulis: ArblShabil

Gundukan tanah yang basah kembali menjadi saksi tangis dari semua orang yang merasa kehilangan.

"Mama, kenapa mama pergi? Mama gak liat, aku belum bisa banggain mama. Belum bisa jadi seseorang yang hebat untuk mama," ucap gadis bersurai emas dengan pakaian hitam legam yang kotor terkena tanah.

Ia kembali memeluk gundukan tanah tersebut dengan batu nisan bertuliskan Asri Rahmawati. Semilir angin berhembus, seolah berusaha merengkuh raga yang bergabung nyawa.

"Mama, bangun. Aku gak mau hidup tanpa mama. MAMAA BANGUN!" teriak gadis tersebut frustasi, nyawanya seolah terenggut paksa dari raga. Hidupnya telah kosong tak berpenghuni, bagaikan mayat hidup yang berjalan seorang diri.

Kalung terakhir pemberian mamanya jatuh menyentuh tanah, hingga liontin berbentuk setengah lingkaran terbuka menampilkan foto keluarganya. Gemetar, ia mengambil, kembali tetesan air mata lolos dengan angkuh melewati tembok besar yang telah hancur.

"Mama, aku rindu! Kembalilah, aku masih membutuhkanmu. Tanpamu, aku bisa jadi apa?" tanyanya seorang diri. Daun-daun bergoyang, bersambut dengan angin yang berhembus kencang. Menyalurkan sebuah kekuatan, yang tak bisa tersampaikan.

"Aku mau mama kembali, mengapa mama pergi secepat ini?" Biarkan orang menganggap dirinya egois, namun hati kecil seorang anak tak mampu menyembunyikan luka yang menganga lebar.

Ia bangkit, memasukkan kalung tersebut dalam saku dan berlari menjauh dari pemakaman. Berjalan, mengulang kembali kenangan bersama mama. Melewati taman anggrek putih, duduk di bawah pohon mangga, dan menatap danau secara lepas. Kenangan itu kembali mengingatkan dirinya.

Mengapa Tuhan mengambil orang yang ia sayang? Tak tahukah Tuhan, bahwa ia masih membutuhkan mamanya? Apakah sebegitu besar kesalahan dirinya, hingga orang yang dia sayang terenggut paksa?

"Tuhan, aku lelah. Kembalikan mamaku, belum puas kah dirimu mengambil papa dan bang Satria? Aku lelah Tuhan, kembalikan mamaku." Ia duduk lemah di atas hamparan rumput hijau yang elok dipandang mata.

Seorang gadis merasa hancur, dengan bayang-bayang ingatan keluarganya yang tengah tersenyum bahagia, melambaikan tangan mengajaknya untuk pergi bersama mereka. Ia bangkit, mencoba meraih bayangan putih yang semakin jauh dari jangkauan, namun semua hanyalah fatamorgana.

Bayangan tersebut menghilang tepat ketika mentari tenggelam di ufuk barat. Lampu-lampu taman menyala, memberikan sinar kepada gadis yang masih terus berdiri menatap sungai dengan linangan air mata.

"Kemarin, kita masih bercanda bersama. Melewati taman dengan tersenyum bahagia, berkejaran, menaiki kapal mengelilingi sungai. Semua masih terasa nyata, lantas mengapa hari ini berbeda? Mengapa kau renggut semua nyawaku secara paksa, namun masih membiarkan raga bernafas di dunia? Apakah aku salah, menginginkan diriku bergabung dengan keluarga tercinta yang telah pulang dalam pangkuanmu? Aku lelah di dunia sendirian, satu-satunya penopang hidup, telah kau ambil untuk terakhir kalinya. Lantas, kapan aku kau ambil Tuhan? Aku lelah," ucapnya sambil terjatuh pingsan. Warna lampu-lampu yang bersinar emas, mulai mengabur dan gelap dalam pandangan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro