Ternyata Mr.X Itu..

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author's POV

Setelah perkemahan seminggu dibatalkan akibat parahnya cuaca, siswa kelas 11 jurusan IPA diliburkan. Hari hari seperti ini biasanya akan menjadi momen bahagia bagi siswa siswi.

Biasanya.

Karena kini, gadis itu tengah menatap langit langit dengan pandangan gusar. Setelah pulang dari perkemahan, Aldi belum berbicara dengannya sepatah katapun.

Bahkan melalui chat pun tidak. Entah apa yang dipikiran Aldi. Tak bisakah pemuda itu merasakan amarahnya?

"Palingan juga udah kegaet sama Cassie,"ucap Salsha dongkol.

Ingin menghilangkan rasa dongkol yang melekat padanya, Salsha asal mengambil novel yang ada di meja. Tanpa sengaja, gadis itu menyenggol kotak ungu yang di meja dan isinya pun berjatuhan.

Salsha menghela napasnya dan memunguti barang barang yang terjatuh secara asal. Matanya menangkap sebuah buku kecil diantara tumpukan tumpukan benda lain.

"Buku ini....,"lirih Salsha pelan. Ia tahu buku apa itu. Buku yang sempat menjadi rahasia terbesarnya, dan juga temannya.

Buku hariannya semasa SMP.

Jemari lentiknya membuka lembaran kesekian dari buku itu, menerbangkan butiran debu dari helainya yang menempel. Raut wajah Salsha semakin kusut ketika membaca tulisannya sendiri.

24 Maret 2011

Hari ini Kak Gio keren banget!
Kira kira, kapan ya, dia tahu gue suka sama dia?

25 Maret 2011

Hari ini ditolong sama Kak Gio!
Jadi malu

Salsha terkekeh kecil mengingat betapa alaynya dirinya semasa SMP dulu. Suka dengan kakak kelas, menulis diary, menjerit jerit karena hal kecil.

Dilewatinya beberapa halaman, sampai akhirnya ia tiba di halaman terakhir yang ditulisinya.

16 Juni 2012

Entah kenapa Kak Gio melakukan hal itu.
Apa aku harus melaporkannya?

18 Juni 2012

Aldi agak aneh belakangan ini.
Dia suka buntutin Kak Gio.
Gue harap, dia nggak ikutan, .

28 Juni 2012

Untuk pertama kalinya dalam hidup gue,
Gue ngelihat mata itu memancarkan sorot benci.
Dan itu ditujukan padaku.
Maaf, Kak.

Salsha menitikkan air matanya yang entah sejak kapan keluar. Pertama kalinya ia jatuh hati pada seorang lelaki.

Ia jatuh hati pada seorang penjahat.

Entah apa kabarnya sekarang? Harusnya...,masa hukumannya udah habis tahun lalu kan?Batin Salsha mengingat ingat.

Ya, harusnya pemuda yang kira kira berumur 21 tahun itu sudah bebas sekarang. Salsha sungguh berharap, ia sudah sembuh dan jauh lebih baik.

Tring!

1 WhatsApp from Lidi 💃💃

Salsha mengernyit. Tak biasanya Ari mengechatnya. Biasanya pemuda itu akan menelponnya.

Sal, bisa ketemu di taman? Gue jemput kalau bisa.

Bisa. Kasi gue 10 menit.

Salsha menghela napasnya panjang. Sebenarnya Verrel tidak akan mengijinkannya keluar dengan kakinya yang masih terkilir, tapi ia benar benar butuh seseorang untuk menghilangkan perasaan baper yang tiba tiba saja datang.

Sekitar 10 menit, Salsha sudah keluar dengan pakaian kesayangannya. Rambutnya ia ikat ekor kuda. Selagi ia menimang antara memakai bedak atau tidak, suara Bi lastri terdengar.

"Neng Salsha! Udah ada yang nungguin di bawah!"teriak Bi Lastri dari bawah.

"Iya, Bi!"ucap Salsha meletakkan bedaknya dan keluar kamar. Ia buru buru menuruni tangga dan berpamitan pada Bi Lastri. Entah Verrel dan Bundanya kemana, kerja mungkin.

Gadis itu meraih sepatunya dan berjalan tertatih keluar pagar. Dahinya mengernyit ketika mobil Honda Jazz terparkir di depan. Bukan mobil Ari yang biasanya.

"Hai, Sal,"sapa Ari dengan senyuman manisnya seperti biasa.

"Ar, ini mobil bokap lo? Btw, lo kok...."Salsha tak meneruskan kalimatnya. Ia bingung harus bagaimana mengomentari penampilan Ari.

Hoodie hitam dengan celana panjang dan beanie. Penampilan Ari seolah olah dia ingin kabur saja.

"Kek narapidana mau kabur ya?"gurau Ari.

Salsha mengangguk, "To be honest, iye."

Ari terkekeh, "Tenang aja, gue bukan narapidana kok. Masih mau kan, pergi bareng gue?"

Salsha kembali mengangguk dan menaiki mobil Honda Jazz milik Ari.

********

Dengan langkah gontai dan mulut yang sudah merapal berbagai kata mutiara, Aldi membuka pintu rumahnya. Sejak 10 menit yang lalu, tidurnya diganggu oleh suara bel pintu dan gedoran.

"Aldi!"

"Hmm?"sahut Aldi asal. Rupanya Iqbaal yang datang.

"Bangun, oi! Ini penting, soal Gio!"ucap Iqbaal lagi. Kali ini, Aldi langsung membuka matanya. Kantuknya terbang.

"Ada apa?"

"Ini hape lo semalem ketinggalan di tempat gue. Tadi pagi, ada yang ngirimin foto. Lo liat sendiri deh,"ucap Iqbaal seraya menyerahkan ponsel Aldi.

Aldi buru buru menerima sodoran dari Iqbaal dan membuka galeri. Matanya membulat sempurna begitu melihat berbagai foto dan video yang ada.

"Dugaan lo bener. Emang Ari mata matanya!"tukas Iqbaal.

Di foto dan video itu, ada Ari yang tengah bercengkrama dengan Gio. Sampai di video terakhir, berisi rekaman percakapan Gio dan Ari.

"Ini siapa yang ngirim? Mr.X?"tanya Aldi menahan emosi.

Iqbaal menggeleng, "Gue sempet mikir gitu. Ternyata bukan, Di. Yang ngirim...,Gio sendiri."

Aldi membulatkan matanya tak percaya. Sekali lagi, ia mengecek ponselnya. Benar yang dikatakan Iqbaal. Dengan nomor WhatsApp pribadinya, Gio mengirimkan semua foto tadi.

Tiba tiba, pemuda itu teringat sesuatu.

"Gio kalau udah ngebocorin gini pasti ada sesuatu! Salsha, kita harus nyelamatin Salsha!"teriak Aldi panik.

Dengan cepat ia meraih sepatunya dan masuk ke dalam mobilnya. Ia harus segera mengamankan gadisnya.

*******

"Ari, ini kita mau kemana?"tanya Salsha mulai gelisah. Sudah hampir satu jam mobil Ari meninggalkan rumahnya, namun mobil ini belum menunjukkan tanda akan sampai.

Ari tersenyum, "Percaya sama gue kan?"

"Percaya sih, tapi lo nggak nyasar kan? Gue bisa bantu nyari di maps kok,"ucap Salsha.

"Tenang aja, Sal. Gue hapal kok,"tolak Ari halus.

Salsha hanya mengangguk singkat dan kembali menatap kaca di depannya. Entah kemana Ari akan membawanya, sedari tadi pemuda itu tak mau memberi tahu.

"Salsha,"panggil Ari memecah keheningan.

"Ya?"

"Kalau suatu saat ternyata ada yang bilang ke lo kalau gue orang jahat, lo percaya?"tanya Ari.

Salsha menggumam, "Tergantung siapa yang bilang."

"Kalau...,Aldi?"

Salsha tampak terdiam sebentar, memikirkan maksud Ari menanyakan hal itu. Namun membayangkan nama Aldi membuatnya kembali teringat kejadian di perkemahan.

"Nggak percaya ah. Dia kan emang nething terus sama lo,"jawab Salsha sedikit ketus.

Ari tersenyum samar dan kembali menyetir. Pemuda itu sepertinya senang sekali meninggalkan ribuan tanda tanya di dalam benak Salsha.

"Eh, Ar. Kita mau ke planetarium?"tanya Salsha begitu mobil mereka masuk ke dalam kawasan planetarium.

Ari mengangguk, "Gue awalnya mau ngajak lo ke taman aja sih. Tapi baru inget kalau kaki lo masih sakit."

Anehnya, Ari memarkirkan mobilnya agak jauh dari planetarium. Padahal parkiran planetarium masih sangat sepi, karena ini hari Senin.

"Ngapain parkir jauh jauh?"tanya Salsha bingung seraya menerima uluran tangan Ari untuk membantunya turun dari mobil.

Ari tak menjawab, mengacuhkan pertanyaan Salsha. Keduanya melangkah masuk ke dalam planetarium yang memang sedikit remang remang.

"Lo nggak beli tiket?"tanya Salsha begitu Ari dengan seenaknya menyelonong masuk ke dalam exclusive enter.

"Tenang aja,"jawab Ari santai.

"Ri, apaan sih? Jangan main rahasia rahasiaan gini deh, gue lagi nggak mood mikir nih,"keluh Salsha sebal.

Ari tertawa, "Sori sori. Kebetulan bokap gue nyewa planetarium ini buat acara anak temennya, dan masih ada 2 jam an lagi. Jadi kita bebas make dulu kan."

"Beuuh, gue nggak ngerti sama otak orkay kaya lo,"celetuk Salsha. Menurut gadis itu, untuk apa mahal mahal menyewa planetarium seharian kalau acaranya hanya setengah hari.

Namun Salsha sendiri tidak terlalu lama larut ke dalam kebingungannya. Gadis itu dengan cepat teralihkan pada bintang bintang dan aneka teropong yang tersedia.

"Wah, cantik banget,"ucap Salsha berdecak kagum melihat rekayasa rasi bintang.

Selagi asik melihat lihat, tiba tiba saja Ari mengajaknya ke dalam ruangan yang menampilkan layar soal planet dan bintang. Dalam gedung menyerupai cinema tersebut, hanya ada Ari dan Salsha.

"Gue harap, apapun yang terjadi setelah ini, janji lo nggak akan benci sama gue,"ucap Ari.

Salsha mengernyit, "Kenapa gue harus benci lo? Setelah lo ngasih gue kesempatan sebagus ini buat ke tempat yang gue suka?"

"Gue bikin kesalahan yang besar banget, Sal. Dan mungkin aja, lo nggak akan mampu maafin gue,"jawab Ari.

Salsha semakin tidak mengerti dengan kalimat berbelit Ari. Gadis itu mendengus dan mengibaskan tangannya.

"Au ah! Gue mau liat gambarnya, jangan ganggu!"ucap Salsha santai.

Ari terkekeh singkat dan membiarkan Salsha kembali memakai kacamata 3D nya. Sepertinya gadis itu sangat bahagia dengan bintang bintang dan rekayasa planet di layar.

Baguslah kalau lo seneng. Udah saatnya gue pergi,Batin Ari.

Perlahan tapi pasti, Ari meringsut pergi dari ruangan cinema. Di luar ruangan, pemuda itu mengirim teks yang sedari pagi sudah ia siapkan. Sudah saatnya ia menghadapi masalah terakhirnya.

Gio.

********

"Sa...Salsha pergi sama cowok lain?"ulang Aldi.

Bi Lastri mengangguk, "Iya. Sekitar satu setengah jam lalu."

"Cowonya gimana, Bi?"tanya Aldi lagi.

"Seumuran Aden, tingg—"

"Tingginya segini?"tanya Iqbaal memberi ukuran sedikit diatasnya.

Bi Lastri mengangguk.

"Kulitnya agak hitam, pake kacamata tipis, terus...rambutnya ikal?"

Kembali, Bi Lastri mengangguk.

"Ck! Udah pasti Ari!"umpat Aldi panik. Pemuda itu langsung kembali ke dalam mobilnya seraya menyeret Iqbaal.

"Makasih, Bi!"Iqbaal menyempatkan diri berterima kasih sebelum benar benar masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil, Aldi berulang kali meninju setirnya. Ia merasa sangat panik sekarang. Sudah berulang kali ia menelpon Ari maupun Salsha, tapi tak ada yang diangkat.

"Ck, Ari sialan!"umpat Aldi ketika panggilannya masih tidak diangkat.

"Ald, tenang dulu. Kit—"

"Ini soal Salsha, Baal! Gimana gue bisa tenang sih!"sela Aldi emosi. Jemarinya terus menekan tombol pada layar.

"Tenangin diri lo! Emosi nggak ngebantu apapun!"bentak Iqbaal menyadarkan Aldi.

Aldi menghela napas dan mengerem mobil. Pemuda itu menabrak nabrakkan kepalanya ke atas setir, menenangkan diri dari emosinya sendiri.

"Udah, biarin gue yang nyetir. Masih mau idup bahagia gue,"ucap Iqbaal seraya membuka pintu dan bertukar posisi dengan Aldi.

Memang benar yang dikatakan Iqbaal, bisa bisa hidup keduanya tak panjang kalau Aldi menyetir dengan perasaan kacau. Aldi melompat ke samping, jok penumpang tepatnya.

"Sekarang, kita samperin dulu rumahnya,"ucap Iqbaal yang disambut anggukkan asal Aldi.

Ting!

Iqbaal dan Aldi sontak langsung menoleh begitu mendengar dentingan bunyi ponsel. Masing masing mengecek ponselnya, sebelum Aldi berdeham.

"Punya gue."

"Dari siapa? Manatahu Gio?"tanya Iqbaal cepat.

Aldi membuka SMS tadi dengan tidak sabar. Matanya membulat membaca isi teks tersebut.

"Dari siapa, Di?"

"A-Ari."

Iqbaal ikut terkejut, "Dia bilang apa?"

Aldi tak menjawab, hanya menyodorkan ponselnya pada Iqbaal agar pemuda itu membaca sendiri. Iqbaal berdecak dan merebut ponsel itu.

Jemput Salsha di planetarium kawasan Cikarang. Keadaan gawat, bergerak lebih cepat. Ruang cinema, sebelah timur dari pintu masuk.
-Mr.X

"Jadi selama ini....,Mr.X itu Ari?!"

.

.

.

.

.

Wha wha wha.

Gimana toeh.

Udah ketebak ya? Wkwk, garing dong.

Maap :(

#RamaikanSoulmates

#SoulmatesMenujuEnding

#SemakinDekatBung

#484inFanfiction

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro